Kemenkes

Kemenkes Soroti Risiko Polusi untuk Anak Anak

Kemenkes Soroti Risiko Polusi untuk Anak Anak
Kemenkes Soroti Risiko Polusi untuk Anak Anak

JAKARTA - Memasuki tahun ajaran baru, aktivitas belajar tatap muka kembali menggeliat. Di tengah semangat anak-anak yang kembali meramaikan bangku sekolah, satu isu penting menjadi perhatian serius pemerintah: polusi udara. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengingatkan bahwa ancaman udara kotor bisa berdampak langsung terhadap kesehatan anak-anak, terutama di tengah aktivitas mereka yang semakin aktif di luar rumah.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, menyatakan bahwa polusi udara, baik yang berasal dari dalam maupun luar ruangan, berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan, tidak hanya pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan remaja. Dalam situasi ini, perhatian ekstra dari para orang tua menjadi sangat krusial.

“Polusi udara dapat berdampak buruk pada kesehatan semua kelompok usia, termasuk anak-anak,” ujarnya. Aji menjelaskan, dampaknya bisa beragam, mulai dari asma, infeksi saluran pernapasan, penyakit kardiovaskular, penyakit paru-paru, hingga resistensi insulin pada anak-anak dan remaja.

Fenomena ini semakin menegaskan bahwa isu kualitas udara bukan sekadar persoalan lingkungan, tetapi juga persoalan kesehatan masyarakat yang nyata, khususnya bagi generasi muda yang masih dalam tahap pertumbuhan dan memiliki sistem imun yang belum sempurna.

Rekomendasi Pemerintah untuk Orang Tua

Sebagai bentuk mitigasi risiko, Kemenkes menyarankan agar orang tua lebih aktif dalam memantau kualitas udara secara berkala. Pemantauan ini bisa dilakukan melalui informasi resmi yang disediakan pemerintah maupun lembaga terkait. Salah satunya adalah early warning system (EWS) yang kini semakin dikembangkan untuk memberikan peringatan dini jika kualitas udara menurun drastis.

"Sebagai langkah pencegahan, disarankan orang tua rutin memantau kualitas udara melalui informasi dari lembaga resmi. Jika konsentrasi polutan buruk, maka anak harus memakai masker,” kata Aji.

Masyarakat juga dapat mengakses informasi terkait kondisi udara melalui laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyampaikan pemantauan kualitas udara secara berkala, termasuk jika terjadi peningkatan risiko akibat polusi.

Aktivitas Luar Ruangan Perlu Dibatasi

Kemenkes juga menekankan pentingnya membatasi aktivitas anak di luar ruangan apabila kondisi udara tidak memungkinkan. Hal ini tidak berarti melarang anak-anak bermain atau berolahraga, tetapi mengatur intensitas dan durasinya agar tidak membahayakan kesehatan mereka.

Jika sudah muncul gejala seperti batuk, sesak napas, mata berair, atau hidung meler, orang tua diimbau agar tidak menunda untuk membawa anak ke fasilitas kesehatan seperti klinik, puskesmas, atau rumah sakit. Pemeriksaan dini penting untuk memastikan diagnosis yang tepat dan penanganan medis yang sesuai.

Selain penanganan langsung terhadap gejala, Aji juga menyoroti pentingnya pencegahan melalui asupan gizi yang seimbang. Polusi udara tidak hanya menyerang sistem pernapasan, tetapi juga berdampak pada kesehatan sel tubuh secara umum.

"Jangan lupa, pastikan anak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya agar memiliki antioksidan yang membantu melindungi sel-sel dari kerusakan akibat polusi," tandasnya.

Polusi Udara: Masalah Lama, Tantangan Baru

Masalah polusi udara memang bukan isu baru, namun semakin kompleks ketika dikaitkan dengan dinamika kehidupan perkotaan dan tingginya aktivitas kendaraan bermotor serta industri. Anak-anak yang pergi ke sekolah dengan transportasi umum atau bahkan berjalan kaki di jalanan perkotaan berisiko lebih besar terpapar partikel berbahaya seperti PM2.5 dan PM10.

Kondisi ini memunculkan tantangan baru dalam bidang kesehatan anak yang harus ditanggapi dengan kebijakan multisektor, tidak hanya dari sisi kesehatan tetapi juga dari aspek transportasi, tata kota, hingga lingkungan hidup.

Peran Penting Edukasi dan Komunitas

Mengatasi dampak polusi udara pada anak tidak bisa hanya mengandalkan peran pemerintah. Komunitas sekolah, guru, dan para orang tua harus bersama-sama membangun pemahaman yang baik tentang pentingnya kualitas udara bagi kesehatan anak. Edukasi tentang penggunaan masker, pentingnya ventilasi dalam ruangan, dan konsumsi makanan bergizi perlu disampaikan secara masif dan terus menerus.

Langkah-langkah kecil seperti menyediakan penyaring udara (air purifier) di ruang kelas atau memindahkan aktivitas fisik ke area yang lebih bersih bisa menjadi bagian dari solusi jangka pendek. Dalam jangka panjang, tentu dibutuhkan sinergi antara kebijakan pengendalian emisi, pembangunan kota yang ramah anak, serta kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga udara tetap bersih.

Kembalinya rutinitas anak-anak ke lingkungan sekolah menjadi penanda bahwa kehidupan sosial dan pendidikan mulai kembali normal. Namun, di balik semangat tersebut, terselip satu kekhawatiran besar yang harus diantisipasi: polusi udara. Melalui himbauan Kemenkes, pemerintah berupaya mendorong keterlibatan semua pihak untuk melindungi anak-anak dari ancaman udara kotor yang tak kasatmata, namun sangat nyata dampaknya terhadap kesehatan mereka.

Karena sejatinya, menjaga kualitas udara berarti menjaga masa depan generasi penerus bangsa.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index