Pesantren terbaik di Indonesia kerap jadi pilihan keluarga muslim untuk pendidikan yang menggabungkan ilmu agama dengan pengetahuan umum.
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, ajaran Islam telah menyatu erat dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam bidang pendidikan.
Orang tua dengan pemahaman keislaman yang baik biasanya lebih memilih menyekolahkan anaknya ke pesantren dibandingkan sekolah umum.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam khas Indonesia, terutama berkembang di Pulau Jawa. Lembaga ini telah ada sejak lama, jauh sebelum sistem pendidikan modern muncul.
Keberadaannya dimulai sejak Islam masuk ke Nusantara melalui para da’i, mubaligh, dan wali dari luar negeri. Sistem pembelajaran di pesantren mencakup kurikulum yang seimbang antara ilmu-ilmu ukhrawi dan pengetahuan duniawi.
Awalnya, pesantren tumbuh dari keberadaan seorang kiai di suatu wilayah. Santri yang ingin menimba ilmu agama kemudian datang untuk belajar. Seiring bertambahnya jumlah santri, mulailah dibangun gubuk atau asrama di sekitar rumah kiai.
Pada masa dahulu, para kiai tidak fokus pada pembangunan fisik pesantren, melainkan pada pengajaran agama agar santri memahami ajaran Islam dengan baik. Tempat tinggal santri sering kali sederhana, bahkan dibangun sendiri di sekitar rumah kiai.
Pertumbuhan jumlah santri memicu pendirian lebih banyak pondok. Informasi tentang pesantren pun menyebar luas, seperti yang terjadi pada masa Wali Songo.
Sejak dahulu, pesantren berperan besar dalam perkembangan Islam dan kemajuan bangsa Indonesia. Catatan sejarah menunjukkan kegiatan pendidikan agama di Nusantara sudah ada sejak 1596.
Dalam catatan cendekiawan Islam seperti Howard M. Federspiel, sekitar abad ke-12, pusat kajian agama di Aceh (disebut dayah), Palembang, Jawa Timur, dan Gowa sudah melahirkan karya-karya penting dan menarik banyak santri dari berbagai daerah.
Sayangnya, masih ada pandangan keliru tentang pesantren, yang dianggap kuno atau radikal. Padahal, banyak tokoh besar negeri ini merupakan lulusan pesantren, termasuk Presiden ke-4 Indonesia, almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Oleh karena itu, melalui ulasan ini akan dibahas daftar pesantren terbaik di Indonesia yang patut diketahui.
Daftar Pesantren Terbaik di Indonesia
Berikut adalah beberapa daftar pesantren terbaik di Indonesia. Perlu diingat, penilaian terbaik di sini didasarkan pada tingkat popularitas.
Bukan berarti pesantren lainnya kurang berkualitas, karena pada dasarnya hampir semua memiliki mutu yang sama baiknya. Hanya saja, ada sebagian pesantren yang belum terlalu dikenal luas oleh masyarakat.
Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo
Lembaga pendidikan ini menjadi salah satu yang paling berpengaruh di Indonesia. Sistem pengajarannya telah menjadi rujukan bagi ratusan pesantren modern di tanah air.
Para alumninya tersebar di berbagai belahan dunia, banyak di antaranya yang menjadi tokoh penting.
Didirikan pada 20 September 1926 oleh tiga bersaudara—K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainudin Fananie, dan K.H. Imam Zarkasyi—pesantren ini memadukan konsep pendidikan tradisional dengan kurikulum modern.
Integrasi pelajaran agama dan umum dijalankan dengan tujuan membentuk karakter berpikir kritis, adil, efisien, dan inovatif.
Sistem pendidikannya menggunakan Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyyah (KMI) dengan masa belajar empat atau enam tahun, mencakup tingkat Tsanawiyah dan Aliyah.
Saat ini, Gontor memiliki sekitar 20 cabang resmi dan lebih dari 350 pesantren alumni yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan
Dikenal sebagai salah satu pesantren tertua di Indonesia, Sidogiri berfokus pada pendidikan teologi, syariah, dan akhlak berdasarkan Ahlussunnah wal Jama’ah.
Lembaga ini telah melahirkan banyak ulama besar sejak abad ke-17, termasuk Syaikhona Cholil Bangkalan yang disegani. Awalnya, pengajaran dilakukan melalui sistem tatap muka langsung dengan kyai.
Namun, sejak 15 April 1938, di bawah kepemimpinan K.H. Abdul Djalil, Sidogiri mulai menerapkan sistem pendidikan Ma’hadiyyah dan Madrasiyyah.
Pesantren ini terkenal sebagai pusat pengajaran kitab kuning menggunakan metode al-Miftah, yang memudahkan santri muda memahaminya.
Pengelolaan lembaganya terbilang maju, dengan koperasi berbasis ekonomi syariah, ratusan cabang madrasah, dan pengiriman ratusan guru serta dai ke wilayah terpencil setiap tahun.
Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta
Didirikan pada 1 April 1974 oleh (Alm) KH. Abdul Manaf Mukhayyar bersama dua sahabatnya, (Alm) KH. Qamaruzzaman dan KH. Mahrus Amin, pesantren ini menerapkan sistem pendidikan berasrama dengan kurikulum terpadu, serta pengajaran bahasa Arab dan Inggris secara intensif.
Dengan lingkungan yang kondusif, Darunnajah berkomitmen membentuk generasi pemimpin yang berilmu, berakhlak, sederhana, mandiri, menjunjung ukhuwah Islamiyah, dan berpegang pada Al-Qur’an serta Sunnah.
Kurikulumnya mengadopsi Tarbiyatul Mu’allimin wal Mu’allimat al-Islamiyah (TMI) selama enam tahun, setara dengan jenjang Tsanawiyah dan Aliyah.
Di tingkat SMA, tersedia program Madrasah Aliyah (jurusan agama dan IPS) serta SMA umum (jurusan IPA).
Kini, Darunnajah berkembang menjadi jaringan besar dengan 17 cabang dan 57 unit pendidikan di berbagai daerah seperti Sumatera, Tangerang, Bogor, Jakarta, dan Serang.
Pondok Pesantren Langitan Tuban
Didirikan pada tahun 1852, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, Pondok Pesantren Langitan merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di tanah air.
Pesantren ini telah menjadi tempat lahirnya banyak tokoh penting, di antaranya KH. Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asy’ari, dan KH. Syamsul Arifin.
Dalam pengajarannya, Langitan menerapkan dua metode pendidikan: sistem klasikal (madrasiyah) yang terstruktur dengan kurikulum, program, jenjang, dan kegiatan yang jelas, serta sistem nonklasikal (ma’hadiyah) dengan metode wethon atau bandongan dan sorogan.
Pada metode wethon atau bandongan, kiai membacakan dan menerjemahkan kitab kuning sementara santri menyimak dan memberi makna.
Sedangkan metode sorogan memungkinkan santri membaca kitab langsung di hadapan guru untuk mendapatkan koreksi.
Pondok Pesantren Lirboyo Kediri
Berdiri pada tahun 1910 di Kecamatan Mojoroto, Kediri, Jawa Timur, pesantren ini diambil dari nama desa Lirboyo, tempat awal berdirinya.
Didirikan oleh Kyai Sholeh dari Desa Banjarmelati, pesantren ini kemudian dilanjutkan oleh menantunya, KH. Abdul Karim dari Magelang.
Sejak lama, Lirboyo menjadi pusat kajian Islam, bahkan turut terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, seperti mengirim santri dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Sebagai lembaga pendidikan, Lirboyo memadukan tradisi keilmuan Islam yang kokoh dengan keterbukaan terhadap perkembangan zaman, menghasilkan lulusan yang mumpuni dalam bidang agama dan sosial.
Pondok Pesantren Tebuireng Jombang
Didirikan pada tahun 1899 oleh Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama, pesantren ini lahir dari semangat mengamalkan ilmu setelah beliau menempuh pendidikan di berbagai lembaga di Mekkah.
Pada awalnya, metode pembelajaran di Tebuireng menggunakan sorogan—di mana santri membaca kitab di hadapan guru—dan wethon atau bandongan—kiai membacakan kitab dan santri menafsirkannya.
Penjenjangan pendidikan tidak sepenuhnya berbasis kelas, melainkan pada capaian santri yang diukur dari kitab yang telah khatam. Fokus materinya mencakup ilmu agama Islam, syariat, dan bahasa Arab.
Kini, Tebuireng telah berkembang dengan unit pendidikan yang beragam, mulai dari Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), SMP, SMA, hingga Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY).
Pondok Pesantren Daar El Qolam Banten
Didirikan pada 20 Januari 1968 oleh Haji Qasad Mansyur, pesantren ini kemudian diteruskan oleh Drs. K.H. Ahmad Rifai Arief.
Setelah beliau wafat pada 15 Juni 1997, kepemimpinan berlanjut kepada K.H. Drs. Ahmad Syahiduddin, K.H. Adrian Mafatihullah Karim, dan Hj. Enah Huwaenah.
Sebagai pesantren modern, lembaga ini tidak hanya fokus pada pengajaran kitab klasik, tetapi juga mengintegrasikan pendidikan agama dan umum dengan metode pengajaran kontemporer.
Awalnya hanya memiliki 22 santri dari kalangan keluarga, kerabat, dan warga sekitar, kini setelah lebih dari lima dekade berkembang menjadi pesantren besar dengan lebih dari 370 pengajar dan sekitar 5.000 santri dari berbagai daerah di Indonesia.
Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang
Berlokasi di Desa Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, pesantren ini berdiri pada tahun 1967 oleh KH. Maimun Zubair.
