PROYEK TOL

Gejlig Susukan I di Sleman Tetap Efektif Pasca Pemindahan Akibat Proyek Tol

Gejlig Susukan I di Sleman Tetap Efektif Pasca Pemindahan Akibat Proyek Tol
Gejlig Susukan I di Sleman Tetap Efektif Pasca Pemindahan Akibat Proyek Tol

JAKARTA  — Pintu air atau gejlig di Susukan I, Kalurahan Margokaton, Kapanewon Seyegan, Sleman, menjadi perhatian setelah harus digeser beberapa meter lantaran terdampak pembangunan proyek strategis nasional Tol Jogja-Bawen. Gejlig ini berfungsi penting sebagai pengatur aliran air irigasi bagi persawahan di wilayah tersebut.

Sejarah dan Fungsi Gejlig Susukan I

Gejlig, sebuah pintu air tradisional yang biasa ditemukan pada saluran irigasi persawahan, menjadi elemen vital dalam sistem pengairan lahan pertanian di Sleman. Salah seorang warga setempat, Ponardi, memperkirakan gejlig Susukan I telah ada sejak sebelum tahun 1945. “Kalau bentuknya sudah berubah berapa kali, saya enggak tahu,” ujarnya.

Gejlig Susukan I yang ada saat ini merupakan versi terbaru yang dibangun kembali sekitar tiga bulan lalu oleh pihak pengelola proyek Tol Jogja-Bawen. “Ini gejlignya masih baru sekali. Sekitar tiga bulanan. Dibangun oleh pihak tol,” kata Ponardi.

Fungsi gejlig ini adalah mengatur distribusi air dari dua sumber utama, yaitu Selokan Mataram dan Bendung Gayam. Air yang dialirkan kemudian disalurkan ke persawahan di sekitar Kapanewon Seyegan. Dengan mekanisme sederhana, pintu air ini bisa dibuka dan ditutup secara manual dengan memutar tuas menggunakan tangan tanpa alat khusus.

Dampak Proyek Tol Jogja-Bawen terhadap Gejlig

Pembangunan Tol Jogja-Bawen merupakan salah satu proyek infrastruktur utama yang menghubungkan berbagai wilayah di Yogyakarta dan sekitarnya. Namun, proyek ini juga memberikan dampak pada fasilitas-fasilitas tradisional, salah satunya gejlig di Susukan I.

Untuk mengakomodasi pembangunan tol, gejlig tersebut harus digeser beberapa meter dari posisi awalnya agar proyek dapat berjalan tanpa mengganggu sistem irigasi secara keseluruhan. Menurut Ponardi, pergeseran ini sudah diatasi dengan membangun ulang gejlig di lokasi baru yang masih dapat berfungsi optimal.

“Kami harap perubahan ini tidak mengurangi kemampuan gejlig dalam mengatur air,” tambah Ponardi.

Pengelolaan dan Peran Warga dalam Sistem Irigasi

Dulu, pengelolaan gejlig dilakukan oleh petugas khusus dari dinas pengairan yang bertugas mengawasi dan mengatur aliran air secara profesional. Namun kini, peran tersebut diambil alih oleh para petani setempat secara mandiri.

“Dulu ada penjaga, tapi sekarang sudah tidak ada. Petani sendiri yang mengatur kapan membuka dan menutup pintu air,” jelas Ponardi. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada persaingan atau perebutan air di antara warga karena mereka sudah terbiasa menjaga keharmonisan dalam pengelolaan air.

Selain pengelolaan operasional, warga juga melakukan perawatan secara gotong royong terhadap gejlig dan saluran irigasi. Mulai dari membersihkan saluran yang tersumbat hingga memperbaiki kerusakan pintu air dilakukan bersama-sama, meski sumber daya yang dimiliki terbatas.

Banyak Gejlig di Wilayah Seyegan

Selain Gejlig Susukan I, wilayah Kapanewon Seyegan memiliki banyak pintu air serupa yang tersebar di berbagai titik persawahan. Gejlig biasanya dipasang di persimpangan saluran irigasi untuk membagi aliran air ke beberapa area berbeda.

Ponardi menyebut pintu air pembagi ini dengan istilah lokal “tetek”. “Pintu bagi ini kalau saya nyebutnya tetek,” ujarnya. Peran gejlig jenis ini sangat penting dalam menjaga distribusi air agar merata dan tidak terjadi kekeringan di area tertentu.

Tantangan dan Harapan di Tengah Modernisasi Infrastruktur

Pergeseran gejlig sebagai dampak proyek Tol Jogja-Bawen merupakan contoh nyata tantangan yang dihadapi dalam menyeimbangkan pembangunan infrastruktur modern dengan kelestarian sistem irigasi tradisional yang selama ini menjadi penopang utama bagi petani.

Namun, proses ini juga menunjukkan bagaimana pemerintah dan masyarakat dapat berkolaborasi untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan. Pembangunan infrastruktur tetap berjalan, sementara fungsi gejlig sebagai pengatur air tetap terjaga.

“Semua ini penting agar petani tetap bisa mengandalkan air irigasi dengan baik, meskipun ada pembangunan jalan tol,” kata Ponardi.

Gejlig Susukan I di Seyegan Sleman adalah contoh nyata bagaimana sistem irigasi tradisional yang berusia puluhan tahun masih berperan penting dalam mendukung pertanian lokal. Dengan adanya proyek besar seperti Tol Jogja-Bawen, penyesuaian seperti pergeseran pintu air menjadi hal yang tak terhindarkan, namun tetap harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengganggu pasokan air.

Peran aktif warga dalam mengelola dan merawat gejlig secara gotong royong menjadi kunci keberlangsungan sistem irigasi ini. Sinergi antara pembangunan infrastruktur modern dan pemeliharaan tradisi lokal menjadi kunci utama dalam menjaga keberlanjutan pertanian sekaligus mendukung kemajuan wilayah.

Dengan pengelolaan yang baik dan perhatian serius dari semua pihak, harapan besar bagi para petani di Seyegan tetap terpenuhi: yaitu akses air yang cukup untuk lahan pertanian mereka dan kemajuan pembangunan yang tidak mengorbankan kebutuhan dasar masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index