PHK

Lonjakan PHK Capai 18 Ribu Kasus hingga Februari 2025, DPR Desak Pemerintah Buat Peta Mitigasi Industri

Lonjakan PHK Capai 18 Ribu Kasus hingga Februari 2025, DPR Desak Pemerintah Buat Peta Mitigasi Industri
Lonjakan PHK Capai 18 Ribu Kasus hingga Februari 2025, DPR Desak Pemerintah Buat Peta Mitigasi Industri

Jakarta – Jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia terus mengalami lonjakan tajam. Hingga akhir Februari 2025, tercatat sebanyak 18.610 tenaga kerja di berbagai sektor telah kehilangan pekerjaannya. Kondisi ini mendorong DPR RI untuk mendesak pemerintah segera menyusun peta mitigasi kluster industri sebagai langkah antisipatif menghadapi gelombang PHK berikutnya, Senin, 7 April 2025.

Menurut data resmi yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan melalui situs Satu Data Kemnaker pada Minggu, 6 April 2025, jumlah tenaga kerja yang di-PHK meningkat hampir lima kali lipat dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Januari 2025, tercatat hanya 3.325 pekerja yang terkena PHK. Namun, dalam waktu satu bulan, angka tersebut melonjak drastis dengan penambahan 15.285 kasus PHK.

“Pada periode Januari sampai dengan Februari tahun 2025 terdapat 18.610 orang tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan,” tulis Kementerian Ketenagakerjaan dalam ikhtisar datanya.

Lebih dari setengah jumlah PHK tersebut terjadi di wilayah Jawa Tengah, menjadikan provinsi ini sebagai episentrum gelombang PHK di Indonesia awal tahun ini. Fenomena ini menandakan adanya persoalan struktural dalam dunia industri yang perlu segera ditangani oleh pemerintah secara sistematis.

DPR Dorong Peta Mitigasi Kluster Industri

Menanggapi meningkatnya jumlah PHK, Anggota Komisi IX DPR RI Zainul Munasichin menyuarakan kembali usulannya kepada pemerintah agar segera membuat peta mitigasi kluster industri nasional. Usulan ini ditujukan untuk mengidentifikasi tingkat kesehatan keuangan perusahaan-perusahaan di berbagai sektor industri.

“Saya sudah pernah mengusulkan kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk membuat peta mitigasi kluster industri yang ada di tanah air kita,” kata Zainul dalam pesan suara kepada detikcom, Minggu, 6 April 2025.

Dengan adanya peta mitigasi ini, pemerintah dapat mengkategorikan perusahaan ke dalam tiga kelompok: sangat sehat, sehat, dan tidak sehat. Data ini penting untuk memetakan potensi risiko PHK di masa depan.

“Di sini lah akan terlihat perusahaan mana yang rawan terjadi PHK,” tambahnya.

Menurut Zainul, dari peta tersebut, pemerintah bisa mengambil langkah-langkah intervensi konkret, seperti pemberian insentif pajak atau bantuan biaya operasional bagi perusahaan yang tergolong tidak sehat secara keuangan.

“Di tengah situasi ekonomi global yang sedang tidak menentu ini, pendekatan pemerintah menurut saya tidak bisa lagi hanya satu perspektif, kerja tetap, nggak bisa lagi,” tegas politisi tersebut.

Pendekatan “Tetap Bekerja” Jadi Solusi Alternatif

Zainul juga menekankan bahwa pemerintah tidak bisa serta-merta memaksa perusahaan untuk tidak melakukan PHK, apalagi dalam kondisi ketidakpastian global dan tekanan ekonomi yang berat. Oleh karena itu, ia mengusulkan paradigma baru dalam menyikapi persoalan ketenagakerjaan.

“Pendekatan yang diambil oleh pemerintah mestinya adalah pendekatan tetap bekerja, bukan kerja tetap. Kalau kerja tetap itu kita memaksa perusahaan jangan sampai terjadi PHK. Nah itu tidak mungkin,” ujarnya.

Dalam pendekatan “tetap bekerja”, pemerintah diharapkan memiliki skema tanggap darurat yang memungkinkan para pekerja yang terkena PHK untuk segera mendapatkan pekerjaan baru dalam waktu singkat.

“Kalau pendekatan kita adalah tetap bekerja, maka mau dia terjadi PHK kapanpun oleh perusahaan manapun, pemerintah sudah menyiapkan skema bersamaan dengan sektor swasta bahwa Anda di-PHK hari ini, tapi 2-3 hari atau 1 bulan ke depan Anda sudah kerja lagi walaupun mungkin di perusahaan lain,” tutur Zainul.

Tantangan Ekonomi dan Kesiapsiagaan Pemerintah

Lonjakan PHK awal tahun ini menambah daftar panjang tantangan ketenagakerjaan yang harus dihadapi pemerintah. Selain dipicu oleh faktor internal seperti efisiensi perusahaan dan penurunan produksi, kondisi ekonomi global yang tidak stabil turut menjadi penyebab utama.

Pengamat ketenagakerjaan menyebutkan, tanpa adanya kebijakan yang responsif dan proaktif, tren PHK bisa terus berlanjut hingga pertengahan 2025. Oleh karena itu, langkah DPR mendorong pembuatan peta mitigasi industri dinilai sebagai solusi jangka menengah yang layak untuk segera direalisasikan.

Pemerintah pun diharapkan segera berkoordinasi lintas kementerian, termasuk dengan Kementerian Keuangan, untuk menyiapkan berbagai insentif dan program pelatihan kerja sebagai bentuk respons cepat terhadap krisis ketenagakerjaan.

Dengan total lebih dari 18 ribu pekerja yang sudah kehilangan pekerjaan dalam dua bulan pertama 2025, Indonesia kini dihadapkan pada ujian besar dalam menjaga stabilitas pasar tenaga kerja di tengah ketidakpastian global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index