Nikel

Indonesia Siap Impor Bijih Nikel dari Solomon dan New Caledonia Mulai Juni 2025

Indonesia Siap Impor Bijih Nikel dari Solomon dan New Caledonia Mulai Juni 2025
Indonesia Siap Impor Bijih Nikel dari Solomon dan New Caledonia Mulai Juni 2025

JAKARTA - Indonesia dipastikan mulai mengimpor bijih nikel dari dua negara baru, Solomon dan New Caledonia, pada Juni 2025 mendatang. Hal ini disampaikan oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) sebagai bagian dari strategi pemenuhan kebutuhan bijih nikel nasional yang terus meningkat seiring perkembangan industri hilirisasi nikel di Tanah Air.

Ketua APNI, Meidy, mengungkapkan bahwa selain Solomon dan New Caledonia, Indonesia juga sudah mengimpor bijih nikel dari Filipina sejak tahun lalu. Secara total, kebutuhan impor bijih nikel dari ketiga negara tersebut diperkirakan mencapai 30 juta ton hingga akhir 2025.

“Saat ini kami sudah mulai mengimpor bijih nikel dari Filipina. Pada bulan Juni nanti, impor dari Solomon dan New Caledonia akan mulai masuk ke Indonesia,” ujar Meidy saat ditemui di kawasan Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta,.

Menurut Meidy, beberapa perusahaan pertambangan nikel telah menandatangani kontrak impor dengan kedua negara tersebut. Namun, ia belum dapat memberikan rincian pasti terkait volume dan nilai kontrak impor yang sudah disepakati.

“Yang pasti setiap pengiriman biasanya satu kapal, tapi berapa kapal yang akan datang saya belum tahu. New Caledonia sudah mulai masuk, sementara kontrak dengan Solomon sudah ada, hanya saja jadwal pengirimannya saya belum dapat informasinya,” terang Meidy.

Kebutuhan Bijih Nikel Indonesia Terus Meningkat

Dalam paparan lebih lanjut, Meidy menjelaskan kebutuhan bijih nikel nasional hingga akhir tahun ini diperkirakan mencapai 300 juta ton, berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang telah disetujui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jumlah ini mencakup kebutuhan untuk memenuhi proses hilirisasi nikel yang tengah gencar dikembangkan demi meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral Indonesia.

“Nikel yang masuk ke smelter itu membutuhkan buffer stock atau stok pengaman minimal 30%. Selain itu, nikel Indonesia memiliki kandungan silika dan magnesium yang cukup tinggi, sehingga untuk menciptakan produk akhir yang optimal, kami perlu melakukan blending atau pencampuran dengan bijih dari negara lain yang memiliki rasio silika magnesium yang berbeda,” jelasnya.

Dengan kata lain, impor bijih nikel bukan hanya soal volume nikel saja, tetapi juga untuk mendapatkan komposisi kimiawi yang tepat agar proses peleburan dan pengolahan dapat berjalan efisien.

Tren Impor Bijih Nikel dari Filipina dan Statistik BPS

Per April 2025, Indonesia telah mengimpor bijih nikel dari Filipina sebanyak 12 juta ton. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Februari 2025 volume impor bijih nikel dan konsentrat (kode HS 26040000) dari Filipina mencapai 2,38 juta ton, naik dari bulan Januari yang sebesar 2,07 juta ton.

Lonjakan impor ini mencerminkan peningkatan kebutuhan pasokan bahan baku untuk smelter-smelter nikel yang beroperasi di Indonesia, yang sejalan dengan target pengembangan industri hilirisasi logam.

Posisi Indonesia dalam Industri Nikel Global

Mengutip data dari International Energy Agency (IEA), Indonesia diperkirakan akan menjadi produsen nikel terbesar dunia pada 2030, dengan kontribusi sebesar 62% dari sisi pertambangan. Negara lain yang juga menonjol adalah Filipina (8%) dan New Caledonia (6%). Dari sisi pengolahan atau smelter, Indonesia juga menempati posisi puncak dengan kontribusi 44%, diikuti oleh China (21%) dan Jepang (6%).

Dengan posisi strategis ini, Indonesia menjadi pemain utama dalam rantai pasok nikel global, terutama untuk industri baterai kendaraan listrik dan berbagai sektor teknologi tinggi.

Regulasi dan RKAB Pertambangan Nikel

Pemerintah Indonesia pada Agustus 2024 telah menetapkan RKAB nikel sebanyak 240 juta ton bijih untuk tahun 2024. Selain itu, selama periode 2024–2026, Kementerian ESDM telah menyetujui 292 permohonan RKAB pertambangan nikel, namun hanya 207 di antaranya yang diberi izin untuk berproduksi.

Hal ini menunjukkan upaya pemerintah dalam mengatur dan mengawasi kegiatan pertambangan agar berjalan sesuai dengan tata kelola yang baik dan mendukung pengembangan industri hilirisasi.

Pergerakan Harga Nikel Dunia

Dari sisi harga, nikel diperdagangkan di London Metal Exchange (LME) pada harga US$15.594 per ton pada hari ini, menguat 0,65% dibandingkan hari sebelumnya. Meskipun sempat mencapai puncak tertinggi di atas US$100.000 per ton pada 2022 dalam fenomena short squeeze yang cukup fenomenal, harga nikel saat ini mengalami tren penurunan sekitar 8% sepanjang tahun 2025.

Penurunan harga ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku industri nikel, namun tetap membuka peluang untuk menjaga stabilitas pasokan dan mengoptimalkan proses hilirisasi.

Impor bijih nikel dari Solomon dan New Caledonia menjadi langkah strategis Indonesia untuk memenuhi kebutuhan bahan baku yang besar dalam mendukung pengembangan industri nikel nasional. Dengan kebutuhan mencapai ratusan juta ton, Indonesia harus mengandalkan pasokan impor selain produksi domestik agar industri hilirisasi tetap berjalan lancar.

“Impor ini bukan hanya soal volume, tetapi juga soal kualitas bahan baku untuk menciptakan produk nikel yang kompetitif di pasar global,” tegas Meidy, Ketua APNI.

Kebijakan ini sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pemain kunci dalam rantai pasok nikel dunia, dengan potensi pertumbuhan yang besar hingga dekade mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index