Jawa Barat mencatat penurunan harga secara umum atau deflasi sebesar 0,68 persen pada Januari 2025. Penyebab utama deflasi ini adalah pemberlakuan diskon tarif listrik oleh PT PLN (Persero). Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, Darwis Sitorus, mengungkapkan hal ini dalam rilis Berita Resmi Statistik di aula kantor BPS Provinsi Jawa Barat pada Senin, 3 Februari 2025.
"Kebijakan diskon tarif listrik oleh PLN berkontribusi signifikan terhadap penurunan tingkat inflasi di Jawa Barat, dengan memberikan andil deflasi sebesar 1,34 persen dari kelompok pengeluaran Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga," ujar Darwis Sitorus.
Inflasi dan Deflasi Menurut Kelompok Pengeluaran
Berdasarkan data dari BPS, inflasi year on year (YoY) di Jawa Barat tercatat sebesar 0,79 persen. Sementara itu, deflasi terbesar berasal dari Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga yang mencapai 7,89 persen. Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan juga mengalami deflasi sebesar 0,11 persen.
“Selain dua kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi itu, sembilan kelompok pengeluaran lainnya mengalami inflasi secara month to month pada Januari 2025," Darwis menambahkan. Inflasi tertinggi terjadi pada Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau yang mencapai 1,65 persen, disusul oleh Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya sebesar 0,66 persen.
Kelompok lainnya juga mencatat inflasi, yakni Kelompok Pakaian dan Alas Kaki sebesar 0,05 persen, Perlengkapan, Peralatan, dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga sebesar 0,1 persen, Kesehatan sebesar 0,42 persen, Transportasi sebesar 0,56 persen, Rekreasi, Olahraga, dan Budaya sebesar 0,16 persen, Pendidikan sebesar 0,23 persen, serta Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran sebesar 0,21 persen.
Komoditas Penyumbang Deflasi dan Inflasi
Menurut data komoditas, tarif listrik berkontribusi memberikan deflasi tertinggi yaitu 1,36 persen diikuti oleh bawang merah sebesar 0,02 persen. Di sisi lain, beberapa komoditas justru mengalami kenaikan harga dan memberikan kontribusi terhadap inflasi, misalnya cabai rawit sebesar 0,19 persen, cabai merah sebesar 0,14 persen, serta bensin dan emas perhiasan yang masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,03 persen.
Deflasi di Berbagai Kabupaten/Kota
Seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat mengalami deflasi pada Januari 2025. Kabupaten Bandung dan Kabupaten Subang mencatatkan deflasi tertinggi masing-masing sebesar 0,99 persen. "Deflasi terendah terjadi di Kota Bekasi yang hanya mencapai 0,26 persen," jelas Darwis lebih lanjut.
Di tempat lain, Kota Bogor mencatat deflasi sebesar 0,54 persen, Kota Sukabumi sebesar 0,60 persen, Kota Bandung sebesar 0,89 persen, Kota Cirebon sebesar 0,77 persen, sementara Kota Depok dan Kota Tasikmalaya masing-masing sebesar 0,76 persen dan 0,79 persen.
Kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP)
Selain tren deflasi, Darwis juga membagikan berita baik mengenai kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Barat. "NTP pada Januari 2025 meningkat 2,21 persen secara month to month menjadi 114,17, dibandingkan Desember 2024," tambahnya. Peningkatan ini disebabkan oleh naiknya indeks harga yang diterima petani sebesar 2,34 persen, lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,14 persen.
Peningkatan NTP tertinggi dicatat subsektor hortikultura yang mencapai 11,04 persen dengan komoditas dominan seperti cabai merah, cabai rawit, dan wortel. Diikuti oleh subsektor tanaman pangan yang tumbuh 1,03 persen, sementara subsektor peternakan dan tanaman perkebunan rakyat masing-masing tumbuh sebesar 0,49 persen dan 0,33 persen.
Namun, subsektor perikanan mengalami penurunan sebesar 1,22 persen akibat penurunan harga komoditas seperti rajungan, cumi-cumi, dan nila di perikanan tangkap. Untuk perikanan budidaya, penurunan dipengaruhi oleh produk seperti bandeng payau, nila, dan udang payau.
Kenaikan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP)
Selain NTP, Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) di Jawa Barat juga menunjukkan peningkatan sebesar 1,66 persen di bulan Januari 2025, mencapai angka 116,61. "Peningkatan ini disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani yang naik 2,34 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal yang naik sebesar 0,67 persen," jelas Darwis.
Subsektor hortikultura kembali mencatat kenaikan NTUP tertinggi yaitu sebesar 10,48 persen, diikuti oleh subsektor peternakan dan tanaman pangan masing-masing sebesar 0,45 persen dan 0,38 persen. Penurunan NTUP tertinggi terjadi di subsektor perikanan sebesar -1,76 persen dan subsektor tanaman perkebunan rakyat yang hampir stagnan dengan penurunan sebesar 0,02 persen.
Dengan adanya data dan rilis resmi ini, diharapkan para pelaku ekonomi serta masyarakat dapat mengambil langkah strategis dalam menghadapi dinamika harga dan komoditas di Jawa Barat, khususnya dengan adanya kebijakan diskon tarif listrik yang membawa dampak signifikan terhadap perekonomian daerah.