Kereta Api

Deretan Infrastruktur Pengaman Perlintasan Kereta Api: Dari Palang Pintu hingga CCTV, Cegah Kecelakaan Maut

Deretan Infrastruktur Pengaman Perlintasan Kereta Api: Dari Palang Pintu hingga CCTV, Cegah Kecelakaan Maut
Deretan Infrastruktur Pengaman Perlintasan Kereta Api: Dari Palang Pintu hingga CCTV, Cegah Kecelakaan Maut

JAKARTA - Kecelakaan tragis kembali mengguncang jalur kereta api di Indonesia. Pada Senin, 19 Mei 2025, sebuah insiden maut terjadi di perlintasan resmi JPL 08 Km 176+586, wilayah Stasiun Magetan, saat Kereta Api Malioboro Ekspres yang melaju dari Yogyakarta menabrak tujuh sepeda motor yang nekat menerobos perlintasan.

Akibat kejadian itu, empat orang dilaporkan tewas di tempat, sementara empat lainnya mengalami luka-luka serius. Polisi mengonfirmasi bahwa palang perlintasan dibuka terlalu cepat oleh petugas, padahal kereta belum sepenuhnya melintasi jalur tersebut.

“Masyarakat yang sudah menunggu di perlintasan ini masuk ke dalam perlintasan dan terserempet oleh kereta Malioboro Ekspres tersebut,” kata Kapolres Magetan, AKBP Raden Erik Bangun Prakasa.

Peristiwa ini menambah daftar panjang kecelakaan fatal di perlintasan sebidang, yang menjadi titik rawan tabrakan antara kendaraan dan kereta api. Lantas, seperti apa infrastruktur pengaman yang tersedia di perlintasan kereta api Indonesia?

Palang Pintu: Manual dan Otomatis

Palang pintu merupakan sistem penghalang utama untuk mencegah kendaraan melintasi rel saat kereta akan lewat. Terdapat dua jenis sistem: palang manual dan palang otomatis.

Palang manual dioperasikan langsung oleh petugas dengan menggunakan tuas atau engkol. Sedangkan palang otomatis bekerja secara elektrik, terintegrasi dengan sistem sinyal atau sensor kereta.

Meski keduanya dilengkapi dengan lampu merah berkedip dan alarm sirine, efektivitasnya sangat bergantung pada disiplin petugas dan pengguna jalan. Hingga 2024, dari 3.693 titik perlintasan di Pulau Jawa dan Sumatera, baru 1.883 titik (51 persen) yang dijaga secara aktif. Sisanya, 1.810 titik tidak memiliki palang atau penjaga, menjadikan mereka sebagai penyumbang utama insiden kecelakaan.

Alarm Sirine dan Lampu Merah Berkedip

Salah satu perangkat penting di perlintasan adalah alarm sirine dan lampu peringatan berkedip. Perangkat ini bekerja untuk memberikan sinyal audio dan visual kepada pengendara bahwa kereta akan melintas.

Biasanya, sistem ini aktif secara otomatis menggunakan sensor kereta atau dikendalikan oleh petugas. Peringatan ini dimulai dalam jarak ratusan meter sebelum kereta sampai ke perlintasan, memberi waktu untuk menutup palang dan menghentikan lalu lintas.

Dengan suara nyaring dan cahaya terang, pengguna jalan diharapkan tidak menerobos palang. Sayangnya, pelanggaran masih kerap terjadi meski alat ini berfungsi dengan baik.

CCTV dan Penegakan Hukum Elektronik (ETLE)

Seiring berkembangnya teknologi, banyak perlintasan kini dilengkapi kamera pengawas (CCTV) yang berfungsi untuk:

-Merekam kondisi lalu lintas dan pelanggaran;

-Memberikan bukti kejadian saat kecelakaan terjadi;

-Mendukung sistem penilangan elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

Dengan kerja sama antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Kepolisian, sistem ETLE diterapkan di beberapa titik perlintasan. Pelanggar yang terekam menerobos palang akan ditilang secara elektronik dan dapat dikenakan denda hingga Rp750.000 atau kurungan 3 bulan, sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Early Warning System (EWS)

Untuk meningkatkan waktu respon petugas dan pengguna jalan, beberapa titik perlintasan telah dilengkapi dengan Early Warning System (EWS).

