JAKARTA - Kebijakan perdagangan agresif yang kembali diambil Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memicu gejolak besar di pasar keuangan global. Pengumuman tarif impor baru oleh Gedung Putih menyebabkan kejatuhan signifikan pada bursa saham di Asia, Eropa, hingga Amerika Serikat, memicu kekhawatiran akan babak baru dalam perang dagang global yang selama ini telah menghantui ekonomi dunia.
Langkah Trump untuk menerapkan tarif dasar sebesar 10 persen terhadap semua negara, dan tarif tambahan kepada negara-negara yang dianggap menetapkan tarif tinggi bagi AS, telah memunculkan kekacauan yang menyerupai krisis ekonomi. Dampak langsung dari kebijakan ini terlihat jelas dari ambruknya indeks saham utama di berbagai belahan dunia.
Bursa Asia Terpukul, Saham Teknologi Memimpin Penurunan
Di kawasan Asia, hampir seluruh indeks saham utama berada di zona merah. Bursa saham Tokyo menjadi salah satu yang paling terpukul, dengan indeks Nikkei 225 anjlok 1,8 persen ke posisi 34.108,23. Penurunan ini melanjutkan koreksi sebelumnya sebesar 2,77 persen. Indeks Topix, yang mencerminkan performa pasar lebih luas, juga terperosok 2,3 persen, menyusul penurunan 3,08 persen pada sesi sebelumnya.
Sektor teknologi, terutama yang berhubungan dengan industri semikonduktor, mengalami tekanan paling besar. Saham perusahaan besar seperti Advantest dan Tokyo Electron merosot masing-masing sebesar 7 persen dan 4 persen. Hal ini mengindikasikan kekhawatiran investor terhadap pembatasan akses pasar global, khususnya ke AS, sebagai imbas dari kebijakan tarif baru.
Sementara itu, indeks Hang Seng di Hong Kong melemah 1,52 persen ke level 22.849,81. Di Singapura, indeks Straits Times (STI) juga mencatat penurunan signifikan sebesar 2,7 persen. Bursa Korea Selatan tidak luput dari dampak, dengan indeks KOSPI jatuh 1,5 persen ke 2.449,31. Indeks S&P/ASX 200 di Australia tercatat melemah hingga 2 persen.
Wall Street Ambruk, Terburuk Sejak Pandemi 2020
Kepanikan investor tak hanya melanda Asia. Bursa saham Amerika Serikat mencatatkan kinerja terburuknya sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Indeks utama di Wall Street jatuh bebas akibat kebijakan tarif Trump yang disebut-sebut akan memicu inflasi, memperlambat ekspor global, dan menambah beban terhadap perusahaan multinasional AS.
Indeks S&P 500 terjun bebas sebesar 274,45 poin atau 4,84 persen dan ditutup di level 5.396,52. Indeks Dow Jones Industrial Average bahkan mengalami penurunan lebih drastis sebesar 1.679,39 poin atau 3,98 persen ke posisi 40.545,93.
Sementara itu, indeks berbasis teknologi, Nasdaq Composite, jatuh paling dalam hingga 5,97 persen ke angka 16.550,61. Ini merupakan penurunan harian terbesar Nasdaq sejak Maret 2020. Dari lebih dari 500 konstituen dalam S&P 500, lebih dari 400 saham mencatatkan kerugian signifikan, mencerminkan skala kepanikan yang melanda pasar.
Bursa Eropa Juga Terseret, Sektor Perbankan dan Otomotif Paling Terpukul
Tak hanya Asia dan Amerika, gejolak juga merambat ke bursa saham Eropa. Indeks Stoxx Europe 600, yang mencerminkan pasar saham di 17 negara Eropa, mengalami penurunan sebesar 2,6 persen. Indeks CAC 40 di Prancis jatuh 3,3 persen, DAX Jerman melemah 3 persen, dan OMXC25 Denmark turun 2,4 persen.
Sektor perbankan, yang sebelumnya menjadi motor penggerak reli pasar Eropa di awal tahun, kini menjadi sektor paling terpukul dengan penurunan sebesar 5,5 persen. Industri otomotif juga mendapat tekanan besar akibat tarif impor mobil baru ke AS yang mulai berlaku. Secara tahunan, sektor otomotif mencatatkan kerugian sebesar 7,2 persen.
Uni Eropa Siapkan Tarif Balasan
Kebijakan Trump mendapat respons cepat dari Eropa. Prancis dan Jerman berencana mendorong penerapan tarif balasan yang lebih agresif sebagai bentuk negosiasi untuk mempertahankan kepentingan Uni Eropa di tengah eskalasi perang dagang ini.
Para ekonom memperingatkan bahwa langkah balasan tersebut dapat menyebabkan pukulan telak terhadap pemulihan ekonomi zona euro. Bank Sentral Eropa (ECB) sebelumnya telah memperkirakan ekspansi ekonomi yang lebih kuat untuk tahun ini dan tahun depan, namun proyeksi tersebut bisa terhapus jika ketegangan dagang meningkat.
Dampak ke Ekonomi Indonesia: Ancaman pada Ekspor dan IHSG
Di Indonesia, para pengamat ekonomi mulai mencermati potensi dampak kebijakan tarif Trump terhadap stabilitas ekonomi nasional. Ekspor Indonesia ke AS terancam terkena imbas dari kebijakan baru ini, terutama untuk sektor manufaktur dan otomotif.
Selain itu, nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) diprediksi akan mengalami tekanan tambahan akibat arus keluar modal asing. Investor global cenderung mengalihkan aset mereka ke instrumen yang lebih aman, seperti emas dan obligasi pemerintah AS.
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menilai bahwa "Kebijakan tarif AS bisa memukul ekspor manufaktur Indonesia. Investor akan cenderung wait and see, sehingga volatilitas di pasar keuangan akan meningkat tajam."
Trump Bandingkan Kebijakan Tarif dengan “Operasi Medis”
Menanggapi penurunan tajam di pasar global, Presiden Trump justru menyampaikan pembelaan terhadap kebijakan tarif tersebut. Ia menyebut bahwa kebijakan ini adalah bagian dari upaya jangka panjang untuk memperbaiki ketidakseimbangan perdagangan AS.
“Ini seperti operasi. Terkadang pasien harus melalui masa sulit dulu untuk bisa sembuh. Begitu juga dengan ekonomi kita,” ujar Trump dalam pernyataannya, menegaskan bahwa tarif ini bersifat sementara namun perlu untuk memperkuat industri domestik AS.
Kesimpulan: Ketegangan Dagang Bisa Kembali Menghantui Dunia
Ketegangan dagang yang kembali mencuat akibat kebijakan tarif Trump berpotensi menjadi ancaman serius terhadap stabilitas ekonomi global. Kejatuhan bursa saham dunia menjadi sinyal awal bahwa pasar tidak menyambut baik kebijakan proteksionisme ini.
Apabila negara-negara lain merespons dengan langkah serupa, dunia bisa kembali terjerumus dalam spiral perang dagang seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Hal ini tentu dapat memperlambat pemulihan ekonomi pascapandemi dan menghambat arus perdagangan global yang selama ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi.
Jika kamu ingin saya bantu menambahkan infografis, tabel dampak ekonomi, atau narasi pendukung lainnya untuk publikasi, tinggal bilang aja!