BANDA ACEH - Muncul desakan bagi Pemerintah Aceh untuk segera melakukan audit lingkungan terhadap kegiatan operasional PT Mifa Bersaudara di Aceh Barat. Desakan ini datang dari sejumlah pihak, termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kementerian Lingkungan Hidup, beserta tim ahli yang memiliki otoritas dalam melakukan audit lingkungan.
Permintaan ini didukung kuat oleh Direktur Kebijakan dan Anggaran Publik Badan Pekerja Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Fernan. Dalam pernyataannya pada Kamis, 2 Januari 2024, Fernan menekankan perlunya evaluasi terhadap dokumen Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan dan Reklamasi PT Mifa Bersaudara, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batubara.
"Pemerintah Aceh harus mengambil langkah tegas dengan menghentikan semua kegiatan pertambangan dan pelabuhan PT Mifa hingga hasil audit lingkungan selesai dan diketahui," ungkap Fernan. "Jika kelak ditemukan manipulasi data, Pemerintah Aceh wajib mencabut Surat Keputusan perpanjangan IUP Operasi Produksi PT Mifa."
GeRAK Aceh juga menyatakan dukungannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) terkait hasil Pansus Tambang 2024. Ketua DPRA, Zulfadli, sebelumnya mengungkapkan rencana untuk menindaklanjuti hasil pansus tersebut, dan langkah ini dinilai penting oleh berbagai pihak.
Fernan menambahkan bahwa banyak persoalan pertambangan yang terjadi antara tahun 2020 hingga 2024 harus segera diselesaikan. "Merujuk pada visi-misi pemerintahan Muzakir Manaf-Fadhullah, ada banyak permasalahan dan proses perizinan IUP yang harus dievaluasi secara menyeluruh," ujarnya.
Selain PT Mifa Bersaudara, rekomendasi Pansus juga menyentuh soal PT Energi Tambang Gemilang. Pemerintah Aceh diminta untuk memberikan penjelasan terkait proses pengalihan IUP Eksplorasi PT Indonesia Pacific Energy kepada PT Energi Tambang Gemilang. Tanpa dasar formal dan legal atas penerbitan pengalihan IUP tersebut, seluruh kegiatan operasi produksi harus segera dihentikan.
Rekomendasi lain yang diajukan adalah melakukan moratorium tambang, khususnya pada sektor Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, dan Batubara hingga disahkannya Qanun Pertambangan yang saat ini dalam tahap finalisasi. Pemerintah Aceh juga diharapkan melakukan evaluasi terhadap izin-izin yang telah diberikan.
Selanjutnya, GeRAK Aceh mendorong supaya setiap perpanjangan IUP yang sudah berstatus Operasi Produksi harus melibatkan PT PEMA sebagai bagian konsorsium dalam pengelolaan tambang. "Keterlibatan PT PEMA dalam kepemilikan saham adalah langkah strategis untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Aceh," tegas Fernan.
Pansus Pertambangan DPRA juga diharap menyajikan data dan fakta terkait pemberian izin-izin usaha pertambangan yang telah berlangsung. Publik membutuhkan akses terhadap informasi ini untuk melakukan pengawasan terhadap proses perizinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh.
Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam sektor pertambangan ini juga diindikasikan akan berlanjut dengan kemungkinan pelaporan resmi ke KPK-RI terhadap dugaan pelanggaran hukum dalam proses perizinan yang berpotensi merugikan negara.
Merujuk pada hasil kajian Pansus Tambang 2024, penting untuk segera mengambil tindakan lanjut. Keberlanjutan pansus ini bukan hanya tanggung jawab kepada publik tetapi juga mendukung proses perbaikan tata kelola sektor tambang, sejalan dengan visi-misi pemerintahan Aceh yang baru terpilih. "Moratorium izin tambang harus dilaksanakan hingga ada upaya perbaikan dan kejelasan yang mampu memberikan keuntungan bagi Aceh," tutup Fernan.