Olahraga

Cedera Lutut saat Olahraga, Ini Cara Mencegahnya

Cedera Lutut saat Olahraga, Ini Cara Mencegahnya
Cedera Lutut saat Olahraga, Ini Cara Mencegahnya

JAKARTA - Banyak orang menganggap cedera lutut hanya dialami para atlet profesional. Padahal, risiko cedera sendi lutut bisa mengintai siapa saja yang gemar berolahraga, terutama saat olahraga yang menuntut pergerakan dinamis seperti tenis, padel, atau pingpong. Lutut yang menjadi tumpuan saat bergerak ke segala arah, berputar cepat, hingga meloncat, rentan mengalami tekanan berlebih. Tanpa persiapan yang tepat, olahraga yang seharusnya menyehatkan justru bisa berujung cedera serius.

Dalam diskusi Health Talk by IDN Times bertajuk “Cedera Lutut saat Lari, Apa yang Harus Dilakukan?”, dr. Anggaditya Putra, Sp.OT(K), Hip and Knee Spesialis Orthopedi: Sendi Lutut dan Pinggul, menjelaskan bagaimana mekanisme cedera lutut terjadi, jenis-jenis cedera, hingga tips mencegahnya. Menurut dr. Anggaditya, banyak kasus cedera terjadi bukan karena olahraga itu sendiri, melainkan karena persiapan yang kurang matang atau ambisi berlebihan yang melampaui kapasitas tubuh.

Jenis Cedera: Bukan Hanya Soal Otot, Tapi Bisa Sampai Pergeseran Tulang

Cedera saat olahraga, terutama lari atau olahraga dengan pergerakan cepat, dibagi menjadi dua kategori utama. “Ada high energy injury dan low energy injury,” ungkap dr. Anggaditya.

Pada high energy injury, cedera biasanya dipicu benturan keras yang membuat tulang sampai bergeser. Contoh sederhananya adalah saat seseorang terjatuh dengan keras, terpelanting, atau menabrak benda keras di sekitar lintasan. Sementara itu, low energy injury terjadi akibat tekanan atau pergerakan yang tidak tepat meski tidak melibatkan benturan keras. Cedera ini seringkali menimpa struktur pendukung sendi seperti bantalan sendi, ligamen, atau tulang rawan.

“Kalau atlet itu cedera adalah bagian dari risiko pekerjaannya. Tapi kalau bukan atlet, rata-rata main cause-nya adalah kalau nggak persiapannya kurang atau pas olahraga/kegiatannya semangat banget. Akhirnya memaksakan di atas kapasitasnya,” jelas dr. Anggaditya.

Cedera Pelari: Jarang Parah, Tapi Waspadai Ligamen dan Bantalan Lutut

Menurut dr. Anggaditya, olahraga lari jarang menyebabkan cedera yang sangat berat, kecuali jika terjadi kecelakaan serius seperti jatuh dengan keras atau menabrak pembatas. “Cedera pelari paling sering terjadi di ligamen dan bantalan sendi lutut,” paparnya. Hal ini terjadi karena saat berlari, lutut menjadi pusat tumpuan gerak dan rentan menerima beban berulang.

Cedera yang paling sering ditemukan pada pelari adalah cedera ligamen (terutama ligamen anterior cruciate ligament/ACL) dan cedera bantalan lutut seperti meniskus. Jika tidak diantisipasi, cedera ini bisa berkembang menjadi masalah kronis yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

Rumus Penting Mencegah Cedera Lutut: Jangan Pernah Lupa Pemanasan!

Salah satu kesalahan terbesar orang saat olahraga, kata dr. Anggaditya, adalah mengabaikan pemanasan. Padahal, pemanasan penting untuk menyiapkan otot, ligamen, dan sendi agar siap menerima beban latihan.

“Pemanasan sebelum melakukan kegiatan dan pendinginan setelahnya adalah wajib,” tegasnya.

Selain itu, penting juga untuk memahami olahraga yang cocok dengan kondisi fisik dan memastikan alat bantu olahraga—seperti sepatu—sesuai standar. Misalnya, lari jarak jauh sebaiknya memakai sepatu dengan bantalan tebal dan dukungan stabilitas yang baik untuk mengurangi tekanan di lutut.

Satu lagi yang tak kalah penting: jangan terlalu kompetitif. “Tidak perlu terlalu kompetitif sehingga menjadi berlebihan layaknya atlet profesional,” tambah dr. Anggaditya.

Sering kali, antusiasme berlebihan membuat kita memaksa tubuh melampaui kemampuannya, yang justru meningkatkan risiko cedera.

Membedakan Nyeri Aman dengan Nyeri yang Harus Diwaspadai

Sakit atau nyeri setelah olahraga memang wajar, terutama bagi yang baru kembali aktif berolahraga. Namun, penting untuk memahami jenis nyeri yang menandakan masalah serius. Menurut dr. Anggaditya, nyeri yang muncul tiba-tiba dan sangat intens patut diwaspadai.

“Kalau sakitnya muncul tiba-tiba dan sangat intens, misalnya tadinya aman-aman saja lalu saat berlari tiba-tiba harus berhenti karena sakit banget, itu tanda tubuh sedang memberi sinyal. Ikuti tubuh, stop dulu, jangan dipaksakan,” jelasnya.

Sebaliknya, nyeri yang muncul setelah olahraga dan mereda saat beristirahat umumnya masih aman. Ini bisa terjadi karena kelelahan otot atau adaptasi tubuh terhadap latihan yang intens.

“Jangan pernah menyepelekan rasa sakit karena rasa sakit itu adalah satu-satunya bahasa organ-organ kita untuk komunikasi. Kalau sampai harus berhenti olahraga, itu red flag dan harus segera diperiksakan,” ujar dr. Anggaditya menegaskan.

Jangan Terjebak Tren Olahraga: Kenali Kapasitas Tubuhmu

Meningkatnya tren olahraga belakangan ini memang positif, tapi banyak orang justru terjebak tren tanpa menilai kemampuan fisiknya sendiri. Misalnya, ikut komunitas lari maraton tanpa latihan bertahap atau mencoba olahraga ekstrem hanya karena sedang populer.

Dr. Anggaditya menekankan pentingnya memahami kapasitas diri. “Tidak semua olahraga cocok untuk semua orang. Kalau punya riwayat masalah lutut, lebih baik konsultasi dulu dengan dokter atau fisioterapis sebelum memilih jenis olahraga,” sarannya.

Kesimpulan: Dengarkan Tubuh, Nikmati Olahraga Secara Bertanggung Jawab

Olahraga memang menyehatkan, tetapi hanya jika dilakukan dengan cara yang benar. Dengan mengenali gejala cedera sejak awal, melakukan pemanasan dengan baik, dan menyesuaikan intensitas olahraga dengan kondisi tubuh, kamu bisa menikmati manfaat olahraga tanpa takut cedera.

Jadi, jangan hanya fokus pada target jarak atau kecepatan, tetapi juga perhatikan sinyal tubuhmu. Ingat, olahraga yang bertanggung jawab adalah kunci kebugaran jangka panjang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index