BPJS Kesehatan 2026: Ada Rencana Kenaikan Iuran?

Rabu, 20 Agustus 2025 | 07:37:28 WIB
BPJS Kesehatan 2026: Ada Rencana Kenaikan Iuran?

JAKARTA - Wacana mengenai potensi kenaikan iuran BPJS Kesehatan kembali mencuat menjelang tahun anggaran 2026. Isu ini bukan tanpa alasan, mengingat program jaminan kesehatan nasional tersebut menghadapi tantangan serius dari sisi pendanaan. Meskipun keputusan final ada di tangan pemerintah, sinyal adanya penyesuaian tarif iuran sudah mulai terlihat dari sejumlah pernyataan pejabat hingga dokumen resmi RAPBN 2026.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan bahwa pihaknya bukanlah pengambil keputusan terkait tarif iuran. BPJS Kesehatan, kata dia, hanya menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. “Namanya skenario, ya ada penyesuaian [tarif] sekian apa ini. Tetapi kan ini bukan pengambilan keputusan dan BPJS tidak mengambil keputusan itu,” ujar Ghufron.

Tantangan Defisit dan Beban Pembiayaan

Perbincangan soal kenaikan iuran makin menguat setelah laporan menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar Rp9,56 triliun sepanjang 2024. Kondisi ini tentu menimbulkan kekhawatiran, mengingat keberlangsungan program jaminan kesehatan yang menyasar seluruh lapisan masyarakat sangat bergantung pada stabilitas keuangan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahkan sejak Februari 2025 sudah mengingatkan perlunya langkah realistis untuk mencegah defisit yang lebih besar. Ia mengungkapkan bahwa dalam lima tahun terakhir, tarif iuran BPJS tidak pernah mengalami penyesuaian, padahal biaya kesehatan meningkat setiap tahun.

“Ini memang bukan sesuai yang populer, tapi somebody harus ngomong itu. Kalau enggak, nanti di ujung-ujungnya [defisit] meledak, kaget, bahaya. Lebih baik kita jujur, bilang dengan kenaikan [inflasi] kesehatan 10-15 persen pertahun, sedangkan tarif BPJS enggak naik 5 tahun, itu kan enggak mungkin, jadi harus naik,” tegasnya.

Pernyataan itu menunjukkan adanya urgensi untuk menyeimbangkan antara biaya layanan kesehatan yang semakin mahal dan iuran yang relatif stagnan.

Indikasi dari RAPBN 2026

Tanda-tanda adanya penyesuaian iuran juga termuat dalam Buku Nota Keuangan II RAPBN 2026. Pemerintah menyebutkan bahwa penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap, dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat sekaligus kondisi fiskal negara.

“Penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” demikian bunyi keterangan dalam dokumen tersebut.

Langkah ini dinilai penting karena data terbaru menunjukkan tren penurunan aset Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan. Bahkan, rasio klaim pada semester pertama 2025 tercatat meningkat dibanding periode sebelumnya. Jika tren ini berlanjut, ketahanan dana jaminan berpotensi terganggu di tahun-tahun mendatang.

Skema Iuran yang Berlaku Saat Ini

Hingga kini, dasar penetapan iuran BPJS Kesehatan masih merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam peraturan tersebut, iuran peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) serta Bukan Pekerja (BP) dibagi menjadi tiga kelas:

Kelas I: Rp150.000 per orang per bulan

Kelas II: Rp100.000 per orang per bulan

Kelas III: Rp35.000 per orang per bulan

Sementara itu, bagi pekerja penerima upah (PPU) atau karyawan, iuran ditetapkan sebesar 5 persen dari gaji bulanan. Dari jumlah tersebut, 1 persen ditanggung oleh pekerja, sedangkan 4 persen sisanya dibayar oleh pemberi kerja atau perusahaan.

Untuk kelompok masyarakat kurang mampu yang tergolong sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI), pemerintah menanggung penuh kewajiban iuran sebesar Rp42.000 per bulan. Dengan demikian, peserta PBI bisa tetap mengakses layanan kesehatan tanpa harus membayar iuran pribadi.

Menimbang Daya Beli dan Akses Kesehatan

Kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan tentu bukan keputusan yang sederhana. Pemerintah harus menimbang kondisi perekonomian masyarakat, terutama pasca pandemi dan tekanan inflasi yang masih membayangi. Di satu sisi, penyesuaian tarif diperlukan untuk menjaga keberlanjutan program dan menghindari defisit semakin besar. Namun di sisi lain, kenaikan iuran berpotensi membebani masyarakat kelas menengah ke bawah.

Ali Ghufron menegaskan, apapun skenario yang diputuskan, BPJS Kesehatan akan menjalankan arahan pemerintah sepenuhnya. Ia juga menyebutkan bahwa berbagai pembahasan mengenai skenario tarif terus dilakukan secara mendalam bersama kementerian terkait.

Menunggu Keputusan Pemerintah

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, publik kini tinggal menanti kepastian dari pemerintah terkait iuran BPJS Kesehatan pada 2026. Apakah tarif akan benar-benar dinaikkan, ataukah tetap dipertahankan dengan strategi pendanaan lain, masih harus menunggu keputusan resmi.

Yang jelas, fakta adanya defisit dan tren kenaikan biaya kesehatan menjadi dasar kuat perlunya langkah antisipatif. Sebagaimana ditegaskan Menkes, lebih baik jujur pada kondisi riil ketimbang menunda hingga risiko defisit meledak.

Bagi masyarakat, isu ini menjadi penting karena menyangkut langsung pada akses layanan kesehatan yang terjangkau dan berkelanjutan. Pada akhirnya, keseimbangan antara kemampuan fiskal negara, daya beli peserta, serta kebutuhan pembiayaan layanan kesehatan akan menjadi kunci dalam menentukan arah kebijakan iuran BPJS Kesehatan tahun depan.

Terkini

Harga BBM Pertamina 20 Agustus 2025: Pertamax Turun Lagi

Rabu, 20 Agustus 2025 | 12:11:51 WIB

Subsidi LPG 3 Kg, Menuju Tepat Sasaran

Rabu, 20 Agustus 2025 | 12:18:06 WIB

Harga Listrik PLN Tidak Naik di Agustus 2025

Rabu, 20 Agustus 2025 | 12:22:09 WIB

Rumah Murah Terjangkau Kuningan Mulai Rp160 Jutaan

Rabu, 20 Agustus 2025 | 12:28:09 WIB