JAKARTA - Pergerakan harga minyak dunia kembali menunjukkan tren positif di tengah meningkatnya harapan akan pemulihan ekonomi global. Hal ini terjadi seiring proyeksi peningkatan permintaan minyak dari dua negara konsumen terbesar di dunia, yakni Amerika Serikat dan China.
Pada Rabu pagi, 16 Juli 2025, harga minyak mencatatkan kenaikan usai dua hari mengalami tekanan. Pasar menyambut baik sinyal-sinyal pemulihan ekonomi yang mendorong peningkatan aktivitas industri dan perjalanan, khususnya di negara-negara dengan konsumsi bahan bakar yang tinggi.
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent mengalami kenaikan sebesar 29 sen menjadi US$69 per barel pada pukul 01.05 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) milik AS naik 40 sen menjadi US$66,92 per barel.
Kenaikan ini mencerminkan optimisme pelaku pasar terhadap rebound permintaan bahan bakar, yang selama beberapa waktu terakhir sempat tertahan oleh kekhawatiran geopolitik dan kebijakan perdagangan internasional.
Permintaan Musiman Jadi Pendorong Utama
Para analis mencermati bahwa saat ini pasar tengah menikmati lonjakan permintaan musiman, khususnya di kawasan belahan bumi utara yang tengah memasuki musim panas. Momentum ini secara historis identik dengan peningkatan aktivitas perjalanan, baik darat maupun udara, sehingga kebutuhan bahan bakar melonjak.
“Permintaan musiman yang kuat saat ini memberikan dorongan naik bagi harga minyak, seiring dengan puncaknya musim perjalanan musim panas dan aktivitas industri,” tulis analis dari LSEG dalam catatan risetnya.
Mereka juga menambahkan, konsumsi bensin di AS meningkat tajam, terutama selama perayaan Hari Kemerdekaan pada 4 Juli lalu. Kegiatan ini menjadi indikator penting akan kuatnya permintaan bahan bakar di negara tersebut.
“Konsumsi bensin yang meningkat terutama di AS selama libur Hari Kemerdekaan pada 4 Juli menunjukkan permintaan bahan bakar yang kuat, membantu mengimbangi tekanan negatif dari naiknya persediaan dan kekhawatiran terkait tarif,” sambung catatan itu.
Ketidakpastian Tarif Tak Goyahkan Pasar
Meskipun harga minyak sempat melemah selama dua hari sebelumnya, pasar perlahan mulai mengabaikan kekhawatiran terkait kemungkinan gangguan pasokan. Ancaman tarif dari Presiden AS saat itu, Donald Trump, terhadap pembelian minyak Rusia tidak memberikan tekanan berkepanjangan.
Kekhawatiran mengenai dampak negatif dari ketegangan perdagangan global—khususnya antara AS dan mitra dagangnya—tetap membayangi. Namun, efeknya tidak cukup besar untuk membalikkan tren permintaan yang menguat dalam jangka pendek.
Pasar tampaknya lebih fokus pada realisasi permintaan nyata ketimbang potensi ancaman kebijakan yang belum terwujud. Harga minyak bergerak dalam rentang sempit, namun cenderung stabil, menunjukkan bahwa pasar masih menanti kepastian lebih lanjut dari dinamika global.
Dukungan dari OPEC dan Ekonomi Global
Dalam laporan bulanan yang dirilis Selasa lalu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memberikan sentimen positif bagi pasar. OPEC memperkirakan bahwa ekonomi global akan membaik pada paruh kedua tahun ini, yang pada gilirannya akan meningkatkan permintaan minyak di seluruh dunia.
Negara-negara besar seperti Tiongkok menunjukkan kinerja ekonomi yang lebih baik dari ekspektasi. Meski pertumbuhan ekonominya melambat pada kuartal kedua, namun perlambatan itu tidak separah yang dikhawatirkan sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah strategi perusahaan-perusahaan China dalam mempercepat ekspor untuk mengantisipasi tarif AS.
Situasi ini dinilai mampu meredakan kekhawatiran terhadap ekonomi China, yang selama ini dikenal sebagai importir minyak mentah terbesar di dunia.
Sementara itu, negara-negara berkembang seperti India dan Brasil mencatatkan kinerja ekonomi di atas ekspektasi. Di sisi lain, AS dan Uni Eropa juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang stabil dari kondisi sulit tahun lalu.
Tren Harga Tetap Perlu Diwaspadai
Kendati pasar tengah menikmati sentimen positif, fluktuasi harga minyak tetap menjadi perhatian. Keseimbangan antara permintaan yang meningkat dan potensi tekanan dari sisi pasokan atau kebijakan dagang harus terus dipantau secara seksama oleh investor maupun pemangku kepentingan industri energi.
Ketidakpastian geopolitik, seperti konflik di wilayah penghasil minyak atau perubahan sikap negara produsen terhadap kuota produksi, juga dapat menjadi faktor pendorong volatilitas harga dalam waktu dekat.
Namun untuk saat ini, harapan akan pulihnya ekonomi global telah berhasil memberikan dukungan terhadap harga minyak dunia. Momentum musim panas, tingginya aktivitas industri, serta laporan optimistis dari lembaga-lembaga besar seperti OPEC membuat pelaku pasar lebih percaya diri terhadap prospek komoditas energi ke depan.