Nasional

Pemprov Papua Genjot Sagu Jadi Pangan Nasional, Siap Masuk Komoditas Strategis

Pemprov Papua Genjot Sagu Jadi Pangan Nasional, Siap Masuk Komoditas Strategis
Pemprov Papua Genjot Sagu Jadi Pangan Nasional, Siap Masuk Komoditas Strategis

JAKARTA - Pemerintah Provinsi Papua semakin serius mendorong sagu sebagai komoditas strategis nasional, seiring tekad menjadikannya pilar ketahanan pangan dan alternatif pengganti beras. Langkah ini ditandai dengan berbagai inisiatif, mulai dari peresmian unit pengolahan, kampanye konsumsi lokal, hingga upaya pengembangan pasar ekspor.

Penjabat Gubernur Papua Ridwan Rumasukun menegaskan pentingnya sagu sebagai sumber pangan lokal yang kaya manfaat. “Ini adalah contoh nyata bagaimana kolaborasi dan kerja sama dapat menghasilkan manfaat besar bagi masyarakat,” ujarnya saat meresmikan Unit Pengolahan Hasil (UPH) tepung sagu Mabers Pyuyaka di Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura.

Rumasukun menilai kemasan sagu yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) perlu segera diwujudkan untuk mendukung program nasional makan siang gratis di sekolah-sekolah. Ia pun menyebut sagu berpotensi dikembangkan menjadi produk turunan bernilai tambah, seperti skincare, dalam mendukung ekonomi hijau dan biru.

Cadangan Sagu Papua Jadi Andalan Ketahanan Pangan

Papua memiliki cadangan hutan sagu terbesar di dunia, mencapai sekitar 5 juta hektare. PT Austindo Nusantara Jaya (ANJ) menegaskan sagu Papua dapat menjadi kunci ketahanan pangan nasional. Imam Wahyudi, Head of Business Development & Corporate Planning ANJ, menjelaskan perusahaan sedang menyiapkan riset, laboratorium, dan strategi ekspor tepung sagu. “Jika dikembangkan secara berkelanjutan, ini akan menjadi ketahanan pangan besar untuk Indonesia,” katanya.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Papua juga mendukung penuh pengembangan sagu untuk memenuhi pasar dalam dan luar negeri. Potensi lahan sagu yang luas, sekitar 4,7 juta hektare, diyakini mampu mendukung food estate dan menekan ketergantungan pada impor beras.

Gerakan Colo Sagu untuk Konsumsi Lokal

Pemerintah daerah menggagas Gerakan “Colo Sagu” di Jayapura, mengampanyekan konsumsi sagu sebagai makanan pokok yang menyehatkan. Sagu dipromosikan sebagai alternatif beras, namun tetap mempertahankan nilai budaya lokal, seperti olahan papeda dan sagu bakar.

Sekretaris Daerah Kabupaten Jayapura, Hana S Hikoyabi, mengungkapkan sagu mengandung indeks glikemik rendah sehingga cocok dikonsumsi penderita diabetes dan layak menjadi substitusi tepung terigu. “Kita sama-sama tahu sagu termasuk karbohidrat yang rendah gula,” katanya.

Pemerintah kabupaten juga aktif melibatkan perempuan dan UMKM dalam mengembangkan produk turunan sagu, seperti kue, es krim, dan camilan lainnya, guna meningkatkan nilai ekonomi keluarga.

Sinergi Pemda, BUMN, dan Swasta

Pengembangan sagu di Papua tak lepas dari sinergi lintas sektor. Bank Indonesia mendukung penuh pemanfaatan sagu sebagai alternatif beras impor, dengan menilai sagu berpotensi menekan inflasi karena kebutuhan beras di Papua hanya 4 persen dari total konsumsi.

Sementara itu, Perum Bulog didorong agar membeli sagu langsung di lokasi produksi, sehingga distribusi sagu nasional lebih efisien dan petani sagu mendapatkan harga yang layak.

Tantangan Infrastruktur dan Efisiensi Produksi

Meski potensinya besar, pengembangan industri sagu di Papua masih menghadapi berbagai tantangan, terutama pada infrastruktur dasar. Minimnya akses jalan, listrik, dan internet membuat biaya logistik tinggi. Hal ini berdampak pada ongkos produksi dan harga jual sagu di pasar.

Imam Wahyudi dari ANJ menyebutkan, saat ini industri sagu di Papua masih bergantung pada subsidi dari unit bisnis kelapa sawit. Ia menekankan perlunya dukungan pembangunan infrastruktur terpadu untuk menurunkan biaya produksi, sehingga sagu memiliki daya saing di pasar domestik dan ekspor.

Menuju Sagu Sebagai Komoditas Pangan Strategis Nasional

Sejumlah pihak mengusulkan agar sagu segera dimasukkan ke dalam daftar komoditas pangan strategis nasional. Targetnya, produksi sagu minimal 1 juta ton per tahun, dengan substitusi 10 persen bahan baku industri makanan berbasis tepung. Pemerintah pun didesak untuk memperkuat regulasi, memberikan insentif fiskal, serta mendukung program diversifikasi pangan.

Pelestarian Budaya dan Lingkungan

Pengembangan sagu di Papua tidak hanya fokus pada aspek ekonomi, tetapi juga pelestarian budaya dan lingkungan. Pemprov Papua menekankan pentingnya menjaga hutan gambut sebagai habitat sagu agar tidak dikonversi menjadi lahan sawit atau tambang. Gerakan ini juga diharapkan menjadi simbol identitas budaya Papua, yang mengembalikan kebiasaan makan sagu sebagai makanan pokok, bukan nasi impor.

Rencana Pengembangan Sagu Papua

AspekKondisi Saat IniRencana Pengembangan
InfrastrukturJalan, listrik, internet terbatasPembangunan lab riset, packaging SNI
PengolahanMasih tradisional dan kecilModernisasi UPH, industri rumah tangga
Konsumsi LokalPapeda, sagu bakarGerakan Colo Sagu, produk modern
EksporTerbatas, biaya logistik mahalEfisiensi biaya, riset pasar ekspor
Kebijakan PublikDidukung Otsus dan program makan gratisPenetapan pangan strategis nasional
Pelibatan UMKMKue, es krim, keripik saguPelatihan, sertifikasi, akses pasar

Dukungan Penuh dari Berbagai Pihak

Langkah Pemprov Papua dalam menjadikan sagu sebagai pangan strategis mendapat dukungan luas dari kementerian, lembaga keuangan, pelaku usaha, hingga masyarakat adat. Harapannya, sagu bisa berkontribusi pada program ketahanan pangan nasional sekaligus menggerakkan roda perekonomian lokal di Papua.

Ke depan, keseriusan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur, riset, regulasi, dan insentif bagi pelaku usaha sagu akan menjadi penentu keberhasilan transformasi ini. Jika berhasil, sagu tidak hanya akan menjadi alternatif karbohidrat sehat, tetapi juga memperkuat identitas kuliner Nusantara dengan mengedepankan pangan lokal yang ramah lingkungan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index