PT Daimler Commercial Vehicle Indonesia (DCVI), sebagai distributor dan perakit tunggal bus dan truk Mercedes-Benz di Indonesia, mengumumkan bahwa mereka sampai saat ini belum memasukkan bus listrik ke pasar Indonesia. Hal tersebut cukup mengejutkan mengingat perusahaan Tiongkok sudah mulai menjual bus listrik di pasar Tanah Air.
Isu mengenai pengenalan bus listrik dengan emblem 'silver star' Mercedes-Benz sebenarnya sudah digaungkan sejak tahun 2021. Namun, Naeem Hassim, Presiden Direktur DCVI, menjelaskan bahwa ada sejumlah hambatan signifikan yang menghalangi kemasukan produk ini ke Indonesia.
"Ada banyak yang bertanya mengapa kami terlambat dengan kendaraan elektrik di Indonesia. Masalahnya kami adalah entitas legal 100 persen dari Daimler AG dan di bawah Daimler AG, kami melihat Indonesia sebagai sebuah negara yang kami klasifikasi sebagai di bawah MFN (Most Favoured Nation),” kata Naem di acara DCVI TechMaster 2025 di Ciputat, Tangerang Selatan, Senin, 3 Februari 2025.
Menurut informasi dari laman resmi Kementerian Perdagangan, MFN adalah tarif bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk ke suatu negara dari negara lainnya, kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus mengenai tarif bea masuk dengan negara tersebut. Ini menjadi kendala tersendiri bagi Daimler mengingat tidak ada perjanjian khusus antara Eropa dan Indonesia, berbeda dengan Tiongkok yang telah menandatangani ASEAN China Free Trade Agreement (ACAFTA).
“Bila dibanding dengan merek asal China, itu karena memang ada perjanjian ACAFTA (ASEAN China Free Trade Agreement) yang telah ditandatangani antara China dan pemerintahan Indonesia. Tapi kami semua tahu selama bertahun-tahun perjanjian itu belum dilakukan oleh negara Eropa,” lanjut Naeem.
Meski demikian, Daimler tidak menyerah. Naeem mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan diskusi dengan pemerintahan baru Indonesia untuk mencari solusi mengenai kendala ini dan berharap dapat kemudahan untuk mengimpor bus listrik tersebut. Naeem berujar, "Lewat pemerintahan baru, bagaimana kami melewati topik regulasi yang tidak mudah bagi kami sebagai negara Eropa. Kami sedang coba lakukan, tapi saya masih membutuhkan waktu karena tidak mudah untuk memasukkan produk kendaraan listrik ke Indonesia."
Tidak hanya hambatan regulasi dan tarif bea masuk, Daimler juga menghadapi permasalahan terkait infrastruktur untuk kendaraan listrik besar seperti bus dan truk. Fasilitas pengisian daya yang memerlukan ruang besar serta kapasitas arus listrik yang signifikan menjadi tantangan berikutnya. Naeem menjelaskan bahwa kebutuhan ekosistem untuk kendaraan listrik besar jauh berbeda dari mobil listrik kecil.
“Saya pikir salah satu hal yang dibicarakan oleh pemerintahan adalah bagaimana kami mengatasi ekosistem untuk truk listrik. Sebagai contoh mobil tidak masalah siapa saja bisa membeli mobil elektrik hari ini mereka tahu caranya tapi ekosistem untuk truk listrik berbeda,” katanya.
Menurut Naeem, memastikan kesiapan infrastruktur dan ekosistem adalah langkah penting sebelum meluncurkan bus listrik di Indonesia. Ia mencontohkan bahwa Transjakarta sudah menyiapkan ekosistem untuk bus listrik karena beroperasi dalam area tertentu. Namun, situasinya akan berbeda jika bus listrik harus berfungsi di luar area yang ada, seperti di Medan.
“Jadi kalau kalian lihat Transjakarta, mereka sudah siap dengan ekosistem karena mereka berfungsi dalam area tertentu. Tapi jika Transjakarta bilang besok saya akan melakukan perniagaan saya di Medan apakah mereka akan bisa menggunakan bus elektrik? Itulah mengapa saya harus menyiapkan ekosistem itu benar-benar siap,” tambah Naeem.
Dengan berbagai tantangan di depan, Daimler tetap optimis dan berkomitmen untuk menghadirkan bus listrik Mercy di Indonesia. Kejelasan waktu peluncuran produk ini masih belum bisa dipastikan, tetapi Naeem menegaskan bahwa setelah solusi dari berbagai problem ditemukan, bus listrik tersebut akan segera mengaspal di Indonesia.
Daimler diharapkan dapat beradaptasi dengan cepat terhadap peluang dan tantangan di depan, terutama dengan meningkatnya perhatian global terhadap kendaraan hemat energi dan rendah emisi. Dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan kendaraan elektrik asal Tiongkok, penyelesaian masalah regulasi serta dukungan infrastruktur yang memadai menjadi kunci keberhasilan Daimler untuk masuk dan bertahan di pasar Indonesia.