JAKARTA - Bank Syariah Indonesia (BSI) kembali menunjukkan komitmennya dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui program Desa BSI dengan menggelontorkan dana sebesar Rp5,2 miliar. Program ini khusus menyasar dua desa pesisir di Sulawesi Selatan, yakni Desa Mattaro Adae di Kabupaten Pangkep dan Kelurahan Barrang Caddi di Kota Makassar. Langkah strategis ini bertujuan mengoptimalkan potensi lokal di sektor kelautan dan perikanan, sekaligus mendorong ekspor produk unggulan, terutama landak laut (sea urchin).
Direktur Sales & Distribution BSI, Anton Sukarna, menjelaskan bahwa program Desa BSI merupakan implementasi nyata pengelolaan dana zakat, infak, dan sedekah yang dilakukan BSI bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). “Ini adalah bentuk pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal yang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya di sektor kelautan dan perikanan,” kata Anton.
Landak laut menjadi fokus utama dalam program ini karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama gonad atau bagian dalamnya yang populer di pasar ekspor Jepang sebagai bahan kuliner eksotis dan bernilai tinggi. Anton menambahkan, “Program ini dirancang sebagai klaster ekonomi yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Kami menargetkan produksi gonad landak laut dapat mencapai 200 hingga 500 kilogram per hari, dengan kebutuhan bahan baku sekitar 2,5 hingga 5 ton landak laut per hari.”
Dalam membangun ekosistem bisnis yang berkelanjutan, BSI tidak hanya memberikan pembiayaan, tetapi juga menggandeng PT Nirwana Niaga Sejahtera sebagai mitra pemasaran utama. Kerjasama ini memastikan produk UMKM perikanan pesisir dapat menembus pasar ekspor dengan jaminan kualitas sekaligus memberikan kepastian pasar bagi para nelayan dan pengolah lokal.
Program Desa BSI ini telah melibatkan lebih dari 100 kepala keluarga sejak tahap awal pelaksanaan. Pemberdayaan ini juga menitikberatkan pada peran perempuan dalam aktivitas pengolahan pascapanen yang selama ini kurang mendapatkan perhatian. Model pemberdayaan inklusif ini tidak hanya berorientasi pada profit semata, tetapi juga pada pemerataan manfaat sosial, memperkuat struktur ekonomi masyarakat di tingkat desa.
Secara nasional, program Desa BSI telah menjangkau 23 desa di 14 provinsi dengan total dana pemberdayaan mencapai lebih dari Rp95 miliar. Program ini sengaja difokuskan pada wilayah dengan potensi lokal kuat yang belum dimanfaatkan secara maksimal, seperti sektor pertanian, peternakan, hingga perikanan. Di Sulawesi Selatan khususnya, fokus pada pengembangan perikanan pesisir merupakan strategi tepat untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat setempat.
Di Kota Makassar, BSI telah mendirikan UMKM Center yang berfungsi sebagai pusat pelatihan, pendampingan, dan inkubasi bisnis untuk para pelaku usaha kecil. UMKM Center ini bertujuan membantu pengusaha mikro naik kelas menjadi wirausahawan mandiri dan tangguh secara finansial. Anton Sukarna menjelaskan, “Kami ingin para mustahik atau penerima manfaat zakat dapat naik kelas menjadi muzakki atau pemberi zakat. Ini adalah semangat keberkahan dalam ekonomi syariah: dari penerima menjadi pemberi, dari usaha mikro menjadi pelaku usaha yang kuat.”
Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, memberikan apresiasi tinggi atas kontribusi BSI dalam menggerakkan ekonomi daerah. Menurutnya, pengembangan ekosistem usaha rakyat yang terstruktur dan terintegrasi dari hulu ke hilir sangat penting. “Sering kali kita jumpai permintaan alat-alat pertanian, tapi yang mengajukan bukan pemilik sawah, melainkan penggarap. Program seperti ini sangat tepat sasaran dan memberikan nilai jangka panjang,” ujar gubernur.
Andi Sudirman juga menyoroti pentingnya fokus pemberdayaan masyarakat secara serius, mulai dari kelompok kecil. “Cukup sepuluh orang saja dibina secara sungguh-sungguh dan terukur hasilnya, maka jika semua pihak berkontribusi, dampak positifnya akan meluas,” tambahnya. Ia mengisahkan pengalamannya mengunjungi daerah terpencil di Sulsel di mana masyarakat sehari-hari hanya mengonsumsi ikan kering kecil sebagai lauk utama selama berbulan-bulan. Hal ini menjadi bukti bahwa pemberdayaan harus dilakukan dari bawah dengan pendekatan yang tepat dan berkelanjutan.
Sementara itu, Regional CEO BSI Regional X, Sukma Dwie Priardi, menyatakan bahwa proses pemilihan desa sebagai lokasi program pemberdayaan dilakukan melalui kajian selama lebih dari satu tahun. Beberapa aspek yang dipertimbangkan meliputi potensi sumber daya alam, kesiapan sumber daya manusia, serta dukungan dari pemangku kepentingan lokal. “Tujuan utama kami adalah menciptakan model pemberdayaan zakat yang produktif, berdampak nyata, terukur, dan berkelanjutan. Kami berharap model ini dapat direplikasi di daerah lain,” ujarnya.
Lebih lanjut, BSI menyediakan berbagai produk pembiayaan syariah yang mendukung pelaku usaha mikro, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) Syariah, BRIGuna, dan Simpedes. Produk ini dirancang agar akses permodalan menjadi mudah, cepat, dan terjangkau, sehingga mendorong munculnya pelaku usaha baru serta memperkuat usaha yang sudah berjalan.
Desa BSI di Sulsel ini menjadi contoh nyata sinergi antara lembaga keuangan syariah, pemerintah, dan masyarakat dalam mendorong pemberdayaan ekonomi berbasis potensi lokal. Dari desa yang sebelumnya kurang produktif, kini muncul klaster usaha perikanan yang memiliki daya saing ekspor, membuka lapangan kerja baru, dan meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir.
Dengan fokus pada pengembangan landak laut yang memiliki pasar ekspor jelas dan nilai tambah tinggi, program Desa BSI memperlihatkan bahwa pemberdayaan ekonomi dapat dilakukan secara inklusif dan berkelanjutan. Inisiatif ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga turut menjaga kelestarian sumber daya alam laut melalui pengelolaan yang bertanggung jawab.