Jakarta - Kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengguncang pasar komoditas global. Dari minyak hingga logam mulia, berbagai sektor mengalami tekanan hebat. Pekan ini, fokus pelaku pasar tertuju pada dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut, terutama menjelang pertemuan industri tembaga internasional di Santiago, Chile, Senin, 7 April 2025.
Langkah terbaru Trump dalam menaikkan tarif impor membuat banyak komoditas mengalami fluktuasi tajam. Selain itu, mekanisme penghitungan tarif yang berdasarkan neraca perdagangan bilateral membuat sejumlah negara dengan surplus dagang terhadap AS dikenakan tarif tambahan, bahkan mencapai 10 persen, meskipun mereka memiliki perdagangan yang relatif seimbang.
Harga Minyak Anjlok Imbas Perang Dagang dan Produksi OPEC+
Pasar minyak menjadi salah satu sektor paling terdampak. Setelah pengumuman tarif baru oleh Trump, harga minyak global langsung terpukul akibat kekhawatiran atas prospek permintaan energi yang melemah. Ketidakpastian tersebut diperparah dengan keputusan mengejutkan dari OPEC+ yang mengumumkan rencana untuk meningkatkan produksi secara signifikan mulai Mei.
Arab Saudi memimpin langkah tersebut dalam upaya menekan negara-negara anggota yang tidak disiplin dalam kuota produksi. Negara-negara seperti Irak dan Kazakhstan kini berada di bawah tekanan untuk menyesuaikan output mereka. Pasar kini bergulat dengan tantangan ganda: lemahnya permintaan, terutama dari China, serta banjir pasokan dari Amerika Serikat.
Logam Mulia Terguncang, Strategi Arbitrase Terhenti
Sektor logam mulia seperti emas dan perak juga tidak luput dari gejolak. Selama beberapa bulan terakhir, pelaku pasar memanfaatkan selisih harga antara New York dan London untuk meraup keuntungan melalui strategi arbitrase. Namun, strategi ini mendadak terhenti setelah Trump mengumumkan pengecualian tarif untuk sebagian besar logam mulia.
Meskipun demikian, beberapa logam masih dikenai tarif berdasarkan Pasal 232 dari Undang-Undang Perluasan Perdagangan. Perbedaan harga yang sebelumnya mendorong penyewaan pesawat dan kapal kargo untuk pengiriman logam mulia kini nyaris menghilang seiring keputusan tersebut.
Ancaman Tarif Hantui Pasar Tembaga Global
Kekhawatiran juga mencuat di pasar tembaga, menjelang gelaran Cesco Week dan World Copper Summit oleh CRU di Santiago. Tembaga yang banyak digunakan di sektor konstruksi, otomotif, dan elektronik, berpotensi dikenai tarif tambahan. Langkah ini dinilai bisa mengganggu aliran perdagangan global.
Max Layton, Kepala Riset Komoditas Global di Citigroup Inc., memperkirakan harga tembaga akan terus tertekan dalam waktu dekat. “Ini adalah peluang luar biasa untuk bersikap bearish,” ujar Layton dalam wawancaranya dengan Bloomberg Television. Ia menyoroti bahwa perlambatan ekonomi global akan semakin menekan permintaan komoditas industri ini.
Vietnam, Brasil, dan Kolombia Kena Imbas Tarif Kopi
Kebijakan tarif AS juga memukul sektor kopi dunia, terutama negara-negara penghasil utama seperti Vietnam, Brasil, dan Kolombia. Vietnam, sebagai produsen robusta terbesar dunia, menjadi salah satu negara paling terdampak. Robusta kini banyak digunakan dalam campuran kopi karena harga arabika masih bertahan tinggi.
Sementara itu, Brasil dan Kolombia yang merupakan produsen utama arabika dikenai tarif tetap sebesar 10%. Hal ini menambah tekanan pada harga kopi di pasar domestik AS yang sudah melonjak selama setahun terakhir. Konsumen pun diperkirakan akan merasakan kenaikan harga kopi di berbagai gerai dan ritel.
Panel Surya Menumpuk, Tarif Baru Tak Berdampak Langsung
Di sektor energi bersih, tarif baru belum memberikan dampak langsung karena pengembang energi surya AS telah menumpuk stok panel sejak lama. Analis memperkirakan persediaan panel saat ini cukup untuk menghasilkan kapasitas hingga 50 gigawatt.
Namun, jika tidak ada kesepakatan pengurangan tarif dalam waktu dekat, beban biaya impor panel surya akan kembali meningkat. Kebijakan proteksionis ini dikhawatirkan menghambat pertumbuhan sektor energi terbarukan di AS dalam jangka panjang.