Kemenkes

Kemenkes Ungkap Penyebab Utama 19 Jemaah Haji Meninggal Dunia akibat Serangan Jantung di Tanah Suci

Kemenkes Ungkap Penyebab Utama 19 Jemaah Haji Meninggal Dunia akibat Serangan Jantung di Tanah Suci
Kemenkes Ungkap Penyebab Utama 19 Jemaah Haji Meninggal Dunia akibat Serangan Jantung di Tanah Suci

JAKARTA - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) kembali mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap risiko kesehatan yang mengintai para jemaah haji Indonesia selama pelaksanaan ibadah di Tanah Suci. Data terbaru yang dirilis Kemenkes per tanggal 23 Mei 2025 menunjukkan, sebanyak 53 jemaah haji Indonesia telah meninggal dunia di tanah suci tahun ini. Dari jumlah tersebut, 19 jemaah meninggal akibat serangan jantung, khususnya penyakit jantung iskemik akut dan shock cardiogenic.

Kematian jemaah haji akibat serangan jantung ini menjadi sorotan serius Kemenkes, mengingat sebagian besar korban merupakan jemaah lanjut usia (lansia) dan mereka yang memiliki penyakit penyerta (komorbiditas). Kondisi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi petugas kesehatan dan penyelenggara haji agar bisa menekan angka kematian yang cukup tinggi tersebut.

Data Kesehatan Jemaah Haji Dipantau Ketat Lewat Siskohatkes

Menurut Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo, data kematian jemaah haji yang mencapai 53 jiwa ini berasal dari Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan (Siskohatkes) yang secara rutin memantau kondisi kesehatan jemaah selama menjalankan rangkaian ibadah haji.

“Sebagian besar korban yang meninggal dunia adalah lansia dan mereka yang memiliki penyakit penyerta seperti jantung, hipertensi, dan diabetes,” jelas Liliek saat diwawancara, Rabu, 25 Mei 2025. Dia menambahkan, “Kami sangat menekankan pentingnya manajemen diri bagi jemaah, terutama menjelang puncak ibadah haji di Armuzna, yaitu Arafah, Muzdalifah, dan Mina, yang akan berlangsung mulai 4 Juni 2025.”

Imbauan Kemenkes: Jemaah Risiko Tinggi Harus Kurangi Aktivitas Berat

Liliek mengingatkan agar para jemaah haji dengan risiko tinggi untuk tidak memaksakan diri melakukan ibadah sunah yang menguras tenaga, seperti umrah berkali-kali, tawaf sunah, serta jalan kaki jauh ke Masjidil Haram atau Masjid Nabawi. “Para jemaah, terutama yang lansia atau memiliki penyakit penyerta, harus mengurangi aktivitas ibadah yang membutuhkan pengerahan tenaga ekstra agar tidak memicu serangan jantung maupun kelelahan berlebih,” kata Liliek.

Petugas kesehatan juga mengimbau para jemaah agar menghindari aktivitas di bawah terik matahari yang panas dan selalu menggunakan alat pelindung diri seperti masker, payung, kacamata hitam, serta alas kaki yang nyaman untuk mengurangi risiko dehidrasi dan kelelahan.

Dokter Spesialis Saraf Ungkap Penyebab Kematian Jemaah Haji

Tim Visitasi Kesehatan Haji yang bertugas di Makkah, dr. Agus Sulistyawati, Sp.S, turut mengungkap fakta bahwa sebagian besar jemaah yang meninggal dunia akibat serangan jantung memiliki riwayat penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya dan tidak cukup membatasi aktivitas fisik mereka selama di Tanah Suci.

“Kami sangat prihatin dengan angka kematian yang terjadi. Belasan jemaah telah berpulang, dan sebagian besar diakibatkan oleh penyakit jantung,” ujar dr. Sulistyawati atau yang akrab disapa dr. Sulis. Dia menjelaskan, kondisi cuaca yang ekstrem dengan suhu tinggi serta jadwal ibadah yang padat bisa memicu kekambuhan penyakit, terutama bagi jemaah yang kurang disiplin dalam pengobatan.

Upaya Pencegahan Kemenkes untuk Kurangi Risiko Kematian

Dalam menghadapi tantangan kesehatan ini, Kemenkes memberikan sejumlah rekomendasi bagi para jemaah agar tetap sehat selama menjalankan ibadah haji:

Minum air putih atau air zam-zam secara bertahap, dengan target konsumsi sekitar 2 liter per hari untuk mencegah dehidrasi, terutama di tengah cuaca panas.

Konsumsi oralit sekali sehari, sebagai langkah preventif agar cairan tubuh tetap terjaga.

Istirahat yang cukup dan hindari stres berlebihan agar kondisi fisik dan mental tetap stabil.

Minum obat secara teratur, khususnya bagi penderita hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.

Rutin memeriksakan kesehatan minimal tiga kali dalam seminggu ke petugas kesehatan kloter agar potensi masalah kesehatan bisa dideteksi lebih awal.

Berpikir positif dan memperbanyak zikir demi menjaga ketenangan batin dan kestabilan emosi selama beribadah.

“Kami juga mengimbau agar jemaah sehat maupun ketua regu untuk mendampingi jemaah lansia dan yang memiliki komorbiditas, guna memastikan keselamatan mereka selama pelaksanaan ibadah,” tambah Liliek.

Keselamatan Jemaah Lebih Utama daripada Ibadah Sunah yang Menguras Tenaga

Kemenkes menegaskan bahwa meskipun ibadah sunah memiliki pahala yang besar, keselamatan jiwa jemaah jauh lebih utama. “Tujuan utama jemaah adalah meraih haji mabrur, dan hal itu harus dicapai dalam kondisi fisik yang prima,” tutup Liliek.

Melihat tingginya angka kematian akibat serangan jantung ini, Kemenkes berharap seluruh jemaah haji 2025 dapat lebih bijak dalam menjalani setiap ibadah, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia dan mereka yang memiliki penyakit penyerta.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index