JAKARTA - Alih-alih menunggu gejala memburuk, pendekatan proaktif kini menjadi andalan pemerintah dalam menghadapi tuberkulosis (TBC), salah satu penyakit menular mematikan di Indonesia. Pemerintah mengubah strategi penanganan menjadi lebih agresif, menargetkan penurunan 50% kasus TBC secara nasional pada tahun 2030.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk mengendalikan TBC yang masih menjadi beban kesehatan masyarakat. Indonesia saat ini menempati peringkat kedua terbanyak di dunia dalam hal jumlah kasus TBC, berada tepat di bawah India.
"Posisi ini sebelumnya ditempati oleh Tiongkok. Namun mereka berhasil menurunkan angka kasus secara signifikan," ujar Dante.
Kondisi tersebut mendorong Kementerian Kesehatan untuk menggelar serangkaian strategi cepat (quick win), dengan fokus utama pada deteksi dini, pelaporan kasus (notifikasi), serta pemberian pengobatan yang menyeluruh bagi penderita. Strategi ini diharapkan menjadi titik balik dalam upaya pengurangan kasus TBC di Indonesia.
“Kita menargetkan penurunan 50% kasus TBC pada 2030. Pemerintah optimis target ini bisa dicapai dengan sinergi berbagai pihak,” jelas Dante.
Kolaborasi Lintas Sektor
Kesuksesan strategi ini sangat bergantung pada sinergi antarinstansi dan sektor. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan tidak hanya melibatkan pemerintah pusat dan daerah, tetapi juga menggandeng institusi pendidikan tinggi serta pihak-pihak lain yang relevan. Kolaborasi lintas sektor ini dinilai penting untuk mempercepat penanganan sekaligus memperluas jangkauan pelayanan TBC.
Salah satu langkah nyata dalam strategi ini adalah memperkuat deteksi aktif atau active case finding. Pemerintah meyakini bahwa banyak kasus TBC yang belum teridentifikasi dan berpotensi menyebar secara diam-diam di masyarakat.
“Dari 49 orang yang dilakukan X Yay, ditemukan 3 kasus TBC. Bayangkan jika tidak terdeteksi mereka bisa menularkan ke sekelilingnya,” kata Dante. Pernyataan ini menunjukkan pentingnya pendekatan preventif dibanding hanya menunggu pasien datang dengan keluhan parah.
Pentingnya Peran Keluarga
Selain aspek teknis seperti deteksi dini dan pengobatan, edukasi masyarakat juga menjadi perhatian utama. Dante menyoroti peran keluarga sebagai lini pertama dalam pencegahan penularan TBC. Banyak kasus terjadi karena kurangnya kesadaran anggota keluarga terhadap risiko penularan dari satu individu ke individu lain.
“Kita ingin memutus mata rantai penularan di rumah tangga dan lingkungan terdekat,” tegasnya.
Langkah ini dinilai strategis mengingat sebagian besar penularan terjadi di lingkungan tempat tinggal. Edukasi yang menyasar rumah tangga diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran kolektif dan memperkuat upaya pencegahan.
Bagian dari Program Transformasi Layanan Kesehatan
Program skrining TBC gratis yang kini marak digelar di berbagai daerah merupakan bagian dari pelaksanaan Program Quick Win Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam agenda transformasi layanan kesehatan.
Dengan program ini, masyarakat bisa mengakses layanan pemeriksaan TBC secara lebih mudah dan cepat, sehingga deteksi bisa dilakukan sejak dini. Langkah ini memperbesar peluang penyembuhan dan mengurangi risiko penularan.
Perhatian khusus juga diberikan kepada wilayah-wilayah yang tergolong endemis tinggi, termasuk di Provinsi Maluku Utara. Salah satu kota yang menjadi fokus adalah Ternate, yang diketahui menyumbang hampir separuh dari jumlah kasus TBC di provinsi tersebut.
“Kita harus mulai sekarang agar target 2030 tercapai, bahkan membebaskan Indonesia dari TBC,” ujar Dante penuh optimisme.
Ternate Jadi Prioritas
Data Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa Kota Ternate menyumbang sekitar 50% notifikasi kasus TBC di Maluku Utara. Fakta ini menjadikan wilayah tersebut sebagai titik prioritas dalam percepatan penanganan TBC. Selain upaya skrining aktif, perhatian juga diarahkan pada penguatan kapasitas layanan pengobatan dan pengawasan di daerah tersebut.
Langkah-langkah ini diyakini bisa menjadi model dalam memperluas strategi serupa di wilayah lain yang memiliki tantangan serupa. Penerapan berbasis wilayah memungkinkan intervensi yang lebih tepat sasaran.
Optimisme Pemerintah
Meski tantangan besar membentang, pemerintah tetap optimis bahwa target penurunan 50% kasus TBC pada 2030 bisa dicapai. Kuncinya terletak pada konsistensi pelaksanaan program, keterlibatan lintas sektor, serta kesadaran masyarakat untuk lebih aktif melakukan pemeriksaan dini.
Dengan dorongan dari pemerintah pusat, dukungan daerah, serta partisipasi masyarakat, mimpi Indonesia bebas TBC bukanlah hal yang mustahil. Seperti yang telah dibuktikan Tiongkok, penanganan yang serius dan terkoordinasi mampu mengubah posisi suatu negara dalam peta penyakit global.