JAKARTA - Depresiasi rupiah yang terus berlanjut memunculkan risiko bagi industri perbankan di Indonesia. Meskipun kondisi saat ini masih terkendali, bank-bank di Tanah Air diminta untuk lebih waspada dan mengantisipasi potensi dampak dengan melakukan berbagai langkah mitigasi risiko, termasuk uji stres.
Risiko Meningkat Seiring Tekanan Global
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyampaikan bahwa pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa semakin memburuk akibat kebijakan perdagangan global yang agresif, terutama dari AS. Hal ini berdampak langsung pada sentimen pasar dan meningkatkan risiko terhadap sektor keuangan nasional.
"Pelemahan rupiah yang tajam bisa memicu beberapa dampak negatif bagi industri perbankan, terutama melalui jalur risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas," kata Josua saat dihubungi dari Jakarta, Jumat 4 April 2025.
Ia menambahkan bahwa kebijakan moneter ketat yang diterapkan oleh bank sentral AS, The Federal Reserve, turut memperburuk situasi dengan mendorong aliran modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Akibatnya, rupiah tertekan dan berimbas pada stabilitas sektor perbankan.
Dampak Depresiasi Rupiah pada Perbankan
Menurut analisis perbankan, pelemahan rupiah yang signifikan dapat meningkatkan risiko kredit bagi perbankan. Ini terutama terjadi pada sektor-sektor yang memiliki utang dalam mata uang asing, karena beban pembayaran akan meningkat seiring depresiasi rupiah. Selain itu, volatilitas nilai tukar juga dapat mengganggu pasar keuangan dan menimbulkan tekanan pada likuiditas bank.
Data Bloomberg menunjukkan bahwa pada perdagangan spot Jumat 4 April 2025, rupiah dibuka di level Rp16.660 per dolar AS, menguat 0,66 persen dibandingkan pembukaan hari sebelumnya. Namun, secara keseluruhan, mata uang Garuda telah melemah 3,27 persen sejak awal tahun.
Melemahnya rupiah juga berpotensi meningkatkan biaya operasional bagi bank yang memiliki eksposur terhadap pinjaman dalam valuta asing. Selain itu, dampak depresiasi dapat berimbas pada nasabah yang memiliki pinjaman dalam dolar AS, sehingga memperbesar risiko gagal bayar.
Upaya Perbankan Menghadapi Tekanan Rupiah
Untuk menghadapi tantangan ini, bank-bank nasional disarankan untuk meningkatkan pengelolaan risiko valuta asing dengan lebih ketat. Josua Pardede menekankan pentingnya strategi lindung nilai (hedging) guna mengurangi potensi kerugian akibat fluktuasi nilai tukar.
"Perbankan perlu lebih agresif dalam menerapkan kebijakan hedging agar dapat menekan dampak negatif pelemahan rupiah. Selain itu, bank juga harus memperkuat manajemen risiko likuiditas untuk mengantisipasi volatilitas pasar keuangan," jelas Josua.
Selain strategi hedging, perbankan juga diharapkan dapat melakukan diversifikasi portofolio aset serta memperkuat cadangan devisa guna menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga diharapkan terus melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menjaga stabilitas rupiah dan memberikan kepastian bagi dunia usaha serta sektor keuangan.
Intervensi Bank Indonesia dan Prediksi ke Depan
Sejauh ini, Bank Indonesia telah melakukan berbagai langkah intervensi guna menstabilkan nilai tukar rupiah, termasuk meningkatkan suku bunga acuan dan melakukan operasi moneter di pasar valuta asing. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan memastikan kondisi perbankan tetap solid dalam menghadapi tekanan global.
Meski demikian, Josua Pardede memperkirakan bahwa tekanan terhadap rupiah masih berpotensi berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. "Jika kebijakan moneter AS masih agresif dan ketidakpastian global terus meningkat, rupiah bisa mengalami tekanan lebih lanjut. Oleh karena itu, perbankan harus semakin memperkuat strategi mitigasi risiko," ujarnya.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan pelemahan nilai tukar rupiah, industri perbankan diharapkan dapat tetap menjaga stabilitas dengan menerapkan manajemen risiko yang baik serta memperkuat strategi keuangan agar tidak terdampak signifikan oleh fluktuasi mata uang.
Dengan langkah-langkah mitigasi yang tepat dan dukungan dari pemerintah serta regulator keuangan, sektor perbankan nasional diharapkan mampu menghadapi tantangan ini dan tetap menjadi pilar utama dalam perekonomian Indonesia.