JAKARTA - Kesadaran masyarakat untuk lebih peduli terhadap kondisi cuaca dan potensi kebakaran lahan menjadi sangat penting. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda (SIM) kembali menekankan hal itu setelah mendeteksi kemunculan puluhan titik panas di wilayah Aceh. Sejak Sabtu, 5 Juli 2025 sebanyak 53 titik panas terpantau menyebar di sejumlah kabupaten/kota di Tanah Rencong.
Titik panas yang terdeteksi paling banyak berada di dua wilayah, yakni Aceh Jaya dan Gayo Lues, masing-masing sebanyak 10 titik. Sementara daerah lain meliputi Aceh Tengah (6 titik), Aceh Selatan (5 titik), Bireuen (5 titik), Aceh Barat (4 titik), Aceh Besar (4 titik), Aceh Barat Daya atau Abdya (3 titik), Nagan Raya (3 titik), Bener Meriah (1 titik), Pidie (1 titik), dan Subulussalam (1 titik).
Prakirawan BMKG, Dedi, dalam keterangan pada Minggu, 6 Juli 2025 menegaskan, masyarakat harus lebih waspada dengan kondisi cuaca panas yang ekstrem ini. Ia meminta warga agar tidak membuka lahan dengan cara membakar, baik itu untuk keperluan bertani maupun berkebun. Menurut Dedi, kebiasaan membuka lahan dengan membakar hanya akan memperbesar risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang bisa berujung pada bencana asap.
“Laporkan segera ke petugas jika melihat tanda-tanda kebakaran atau asap yang mencurigakan,” ujar Dedi. Ia juga mengingatkan, masyarakat hendaknya tidak membuang puntung rokok sembarangan di area kebun atau lahan kosong, mengingat kondisi suhu kering yang sangat mudah memicu kebakaran.
Dedi menjelaskan, suhu maksimum di beberapa wilayah Aceh diprediksi masih akan bertahan pada kisaran 35-36 derajat Celsius dalam beberapa hari mendatang. Kondisi ini turut memicu kekhawatiran terkait menurunnya kualitas udara yang dapat berdampak pada kesehatan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lanjut usia (lansia).
BMKG juga menekankan, indeks sinar ultraviolet (UV) pada siang hari, terutama di rentang pukul 11.00-14.00 WIB, diperkirakan berada pada level sangat tinggi hingga ekstrem. “Potensi berdampak pada kesehatan kulit dan mata,” jelas Dedi. Ia menyarankan warga yang terpaksa beraktivitas di luar rumah untuk menggunakan perlindungan diri, seperti topi, jaket, kacamata hitam, dan tabir surya, guna meminimalisir efek buruk sinar UV yang intens.
Selain itu, masyarakat diminta untuk membatasi paparan sinar matahari secara langsung pada jam-jam rawan tersebut, serta memperbanyak minum air putih agar terhindar dari dehidrasi akibat suhu panas ekstrem.
Potensi Angin Kencang dan Gelombang Sedang
BMKG juga memperingatkan potensi angin kencang yang diprediksi masih dapat terjadi di beberapa wilayah Aceh, khususnya pada siang hingga sore hari. Untuk wilayah Banda Aceh, kondisi cuaca dalam beberapa hari ke depan masih diprakirakan cerah hingga cerah berawan. Namun, masyarakat diimbau tetap waspada karena angin kencang dapat muncul sewaktu-waktu.
Dedi menambahkan, untuk kondisi perairan sekitar Aceh, tinggi gelombang laut diperkirakan berada pada kisaran 1,25 hingga 2,5 meter, yang dikategorikan sedang. Gelombang ini dapat dijumpai di perairan Sabang-Banda Aceh, Abdya-Simeulue, Aceh Besar-Meulaboh, Aceh Singkil-Pulo Banyak, hingga perairan selatan Simeulue.
Kondisi ini berpotensi membahayakan pelayaran, terutama bagi perahu nelayan, kapal tongkang, dan kapal berukuran kecil lainnya. “Khusus untuk perahu nelayan, kecepatan angin 15 knot dengan tinggi gelombang 1,25 meter sudah masuk kategori berisiko. Sementara untuk kapal tongkang, risiko meningkat jika kecepatan angin 16 knot dan tinggi gelombang mencapai 1,5 meter,” ungkap Dedi.
BMKG memprediksi peringatan terkait potensi angin kencang dan gelombang sedang ini berlaku hingga 9 Juli 2025. Dedi menegaskan, keselamatan pelayaran harus menjadi prioritas bagi nelayan dan pengguna transportasi laut. Jika kondisi cuaca tidak mendukung, nelayan diimbau untuk menunda keberangkatan agar terhindar dari risiko kecelakaan di laut.
Ajak Masyarakat Waspada dan Proaktif
Lebih lanjut, BMKG meminta masyarakat Aceh tetap menjaga komunikasi dengan petugas setempat, termasuk Babinsa, Babinkamtibmas, BPBD, atau petugas kelurahan dan desa. Ini penting agar laporan terkait kebakaran, asap mencurigakan, maupun kondisi cuaca ekstrem dapat ditangani secara cepat.
“Kerja sama masyarakat menjadi kunci utama dalam mencegah kebakaran lahan yang lebih luas dan dampak kesehatan akibat polusi asap,” ujar Dedi. Ia juga menyebutkan, pemerintah daerah telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mempersiapkan langkah mitigasi jika terjadi peningkatan titik panas atau kebakaran lahan di beberapa wilayah Aceh.
Dengan proyeksi cuaca ekstrem dan kondisi lingkungan yang rentan memicu karhutla, BMKG berharap seluruh elemen masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan. Segala upaya pencegahan dinilai jauh lebih baik daripada upaya penanggulangan setelah kebakaran meluas.
Selain menjaga diri dan lingkungan, Dedi menegaskan pentingnya edukasi di tingkat keluarga, terutama pada anak-anak, agar memahami bahaya bermain api atau membakar sampah sembarangan di musim panas yang kering ini.
“Dengan informasi yang akurat dan kesadaran bersama, kita semua bisa meminimalkan risiko bencana karhutla yang dapat merugikan banyak pihak,” pungkas Dedi.