Cikal bakalnya adalah kelompok pengajian yang dibentuk oleh KH. Ahmad Shuaib dan KH. Zubair Dahlan, awalnya diadakan di sebuah mushola.
Perkembangan berikutnya melahirkan tiga kompleks: Kompleks A yang dikelola KH. Maimun Zubair, putra KH. Zubair Dahlan; Kompleks B yang dikembangkan KH. Abdul Rochim Ahmad menjadi PP Ma’hadul Ulumis Syar’iyah; dan Kompleks C yang mendukung kegiatan lainnya.
Tujuan pendirian pesantren ini adalah untuk melanjutkan tradisi pengajian sekaligus membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, terutama nelayan.
Sistem pendidikan yang diterapkan bercorak salafiyah, dengan metode bandongan dan sorogan, dilengkapi program Muhadloroh atau Madrasah Ghozaliyyah hingga tingkat aliyah, dan diteruskan ke PPTM (Ma’had ‘Aly) dengan masa studi dua tahun.
Pondok Pesantren Raudlatul Hasanah Medan
Pesantren ini dikenal sebagai salah satu pondok pesantren alumni Gontor terbesar di Sumatera, didirikan oleh al-Ustadz Usman Husni yang merupakan lulusan Pondok Modern Darussalam Gontor.
Diresmikan pada 18 Oktober 1982, lembaga ini mengadopsi program Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) yang kurikulumnya merupakan perpaduan antara Madrasah Ibtidaiyah Padang Panjang dan pola pendidikan pesantren di Jawa.
Para santri mendapat pembinaan selama 24 jam untuk membentuk pribadi berkarakter IQRA (’Ilmy, Qur’any, Rabbany, dan ’Alamy) yang siap mengamalkan ilmunya di tengah masyarakat dengan kecerdasan, keikhlasan, dan akhlak mulia.
Konsep IQRA memadukan kemampuan berpikir (’ilmy, ’alamy) dengan kekuatan dzikir (qur’any, rabbany), sehingga menghasilkan kecerdasan yang berlandaskan moralitas Islami.
Pondok Pesantren Nur El Falah Banten
Berdiri pada tahun 1943, pesantren ini didirikan oleh KH. Abdul Kabier, tokoh pendidikan Banten sekaligus murid Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari.
Berlokasi di Kampung Kubang, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Kilat, Kabupaten Serang, pesantren ini sejak awal berkomitmen mencetak cendekiawan muslim yang berakhlak mulia.
Saat ini, Nur El Falah tengah mengembangkan konsep pesantren berbasis teknologi, di mana orang tua dapat memantau perkembangan putra-putrinya secara daring—mulai dari kehadiran, kesehatan, aktivitas harian, nilai akademik, prestasi, tabungan, hingga catatan pelanggaran.
Kegiatan pendidikan di Pondok Pesantren ini dibagi menjadi empat tingkatan utama:
Al-Mubtadi – Tahap awal di mana santri dibekali penguasaan 140 materi pokok agama, mencakup aqidah, fiqh ibadah, muamalah, serta amaliyah sehari-hari.
Tujuannya agar santri mampu beribadah dengan baik sekaligus memimpin sholat dan tahlil. Proses ini berlangsung maksimal lima bulan.
- Tsanawi – Santri dilatih berkomunikasi menggunakan dua bahasa internasional, yakni Arab dan Inggris. Tahap ini dapat diselesaikan dalam waktu enam bulan.
- Aliyah – Peserta didik mempelajari kaidah ilmu Nahwu dan Sharaf, serta dibimbing agar mampu menerapkannya untuk membaca Kitab Kuning dengan tepat. Durasi tahap ini juga enam bulan.
- Ulya – Fase lanjutan yang memuat pembelajaran agama secara luas, meliputi Aqidah, Al-Qur’an, Hadits, Akhlak, Fiqh, Ushul Fiqh, Tajwid, Tafsir, Balaghah, Mantiq, dan mata pelajaran agama lainnya.
Program unggulan yang dimiliki Pesantren Nur El Falah antara lain:
- Pengambilan sidik jari calon santri untuk memetakan potensi, gaya belajar, keterampilan, bakat, dan aspek lainnya.
- Pembekalan keterampilan komputer dan teknologi.
- Kegiatan tahunan yang menghadirkan Syekh dari Al-Azhar, Mesir, untuk membimbing santri membaca Al-Qur’an dengan benar serta menghafalnya tanpa metode hafalan tradisional.
Pesantren ini menyediakan jenjang pendidikan formal yang lengkap, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), hingga Perguruan Tinggi STAIKHA (Sekolah Tinggi Agama Islam KH. Abdul Kabier).
Sebagai penutup, dengan kualitas pendidikan yang mumpuni dan nilai agama yang kuat, tak heran jika banyak orang memilih belajar di pesantren terbaik di Indonesia.