JAKARTA - Konflik geopolitik yang melibatkan Iran dan Israel kembali memanas, memicu kekhawatiran global akan stabilitas harga energi, khususnya minyak mentah dunia. Aksi saling serang rudal yang terjadi sejak Sabtu, 14 Juni 2025 antara kedua negara telah meningkatkan tensi kawasan Timur Tengah, yang dikenal sebagai salah satu wilayah pemasok minyak terbesar di dunia.
Situasi tersebut berimbas langsung pada pergerakan harga minyak global. Pada perdagangan Kamis, 19 Juni 2025 sore, harga minyak mentah Brent berjangka tercatat di kisaran US$ 77,60 hingga US$ 77,74 per barel. Angka ini menunjukkan kenaikan signifikan sekitar 6 persen dibandingkan awal pekan yang ditutup di level US$ 73,23 per barel.
Lonjakan harga minyak dunia dalam sepekan terakhir tak pelak menimbulkan kekhawatiran di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang sebagian harga bahan bakar minyak (BBM)-nya masih disubsidi oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui, fluktuasi harga minyak global berpotensi memengaruhi stabilitas harga BBM di dalam negeri. Kenaikan harga BBM kerap berdampak domino terhadap harga kebutuhan pokok dan daya beli masyarakat.
Namun, apakah lonjakan harga minyak dunia ini akan serta merta membuat harga BBM di Indonesia naik? Pemerintah menyatakan telah menyiapkan skenario antisipatif dalam menghadapi situasi yang tak menentu ini.
Pemerintah Siapkan Skenario Terburuk APBN 2025
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Fithra Faisal memastikan bahwa pemerintah sudah sejak awal menyusun langkah mitigasi terkait gejolak harga energi dunia, terutama minyak mentah. Fithra menjelaskan bahwa asumsi dasar ekonomi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 telah mengakomodasi skenario terburuk, termasuk skenario lonjakan harga minyak dunia.
“Pemerintah sejak jauh-jauh hari telah menyiapkan skenario terburuk dalam menyusun APBN 2025, salah satunya potensi peningkatan harga minyak mentah dunia,” ungkap Fithra.
Sebagai bentuk antisipasi, dalam APBN 2025, harga minyak mentah Indonesia (ICP/Indonesian Crude Price) telah diasumsikan sebesar US$ 82 per barel. Hal ini menjadi batas pengaman untuk menjaga agar tekanan fiskal terhadap subsidi energi tetap dapat dikendalikan oleh pemerintah.
Menurut Fithra, setiap kenaikan harga minyak mentah dunia sebesar US$ 1 per barel, akan berimbas pada meningkatnya beban subsidi BBM yang harus ditanggung pemerintah sekitar Rp 3 triliun hingga Rp 5 triliun. Namun, ia menegaskan bahwa saat ini harga minyak mentah dunia masih berada dalam rentang asumsi makro yang telah ditetapkan, sehingga harga BBM di Indonesia belum akan mengalami kenaikan.
“Sehingga masyarakat dalam hal ini belum perlu terlalu khawatir,” tambah Fithra menenangkan.
Ketahanan Fiskal APBN Terhadap Gejolak Minyak Dunia
Pemerintah tidak hanya berhenti pada sekadar menyusun asumsi makro dalam APBN. Menurut Fithra, pemerintah juga telah melakukan serangkaian stress test untuk mengukur ketahanan fiskal negara dalam menghadapi lonjakan harga minyak mentah, terutama di tengah memburuknya situasi geopolitik global.
Timur Tengah masih menjadi salah satu pemasok minyak mentah bagi Indonesia, sehingga perkembangan konflik di kawasan tersebut tentu menjadi perhatian serius pemerintah. Namun demikian, berdasarkan hasil kajian internal pemerintah, APBN dinilai masih cukup kuat menahan beban subsidi BBM, bahkan jika harga minyak mentah dunia melonjak hingga mendekati US$ 100 per barel.
“APBN masih mampu menjaga harga BBM itu tidak disesuaikan di dalam negeri antara US$ 90-100 per barel. Itu masih relatif kuat dengan beberapa intervensi dan realokasi anggaran,” jelas Fithra.
