JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyatakan dukungan penuh atas kebijakan terbaru Bank Indonesia (BI) yang menambah besaran insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dari sebelumnya maksimal 4% menjadi 5% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK). Langkah ini dipandang sebagai angin segar bagi peningkatan intermediasi perbankan sekaligus mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas dan potensial di Indonesia.
Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera Haryn, menyampaikan bahwa penyesuaian insentif KLM ini bukan hanya akan memberikan dorongan tambahan bagi perbankan dalam memperkuat fungsi intermediasi, tetapi juga menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi nasional secara lebih luas.
“Kami menyambut baik kebijakan Bank Indonesia yang menambah besaran insentif KLM dari maksimal 4% menjadi 5% dari dana pihak ketiga. Kebijakan ini sangat relevan untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor strategis seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, serta sektor padat karya lainnya,” jelas Hera.
Dorongan Kredit ke Sektor Prioritas
Kebijakan KLM yang dimodifikasi ini berfokus pada pemberian insentif likuiditas kepada bank yang menyalurkan kredit di sektor-sektor yang telah ditetapkan sebagai prioritas pembangunan nasional. Insentif ini diberikan dalam bentuk penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sehingga bank dapat memiliki tambahan likuiditas untuk penyaluran kredit.
Sektor-sektor tersebut meliputi, antara lain, sektor pertanian dan industri pengolahan yang berperan penting dalam ketahanan pangan nasional, sektor perdagangan yang mendukung aktivitas ekonomi rakyat, konstruksi yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur, serta sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Hera menambahkan, “Dengan kebijakan ini, BCA optimistis akan mampu memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, melalui penyaluran kredit yang lebih ekspansif dan tepat sasaran.”
Dukungan untuk UMKM dan Pembiayaan Inklusif
Seiring dengan kebijakan KLM, BCA juga terus memperkuat komitmennya dalam penyaluran pembiayaan ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hingga Maret 2025, penyaluran kredit BCA ke sektor UKM mencapai Rp130 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 10,2 persen (year on year/YoY). Angka ini menunjukkan optimisme terhadap prospek sektor UKM yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
Selain itu, BCA memberikan perhatian khusus pada kredit UMKM berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST), serta pelaku usaha perempuan yang selama ini menghadapi tantangan akses permodalan. Bank ini menyediakan suku bunga spesial untuk jenis pembiayaan tersebut guna mendorong pembiayaan berkelanjutan dan inklusif.
“BCA secara konsisten menyalurkan kredit ke sektor potensial, termasuk UMKM, dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Kami berkomitmen menyalurkan kredit secara pruden, dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin,” tegas Hera.
Sinergi dengan Lembaga Keuangan Non-Bank
Selain itu, BCA juga mencatat pertumbuhan pembiayaan oleh lembaga keuangan non-bank (IKNB) sebagai elemen yang saling melengkapi dalam ekosistem pembiayaan nasional. Kerja sama lintas lembaga ini diharapkan bisa memperkuat akses pembiayaan bagi berbagai segmen usaha sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan.
Kebijakan BI sebagai Langkah Strategis
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa kebijakan penambahan insentif KLM ini mulai berlaku efektif sejak 1 April 2025. Penyesuaian ini merupakan bagian dari strategi BI dalam memperkuat stabilitas keuangan serta mendukung kebijakan pembangunan nasional, terutama dalam sektor perumahan.
“Insentif KLM pada sektor perumahan, termasuk perumahan rakyat, dinaikkan secara bertahap dari Rp23 triliun menjadi sekitar Rp80 triliun,” ujar Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19 Februari 2025.
Langkah ini juga sejalan dengan program visi Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan penyediaan 3 juta rumah bagi masyarakat Indonesia. Dengan adanya insentif likuiditas tersebut, BI berharap perbankan akan lebih agresif dalam menyalurkan kredit perumahan sehingga dapat memenuhi target pemerintah.
Dampak Positif bagi Perekonomian dan Masyarakat
Penerapan kebijakan KLM yang lebih longgar diharapkan mendorong perbankan untuk meningkatkan volume kredit ke sektor-sektor produktif. Hal ini tidak hanya akan mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi, tapi juga memberikan efek berganda terhadap penciptaan lapangan kerja, penguatan usaha mikro, dan percepatan pembangunan infrastruktur.
Menurut Hera, “Kebijakan ini adalah momentum yang tepat bagi perbankan untuk mengoptimalkan peran intermediasi keuangan dan mendorong pembiayaan yang lebih inklusif. Ini juga mendukung program pemerintah dalam mengembangkan sektor usaha yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.”
Tantangan dan Strategi Ke Depan
Meski demikian, BCA menegaskan bahwa penyaluran kredit harus tetap diiringi dengan manajemen risiko yang baik untuk menjaga kualitas aset bank dan menghindari risiko kredit macet. Prinsip kehati-hatian tetap menjadi landasan utama dalam pemberian kredit, agar pertumbuhan kredit yang didorong oleh insentif likuiditas tidak menimbulkan risiko sistemik.
BCA juga menyiapkan berbagai inovasi produk dan layanan perbankan digital untuk memudahkan akses pembiayaan bagi pelaku usaha, khususnya di segmen UMKM yang memiliki potensi besar untuk tumbuh dan berkembang.
Penambahan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial dari Bank Indonesia menjadi momentum penting bagi sektor perbankan, khususnya BCA, untuk memperkuat perannya dalam mendorong pembiayaan ke sektor-sektor strategis. Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inklusi keuangan, serta membantu pemerintah dalam pencapaian target pembangunan nasional, khususnya penyediaan perumahan dan pengembangan UMKM.
BCA melalui komitmen pengelolaan risiko yang ketat dan dukungan terhadap UMKM berbasis LST terus memainkan peran penting dalam mendorong pembiayaan yang berkelanjutan dan berorientasi pada pemerataan kesejahteraan.