JAKARTA - Pergerakan harga nikel sepanjang satu tahun terakhir terus menunjukkan dinamika yang fluktuatif, seiring perkembangan pasar global dan kondisi industri hilir. Terbaru, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali merilis data Harga Mineral Acuan (HMA) untuk komoditas nikel periode kedua Juli 2025.
Dalam penetapan tersebut, harga nikel tercatat sebesar USD 16.650 per ton. Angka ini menunjukkan adanya tren penyesuaian dibandingkan periode-periode sebelumnya, baik pada semester awal 2025 maupun dalam catatan bulanan sejak tahun lalu.
Informasi harga ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI terkait penetapan Harga Mineral Acuan (HMA) dan Harga Patokan Mineral (HPM) yang menjadi acuan transaksi perdagangan komoditas nikel di dalam negeri.
- Baca Juga Minyak Naik Dipicu Optimisme Ekonomi
Fluktuasi Harga Nikel Terlihat Konsisten
Dalam kurun satu tahun terakhir, grafik HMA nikel menunjukkan fluktuasi dengan kecenderungan pergerakan naik-turun mengikuti kondisi pasar ekspor dan permintaan global. Secara umum, perubahan harga nikel dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti permintaan dari sektor hilir, kondisi geopolitik, dan dinamika pasar energi.
HMA untuk nikel beberapa kali menyentuh level tertinggi dalam 12 bulan terakhir. Sebagai contoh, sepanjang kuartal pertama 2024, harga nikel sempat dipatok di atas USD 20.000 per ton. Namun, memasuki paruh kedua 2024, terjadi tren penurunan yang berlanjut hingga awal 2025.
Rangkuman Harga Nikel Satu Tahun Terakhir
Berikut adalah rangkuman pergerakan HMA nikel dari periode kedua Juli 2024 hingga periode kedua Juli 2025 sesuai data Kementerian ESDM:
Juli 2024 (Periode Kedua): USD 21.044 per ton
Desember 2024: USD 18.800 per ton
Maret 2025: USD 17.200 per ton
Juni 2025: USD 16.800 per ton
Juli 2025 (Periode Pertama): USD 16.750 per ton
Juli 2025 (Periode Kedua): USD 16.650 per ton
Angka-angka tersebut menggambarkan konsistensi tren penyesuaian harga nikel yang umumnya menurun sejak paruh kedua tahun lalu.
Pengaruh Kondisi Pasar Global
Penurunan harga nikel dipengaruhi oleh situasi pasar global yang diwarnai penyesuaian permintaan bahan baku industri logam. Di sisi lain, produksi nikel dunia, khususnya dari negara-negara produsen besar seperti Indonesia, Filipina, dan Rusia, masih berjalan stabil, bahkan cenderung meningkat.
Dalam konteks industri hilir, kebutuhan nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik, stainless steel, serta sektor manufaktur lainnya tetap tinggi. Namun, ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan dalam beberapa bulan terakhir membuat harga nikel tidak bergerak agresif.
Situasi ini turut dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi global, serta penyesuaian produksi industri kendaraan listrik di beberapa negara Eropa dan Asia.
Kebijakan Pemerintah Tetap Menerapkan HMA
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM tetap mengacu pada HMA sebagai dasar penetapan Harga Patokan Mineral (HPM) untuk kepentingan transaksi domestik. Penetapan HMA juga menjadi instrumen penting dalam memastikan transparansi perdagangan mineral logam.
Bagi pelaku usaha pertambangan, HMA menjadi referensi utama dalam menentukan kontrak penjualan nikel baik untuk kebutuhan ekspor maupun untuk pabrik pengolahan dalam negeri. Selain itu, HMA berperan dalam penghitungan royalti dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor pertambangan nikel.
Posisi Nikel dalam Strategi Hilirisasi
Meski harga nikel mengalami penyesuaian, komoditas ini tetap menjadi andalan Indonesia dalam upaya mempercepat hilirisasi industri mineral. Pemerintah tetap mengedepankan kebijakan pengolahan nikel di dalam negeri sebelum diekspor dalam bentuk produk turunan seperti nickel matte, mixed hydroxide precipitate (MHP), maupun produk akhir baterai kendaraan listrik.
Fluktuasi harga jangka pendek dipandang wajar oleh pemerintah maupun pelaku industri, mengingat nilai tambah dari hilirisasi memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian nasional.