JAKARTA - Kebijakan tarif resiprokal yang kembali diusung mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menuai sorotan tajam dari kalangan pengusaha nasional. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Erwin Aksa, menilai bahwa langkah Trump bukan sekadar manuver dalam perdagangan internasional, melainkan bagian dari strategi besar Amerika untuk membangkitkan kembali kejayaan industri pertambangan globalnya.
Menurut Erwin, kebijakan yang digagas oleh Trump ini patut dilihat secara lebih luas oleh pemerintah Indonesia. Sebab, di balik kebijakan tarif tersebut, tersimpan pesan geopolitik yang kuat, khususnya terkait dengan dominasi China dalam penguasaan mineral-mineral kritis seperti nikel di Indonesia.
“Kebijakan perdagangan internasional 2.0 Trump ini bukan sekadar soal menaikkan atau menurunkan tarif. Ini adalah skenario besar untuk membangkitkan kembali kejayaan industri tambang global Amerika,” ujar Erwin Aksa, seperti dikutip dalam keterangannya, Minggu 6 April 2025.
Dominasi Investor China dalam Industri Nikel Indonesia
Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia memang menjadi primadona bagi investasi sektor pertambangan, terutama mineral strategis seperti nikel. Tak dapat dimungkiri, mayoritas investasi di sektor ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan asal China. Mereka membangun smelter, menguasai rantai pasok, hingga menjadi pemain utama dalam ekspor produk olahan nikel dari Indonesia.
Erwin menegaskan, pemerintah Indonesia perlu membaca sinyal kuat dari kebijakan Trump tersebut. Langkah ini harus dijadikan momentum untuk mengevaluasi keterlibatan investor asing, khususnya dari China, dalam pengelolaan sumber daya alam nasional.
“Pemerintah Indonesia harus membaca kebijakan ini sebagai pesan untuk menghentikan dominasi investor China atas critical mineral Indonesia,” tegas Erwin, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
Menurutnya, Indonesia perlu memanfaatkan momentum global ini untuk memperkuat kedaulatan pengelolaan sumber daya alam, terutama di sektor pertambangan nikel yang saat ini memegang peranan kunci dalam transisi energi global.
Sinyal Perang Dagang Jilid Dua
Erwin Aksa memandang bahwa langkah Trump bukanlah kebijakan yang berdiri sendiri. Sebaliknya, ini adalah bagian dari upaya memulai kembali “perang dagang jilid dua” antara Amerika Serikat dan China. Dengan mengenakan tarif tinggi terhadap negara-negara yang memiliki hubungan dagang kuat dengan China atau dianggap memfasilitasi dominasi China dalam perdagangan global, Trump berupaya mengurangi ketergantungan dunia terhadap produk dan pasokan dari Negeri Tirai Bambu.
Bagi Indonesia, yang selama ini menjadi salah satu negara pemasok utama nikel dan bahan baku baterai kendaraan listrik, langkah ini tentu harus diantisipasi dengan cermat. Selain risiko terhambatnya ekspor ke negara-negara yang terpengaruh tarif baru, Indonesia juga harus berhati-hati terhadap potensi tekanan dari investor asing yang mencoba memanfaatkan situasi ini.
“Indonesia tidak boleh terlena dengan banjir investasi asing tanpa memperhitungkan dampak jangka panjang terhadap kedaulatan ekonomi nasional,” ujar Erwin mengingatkan.
Peran Strategis Indonesia dalam Industri Mineral Global
Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia memegang peranan penting dalam rantai pasok global bahan baku kendaraan listrik. Hal ini sejalan dengan visi besar pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat industri kendaraan listrik dunia. Namun, dominasi investor asing, khususnya dari China, dalam hilirisasi nikel masih menjadi tantangan besar yang harus dihadapi.
Erwin menilai, sudah saatnya Indonesia memperkuat posisi tawarnya dengan memperbanyak keterlibatan investor dalam negeri dalam pengelolaan critical mineral. Selain untuk memperkuat ekonomi nasional, langkah ini juga penting guna mengurangi ketergantungan terhadap satu negara tertentu.
“Indonesia harus memperkuat ekosistem industri dalam negeri, agar manfaat dari kekayaan alam kita ini benar-benar dirasakan oleh rakyat sendiri,” tambahnya.
Ia juga mendorong pemerintah untuk segera membuat kebijakan strategis guna mendiversifikasi mitra dagang dan investor, sekaligus mempercepat program hilirisasi agar nilai tambah sumber daya alam Indonesia bisa dinikmati lebih maksimal.
Respons Terhadap Kebijakan Trump
Kebijakan tarif Trump memang belum secara langsung berdampak pada ekspor nikel Indonesia. Namun, Erwin mengingatkan bahwa dalam konteks geopolitik global yang terus berubah, Indonesia harus selalu waspada dan siap mengambil langkah antisipatif.
“Kita harus cerdas membaca arah angin kebijakan global. Jangan sampai ketika badai datang, kita belum siap dan akhirnya hanya menjadi penonton di negeri sendiri,” ujarnya dengan nada tegas.
Ia juga berharap, pemerintah tidak hanya fokus pada peningkatan ekspor semata, tetapi juga memperkuat pasar domestik dan membangun industri hilir yang kuat. Dengan begitu, Indonesia tidak akan terlalu bergantung pada fluktuasi pasar global atau kebijakan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China.
Pesan yang disampaikan Erwin Aksa ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah dan pelaku industri di Indonesia. Dalam era persaingan global yang kian ketat, terutama di sektor pertambangan dan energi baru terbarukan, kemandirian dan kedaulatan dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi kunci utama untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Dengan membaca dengan jeli dinamika global dan memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha dalam negeri, Indonesia diharapkan mampu keluar sebagai pemenang dalam percaturan industri mineral global.