JAKARTA - Kondisi harga sembako di Sumatera Utara hari ini, Senin, 7 Juli 2025, memperlihatkan ketimpangan harga yang patut menjadi perhatian masyarakat dan pengambil kebijakan. Data terbaru yang dirilis Badan Pangan Nasional menunjukkan adanya perbedaan signifikan harga sejumlah komoditas pokok seperti beras premium dan minyak goreng di berbagai kabupaten/kota di provinsi ini. Temuan ini penting untuk dijadikan acuan, khususnya bagi konsumen dan pelaku usaha kecil yang terdampak langsung oleh fluktuasi harga kebutuhan pokok.
Di satu sisi, Kabupaten Nias Utara mencatatkan harga beras premium tertinggi di Sumatera Utara, yaitu Rp 17.833 per kilogram. Harga ini jauh di atas harga beras premium terendah yang tercatat di Kabupaten Toba hanya Rp 14.417 per kilogram. Perbedaan lebih dari Rp 3.000 per kilogram ini bukan hanya sekadar angka, melainkan berdampak nyata pada daya beli masyarakat di daerah-daerah dengan harga tertinggi.
Sementara itu, untuk komoditas minyak goreng, harga kemasan per liter paling mahal tercatat di Kabupaten Nias Barat yang mencapai Rp 21.000. Sebaliknya, harga terendah ditemukan di Kota Binjai dengan Rp 17.033 per liter. Selisih harga minyak goreng hingga hampir Rp 4.000 per liter ini kembali menegaskan perlunya pemerataan distribusi dan pengawasan harga agar masyarakat di kabupaten dengan harga tinggi tidak semakin terbebani.
Data yang dirilis Badan Pangan Nasional ini juga memperlihatkan harga rata-rata beras premium di Sumatera Utara berada di kisaran Rp 16.144 per kilogram. Harga rata-rata ini relatif masih berada di atas HAP/HET/HPP (Harga Acuan Pembelian/Harga Eceran Tertinggi/Harga Pokok Produksi) yang ditetapkan sebesar Rp 15.400 per kilogram. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait efektivitas kebijakan stabilisasi harga di tingkat daerah, mengingat masih banyak kabupaten/kota dengan harga yang jauh di atas ketentuan nasional.
Selain beras dan minyak goreng, komoditas lainnya seperti bawang merah, bawang putih, cabai, daging ayam ras, telur, gula konsumsi, dan berbagai produk laut seperti ikan kembung, tongkol, hingga bandeng juga tercatat mengalami variasi harga yang cukup lebar di antara kabupaten/kota di Sumatera Utara. Misalnya, harga cabai merah keriting di kabupaten tertentu tercatat hingga Rp 58.000 per kilogram, sedangkan di daerah lain bisa lebih murah hingga belasan ribu rupiah per kilogram.
Adapun harga bawang merah di kabupaten dengan harga tertinggi seperti Nias Barat, tercatat Rp 48.000 per kilogram, jauh di atas kabupaten lain yang rata-rata hanya sekitar Rp 33.000–38.000 per kilogram. Sementara harga daging sapi murni, yang di beberapa kabupaten menembus Rp 170.000 per kilogram, menjadi salah satu beban terberat bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kondisi ini diperparah oleh harga daging ayam ras yang juga bervariasi hingga belasan ribu rupiah per kilogram antar kabupaten.
Data lengkap harga kebutuhan pokok lainnya yang dicatat meliputi tepung terigu, minyak goreng curah, minyakita, garam konsumsi, daging kerbau beku, hingga ikan segar seperti kembung, tongkol, dan bandeng. Dari tabel panjang yang disediakan Badan Pangan Nasional, terlihat beberapa kabupaten seperti Mandailing Natal, Asahan, Deli Serdang, dan Kota Medan relatif memiliki harga kebutuhan pokok yang mendekati rata-rata provinsi, sementara kabupaten/kota lain, khususnya yang berada di kawasan kepulauan atau daerah dengan akses distribusi yang sulit, cenderung memiliki harga lebih tinggi.
Selisih harga yang cukup ekstrem di beberapa kabupaten/kota Sumatera Utara ini berpotensi memperlebar kesenjangan ekonomi antarwilayah, karena masyarakat di daerah dengan harga lebih tinggi harus mengalokasikan belanja lebih besar untuk kebutuhan pokok harian. Apabila tidak ada langkah konkret dari pemerintah daerah dan pusat dalam hal pengawasan distribusi, intervensi harga, maupun penyediaan pasokan yang merata, ketimpangan ini akan semakin menekan perekonomian masyarakat kecil di wilayah tertentu.
Badan Pangan Nasional menekankan bahwa harga-harga ini dipantau secara harian untuk menjaga stabilitas ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Data harga juga digunakan sebagai salah satu dasar evaluasi kebijakan pangan nasional yang bertujuan menjaga inflasi pangan dalam koridor target pemerintah.
Ke depan, diperlukan sinergi yang lebih solid antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku distribusi, serta pelaku usaha lokal agar upaya stabilisasi harga kebutuhan pokok tidak hanya berjalan di atas kertas. Masyarakat di daerah yang sering mengalami harga tinggi, seperti kabupaten di wilayah kepulauan Sumatera Utara, harus menjadi prioritas utama agar ketimpangan tidak semakin tajam.
Di tengah gejolak harga yang masih terjadi, konsumen juga dihimbau untuk lebih cermat dalam berbelanja dengan membandingkan harga di pasar tradisional, toko modern, dan penjual daring untuk mendapatkan harga terbaik. Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional dan dinas terkait di tiap daerah juga diharapkan terus meningkatkan pengawasan, tidak hanya pada harga, tetapi juga pada kelancaran distribusi pangan, agar tidak terjadi penimbunan dan permainan harga yang merugikan masyarakat.
Dengan demikian, transparansi data seperti yang dipublikasikan hari ini menjadi salah satu langkah strategis untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi akurat terkait harga pangan, sehingga mampu mengantisipasi kenaikan harga dan merencanakan pengeluaran rumah tangga dengan lebih baik.