Artinya, meskipun harga minyak dunia terus bergerak naik, selama masih dalam rentang US$ 90-100 per barel, pemerintah diyakini dapat mempertahankan harga BBM domestik tanpa harus membebani masyarakat.
Potensi Dampak Jika Harga Minyak Tembus US$ 100
Meski APBN diproyeksikan masih cukup kuat menahan subsidi BBM hingga kisaran US$ 100 per barel, tidak dipungkiri bahwa jika konflik berkepanjangan dan harga minyak dunia tembus di atas US$ 100 per barel, maka pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan harga BBM domestik.
Jika skenario terburuk ini terjadi, ada dua opsi utama yang dapat ditempuh pemerintah:
Menambah alokasi subsidi energi dalam APBN dengan melakukan realokasi anggaran dari pos belanja lain.
Melakukan penyesuaian harga BBM di tingkat konsumen untuk menjaga stabilitas fiskal negara.
Namun, langkah menaikkan harga BBM merupakan opsi terakhir yang akan ditempuh, mengingat dampak sosial ekonomi yang dapat muncul. Pemerintah lebih memilih menjaga daya beli masyarakat dengan menahan harga BBM selama kondisi fiskal masih memungkinkan.
Ketergantungan Indonesia terhadap Minyak Impor
Saat ini, Indonesia memang masih cukup bergantung pada impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan kilang dalam negeri. Ketergantungan ini membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga minyak global, terutama jika konflik di kawasan produsen minyak seperti Timur Tengah memanas.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor minyak mentah Indonesia dari Timur Tengah masih mendominasi dalam beberapa tahun terakhir. Oleh sebab itu, stabilitas kawasan Timur Tengah memiliki korelasi langsung terhadap ketahanan energi nasional.
Menjaga Stabilitas Harga BBM, Prioritas Pemerintah
Menjaga kestabilan harga BBM menjadi prioritas utama pemerintah di tengah ketidakpastian global. Langkah strategis terus ditempuh agar subsidi tetap tepat sasaran, sekaligus menghindari beban fiskal berlebihan.
Kebijakan subsidi energi di Indonesia saat ini difokuskan pada jenis BBM tertentu (JBT) seperti Pertalite dan Solar, yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke bawah. Sementara untuk BBM non-subsidi seperti Pertamax, harga lebih fluktuatif mengikuti mekanisme pasar.
“Fokus subsidi pemerintah masih akan diarahkan pada BBM yang digunakan oleh masyarakat luas dan sektor produktif,” ungkap Fithra lebih lanjut.
Dengan strategi tersebut, pemerintah berharap lonjakan harga minyak dunia tidak akan serta merta memicu kenaikan harga BBM subsidi yang langsung menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
Masyarakat Diimbau Tetap Tenang
Fithra Faisal kembali menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu panik menyikapi lonjakan harga minyak dunia dalam jangka pendek. Pemerintah menjamin akan terus memantau perkembangan global secara intensif dan mengambil langkah terbaik demi menjaga stabilitas harga energi nasional.
“Selama harga minyak mentah dunia masih dalam kisaran yang telah kami prediksi, harga BBM tidak akan naik. Kami tetap mengutamakan perlindungan terhadap daya beli masyarakat,” tegasnya.
Di tengah ketidakpastian global akibat konflik Iran-Israel, harga minyak dunia memang mengalami tren kenaikan yang signifikan. Namun demikian, APBN 2025 telah disusun dengan asumsi yang cukup realistis untuk mengantisipasi dampaknya terhadap subsidi energi. Dengan strategi fiskal yang ketat serta pengawasan berkelanjutan, harga BBM di Indonesia diyakini masih dapat dipertahankan stabil setidaknya dalam jangka menengah.
Pemerintah terus berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal negara dan perlindungan daya beli masyarakat. Untuk itu, masyarakat diimbau tetap tenang dan terus mengikuti informasi resmi dari pemerintah terkait perkembangan harga energi global.