Teknologi ini mengandalkan sensor jarak jauh seperti radar atau kamera yang diletakkan 500–1000 meter dari perlintasan. Ketika kereta terdeteksi, sistem akan:

-Memberikan sinyal ke pos jaga;

-Mengaktifkan sirine dan lampu lebih awal;

-Mempercepat proses penutupan palang sebelum kereta tiba.

Di Surabaya, sistem EWS mulai diujicoba di beberapa perlintasan sibuk dan menunjukkan hasil positif dalam mengurangi potensi kecelakaan.

Rambu dan Marka Jalan

Selain alat elektronik, perlintasan juga dilengkapi rambu peringatan dan marka jalan sebagai alat pengaman pasif. Beberapa jenis rambu yang lazim digunakan meliputi:

-Rambu simbol lokomotif

-Palang St. Andreas (rambu silang X)

-Tanda STOP atau tanda peringatan lainnya

Di permukaan jalan, terdapat garis berhenti dan marka zig-zag sebagai pengingat pengguna jalan untuk menjaga jarak aman sebelum rel. PT KAI juga menyediakan papan informasi nomor lintasan dan hotline darurat agar warga bisa segera melapor jika ada insiden seperti kendaraan mogok di rel.

Petugas Jaga Perlintasan

Petugas penjaga perlintasan memiliki peran krusial dalam menjamin keselamatan. Di titik-titik strategis, petugas bertugas selama 24 jam penuh untuk:

-Mengoperasikan palang pintu;

-Memantau sinyal dan jadwal kedatangan kereta;

-Mengatur lalu lintas sekitar rel jika terjadi kemacetan.

Namun, tidak semua perlintasan memiliki petugas. Perlintasan liar atau tidak resmi biasanya hanya dilengkapi rambu tanpa petugas, meningkatkan risiko kecelakaan.

Flyover, Underpass, dan Penutupan Perlintasan Liar

Sebagai langkah strategis, pemerintah gencar membangun flyover dan underpass untuk menggantikan perlintasan sebidang. Dalam periode 2018–2021, sebanyak 18 lokasi flyover/underpass telah dibangun di berbagai daerah, dan 24 jembatan penyeberangan disediakan untuk pengguna sepeda motor dan pejalan kaki.

Salah satu proyek besar adalah Flyover Djuanda di Bekasi, yang dibangun sejak 2022 untuk mengurangi risiko kecelakaan dan kemacetan di perlintasan jalur KRL Bekasi-Jakarta.

Selain pembangunan fisik, penutupan perlintasan liar juga terus dilakukan. Sepanjang tahun 2023, PT KAI menutup 107 titik perlintasan, dan pada periode Januari hingga 12 Agustus 2024, sebanyak 130 titik tambahan ditutup.

“KAI telah melakukan penutupan sebanyak 107 titik perlintasan pada tahun 2023. Selanjutnya pada periode Januari hingga 12 Agustus 2024, KAI berhasil menutup 130 titik perlintasan,” kata EVP of Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto Budiadji.

“Perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup,” lanjutnya, merujuk pada amanat Pasal 94 UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Teknologi Tak Cukup, Disiplin Pengguna Jalan Jadi Kunci

Berbagai teknologi dan infrastruktur telah disiapkan oleh pemerintah dan operator kereta api untuk meningkatkan keselamatan di perlintasan. Namun, upaya tersebut akan sia-sia jika kesadaran pengguna jalan masih rendah.

Tanpa kepatuhan terhadap rambu, sirine, dan palang pintu, risiko kecelakaan tetap tinggi. Oleh karena itu, edukasi publik, penegakan hukum, dan kerja sama lintas sektor menjadi faktor penentu keselamatan transportasi kereta api di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index