ESDM

Menuju Energi Bersih: Kementerian ESDM Targetkan Seluruh Pembangkit Listrik Gas Berbasis Hidrogen pada 2051

Menuju Energi Bersih: Kementerian ESDM Targetkan Seluruh Pembangkit Listrik Gas Berbasis Hidrogen pada 2051
Menuju Energi Bersih: Kementerian ESDM Targetkan Seluruh Pembangkit Listrik Gas Berbasis Hidrogen pada 2051

JAKARTA — Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam transisi energi bersih dengan menetapkan target ambisius: seluruh pembangkit listrik berbasis gas di Tanah Air akan menggunakan hidrogen sepenuhnya pada tahun 2051. Langkah ini merupakan bagian dari upaya besar menuju emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060 atau bahkan lebih cepat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) terkait dekarbonisasi sektor energi nasional.

Dalam pernyataannya pada ajang New Energy Vehicle Summit 2025, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Edi Wibowo, menekankan pentingnya hidrogen sebagai sumber energi alternatif yang bersih dan ramah lingkungan.

“Target kita tahun 2051 untuk pembangkit listrik sudah 100 persen menggunakan hidrogen. Ini adalah bagian dari target besar dalam Keppres untuk mencapai net zero emission di tahun 2060 atau lebih cepat,” ujar Edi.

Menurut Edi, hidrogen memiliki fleksibilitas pemanfaatan yang sangat luas, mulai dari sektor industri, transportasi, jaringan gas, hingga pembangkit listrik. Selain untuk kebutuhan domestik, pengembangan teknologi hidrogen juga berpotensi besar untuk ekspor, yang berarti kontribusi positif terhadap pendapatan negara melalui devisa.

“Di samping untuk industri, transportasi, dan pembangkit listrik, pengembangan hidrogen juga dapat dimanfaatkan untuk ekspor. Ini salah satu upaya strategis yang dapat meningkatkan devisa negara,” lanjut Edi.

Tiga Fase Transformasi Energi Hidrogen

Kementerian ESDM telah menyusun dokumen strategis bernama Roadmap Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN) yang menggariskan arah pengembangan hidrogen dan amonia sebagai bagian dari transisi energi. Roadmap ini mencakup periode 2025 hingga 2060 dan dibagi ke dalam tiga fase utama:

Fase Inisiasi (2025–2034):

Pada tahap awal ini, fokus utama adalah uji coba teknologi dan pengembangan kapasitas awal. Salah satu proyek penting adalah co-firing amonia di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan komposisi campuran antara 3% hingga 30%. Sementara itu, pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), akan dilakukan co-firing hidrogen sebesar 3% hingga 10%.

Selain itu, pada tahun 2027 dijadwalkan dimulainya komersialisasi pembangkit hybrid berbasis fuel cell yang menggantikan bahan bakar diesel dengan hidrogen sebesar 5–10%.

Fase Pengembangan dan Integrasi (2035–2045):

Di fase ini, Indonesia akan mulai mengoperasikan pembangkit listrik berbasis amonia dengan kapasitas mencapai 2 gigawatt (GW) pada 2045. PLTU akan mengimplementasikan co-firing 60% amonia, sementara PLTG akan menggunakan campuran hidrogen hingga 60%.

Program pembangkit hybrid fuel cell juga terus dikembangkan, dengan rasio dedieselisasi berbasis hidrogen ditargetkan naik menjadi 10%–20%.

Fase Akselerasi dan Keberlanjutan (2046–2060):

Puncak implementasi roadmap ini akan tercapai pada fase akselerasi. Pada periode ini, PLT hidrogen akan mulai beroperasi secara masif, ditargetkan mencapai kapasitas 25,3 GW pada 2060. Sementara pembangkit amonia akan mencapai kapasitas hingga 8,4 GW.

Penggunaan hidrogen untuk proses dedieselisasi akan meningkat hingga 40% dan permintaan hidrogen dari sektor pembangkit listrik diproyeksikan mencapai 4,2 juta ton per tahun pada 2060. PLTU diharapkan dapat sepenuhnya beroperasi dengan amonia (100%), sedangkan PLTG akan melaksanakan co-firing hidrogen sebesar 60% hingga 100%.

Peran Strategis Hidrogen dalam Transisi Energi

Hidrogen dinilai sebagai game changer dalam upaya global mengurangi emisi karbon. Di banyak negara, hidrogen mulai diposisikan sebagai sumber energi bersih yang efisien dan dapat diandalkan. Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya energi dan memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) yang besar, dinilai memiliki posisi strategis dalam pengembangan hidrogen.

Selain mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, adopsi hidrogen juga menjadi bagian dari diplomasi energi dan perdagangan karbon. Dengan investasi yang tepat dan dukungan kebijakan, Indonesia berpeluang menjadi produsen sekaligus eksportir hidrogen di kawasan Asia.

“Keberadaan roadmap ini bukan hanya panduan teknis, tetapi juga instrumen strategis untuk mengarahkan pembangunan infrastruktur energi berbasis hidrogen secara nasional dan menjadikannya bagian dari ekonomi hijau,” tegas Edi Wibowo.

Tantangan dan Kebutuhan Investasi

Meskipun roadmap sudah tersedia dan target ditetapkan, pengembangan energi hidrogen tentu tidak lepas dari tantangan. Kebutuhan teknologi canggih, investasi besar, regulasi pendukung, dan kesiapan sumber daya manusia menjadi faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pemerintah dan pelaku industri.

Pemerintah membuka peluang investasi swasta, baik domestik maupun asing, untuk turut serta dalam pembangunan infrastruktur hidrogen. Kemitraan strategis antara BUMN energi, sektor swasta, dan mitra internasional juga terus dijajaki untuk mempercepat pengembangan ekosistem hidrogen nasional.

Menurut analisis internal EBTKE, dibutuhkan lebih dari USD 25 miliar dalam tiga dekade mendatang untuk membangun sistem energi berbasis hidrogen, mulai dari produksi, distribusi, penyimpanan, hingga penggunaannya di berbagai sektor.

Dukungan Kebijakan dan Kolaborasi Lintas Sektor

Pemerintah melalui Kementerian ESDM juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain untuk mengintegrasikan hidrogen ke dalam kebijakan energi nasional. Dukungan regulasi, seperti pemberian insentif fiskal, penyederhanaan izin investasi, serta integrasi dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), menjadi bagian dari strategi percepatan.

“Transisi menuju energi bersih tidak bisa dilakukan sendiri. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor, lintas lembaga, dan juga dukungan publik yang kuat,” pungkas Edi.

Transformasi pembangkit listrik gas menuju hidrogen adalah langkah besar dan visioner dari pemerintah Indonesia dalam menjawab tantangan perubahan iklim dan transisi energi global. Dengan roadmap yang jelas, target ambisius, serta kolaborasi luas, Indonesia menempatkan diri sebagai pionir energi bersih di kawasan Asia Tenggara.

Upaya ini bukan hanya soal pencapaian angka nol emisi, tapi juga tentang kemandirian energi, peningkatan daya saing industri, dan masa depan lingkungan yang lebih baik untuk generasi mendatang. Pemerintah kini menatap 2051 sebagai tonggak sejarah energi bersih Indonesia — saat seluruh pembangkit gas di Tanah Air akan sepenuhnya digerakkan oleh hidrogen.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index