Minyak

Harga Minyak Goreng MinyaKita di Serang Melambung, Warga Beralih ke Minyak Curah

Harga Minyak Goreng MinyaKita di Serang Melambung, Warga Beralih ke Minyak Curah
Harga Minyak Goreng MinyaKita di Serang Melambung, Warga Beralih ke Minyak Curah

JAKARTA – Harga minyak goreng bersubsidi merek MinyaKita di Pasar Induk Rau, Kota Serang, Banten, melonjak tajam, mencapai Rp 18.000 per liter, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 15.700 per liter. Lonjakan harga ini membuat banyak konsumen, khususnya warga di Kota Serang, beralih ke minyak curah yang lebih terjangkau, terutama menjelang bulan Ramadan.

Ayu Yuni, seorang warga kawasan Cipocok Jaya, mengungkapkan pilihan yang harus ditempuh akibat kenaikan harga. "Sekarang MinyaKita sudah Rp18.000 per liter, padahal HET-nya Rp15.700. Sedangkan minyak curah cuma Rp14.000 per liter," kata Ayu saat ditemui di Pasar Rau, Kota Serang. Keputusan ini dianggap lebih ekonomis oleh banyak konsumen yang harus memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan anggaran yang terbatas.

Masalah ini juga dirasakan oleh para pelaku usaha kecil. Ifat Fatiah, seorang pedagang gorengan, mengaku terpaksa beralih ke minyak curah untuk menghemat biaya produksi. "Harga MinyaKita sudah jauh di atas normal. Kalau pakai itu, untungnya sedikit," ungkapnya. Efisiensi biaya menjadi prioritas bagi para pedagang kecil seperti Ifat, yang mengandalkan usaha makanan sebagai sumber pendapatan utama.

Selain harga yang melambung, penjualan MinyaKita mengalami tantangan lain. Menurut Ahmad Waldi, seorang pedagang di Pasar Rau, stok minyak goreng bersubsidi ini menumpuk karena semakin sedikitnya pembeli. "Saya beli di agen sudah Rp 17.000 per liter, jadi jual Rp 18.000. Banyak pembeli yang mengeluh," katanya. Penurunan minat konsumen terhadap MinyaKita berujung pada preferensi terhadap minyak curah yang lebih murah, dengan selisih harga mencapai Rp4.000 per liter.

Fenomena ini tidak hanya menjadi perhatian konsumen dan pedagang, tetapi juga pemerintah yang didesak untuk mengambil langkah stabilisasi harga kebutuhan pokok. Ifat menambahkan harapannya agar pemerintah, khususnya Presiden Prabowo, bisa mengatasi permasalahan ini. "Semoga harga kembali normal, turun ke Rp 15.700 lagi. Mohon kepada Bapak Presiden Prabowo, turunkan harga kebutuhan pokok," ujarnya dengan penuh harap.

Ketidakstabilan harga ini tidak hanya berdampak pada konsumen dan pedagang, tetapi juga menimbulkan implikasi lebih luas pada pasar dan ekonomi lokal. Tanda-tanda awal terjadinya distorsi pasar dapat dilihat dari meningkatnya ketergantungan terhadap produk alternatif seperti minyak curah. Efek domino ini dikhawatirkan akan mempengaruhi berbagai sektor terkait lainnya.

Pengamat ekonomi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dr. Hadi Pranoto, menilai bahwa pemerintah perlu mengambil langkah cepat untuk mengatasi kenaikan harga yang tidak terkendali ini. "Pemerintah harus segera bertindak untuk menstabilkan harga barang pokok agar daya beli masyarakat tetap terjaga, terutama menjelang bulan Ramadan yang biasanya disertai dengan peningkatan konsumsi," kata Dr. Hadi.

Menurut Dr. Hadi, ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan pemerintah, seperti meningkatkan pengawasan distribusi dan memperbaiki sistem logistik agar tidak terjadi penumpukan stok di suatu wilayah. "Intervensi pemerintah dalam mengendalikan harga, baik melalui subsidi langsung maupun kebijakan fiskal lainnya, sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan pasar," tambahnya.

Di sisi lain, komunitas konsumen di berbagai daerah juga merespon situasi ini dengan berbagai cara. Beberapa diantaranya melakukan aksi penggalangan dukungan melalui media sosial, menyerukan kepada pihak berwenang untuk memperhatikan krisis harga yang sedang berlangsung. "Suara konsumen harus didengar. Kita perlu memastikan bahwa kebutuhan dasar bisa terjangkau oleh semua kalangan," kata Eka Sari, seorang aktivis konsumen.

Sebagai langkah proaktif, banyak rumah tangga kini mulai mencari cara-cara alternatif untuk menyesuaikan pengeluaran mereka, salah satunya dengan memanfaatkan minyak curah sebagai pilihan utama. Walau dianggap lebih hemat, peralihan ini menimbulkan kekhawatiran akan kualitas dan keamanan produk yang belum sepenuhnya terjamin.

Di tengah situasi yang tidak menentu ini, semua mata kini tertuju pada bagaimana pemerintah akan bergerak cepat untuk mengatasi kenaikan harga ini dan memastikan ketersediaan minyak goreng bersubsidi dengan harga yang wajar. Langkah yang diambil akan menjadi penentu bagi kestabilan ekonomi masyarakat menjelang perayaan Ramadan yang kian dekat.

Dengan demikian, isu harga MinyaKita yang melonjak di Kota Serang tidak hanya menjadi perhatian lokal, tetapi juga menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh banyak kota lainnya di Indonesia dalam menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok di tengah dinamika ekonomi yang kompleks. Penanganan cepat dan tepat dari pemerintah sangat diharapkan oleh semua pihak demi kelangsungan ekonomi masyarakat yang lebih baik.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index