JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas fiskal dan mendongkrak penerimaan negara. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah dengan meningkatkan target penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menaikkan target penerimaan bea dan cukai tahun 2025 menjadi Rp303,19 triliun.
Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 tentang Rincian APBN 2025, yang dirilis baru-baru ini. Kenaikan target ini mencerminkan optimisme pemerintah terhadap kinerja ekonomi nasional yang diproyeksikan terus membaik, meskipun diwarnai tantangan global.
“Dengan dukungan pertumbuhan ekonomi yang solid, kita berharap penerimaan bea dan cukai dapat memberikan kontribusi signifikan pada APBN,” tegas Sri Mulyani.
Rincian Target dan Kontribusi Bea Cukai
Target baru penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp303,19 triliun ini meningkat dibandingkan target yang ditetapkan pada APBN 2024 sebesar Rp298,47 triliun. Jika dilihat lebih rinci, target tersebut terdiri atas penerimaan bea masuk sebesar Rp43,07 triliun, bea keluar Rp7,46 triliun, dan cukai Rp252,65 triliun.
Penerimaan cukai, khususnya dari produk hasil tembakau, diperkirakan tetap mendominasi kontribusi total penerimaan sektor ini. Di samping itu, pemerintah juga menaruh harapan pada optimalisasi bea masuk, terutama dari barang-barang impor yang diperkirakan akan meningkat seiring aktivitas perdagangan internasional yang kembali pulih.
Kinerja Bea Cukai yang Jadi Landasan Optimisme
Kinerja positif Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada semester I/2025 menjadi salah satu dasar keyakinan Sri Mulyani menaikkan target penerimaan. Hingga Juni 2025, realisasi penerimaan bea cukai tercatat sudah mencapai Rp150,85 triliun atau 49,8% dari target APBN. Angka ini menunjukkan tren yang stabil dan konsisten dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, berbagai kebijakan reformasi birokrasi, penyederhanaan layanan, dan digitalisasi di lingkungan bea cukai juga dinilai mampu meningkatkan efisiensi, memperkecil potensi kebocoran penerimaan, serta memperkuat pengawasan terhadap peredaran barang ilegal.
Fokus Pengawasan dan Penegakan Hukum
Menteri Keuangan menekankan, di tengah upaya peningkatan penerimaan, aspek pengawasan dan penegakan hukum tidak boleh diabaikan. Pemerintah terus memperkuat sinergi dengan aparat penegak hukum untuk menekan peredaran barang ilegal, terutama di sektor hasil tembakau, minuman beralkohol, dan barang-barang lain yang menjadi objek cukai.
“Pengawasan harus diperkuat, sebab barang ilegal bukan hanya merugikan negara dari sisi penerimaan, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat dan merusak pasar yang seharusnya fair bagi pelaku usaha yang taat aturan,” jelas Sri Mulyani.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, sepanjang Januari–Juni 2025, Ditjen Bea dan Cukai telah berhasil menindak lebih dari 6.000 kasus pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai. Barang-barang hasil penindakan bernilai miliaran rupiah ini telah disita sebagai bentuk komitmen pemerintah memberantas praktik ilegal.
Kebijakan Tarif dan Insentif di 2025
Sri Mulyani juga memastikan kebijakan tarif kepabeanan dan cukai akan tetap adaptif terhadap dinamika ekonomi, termasuk mendukung agenda hilirisasi industri. Penerapan tarif bea keluar pada sejumlah komoditas strategis, seperti mineral hasil tambang, dipertahankan sebagai instrumen untuk mendorong nilai tambah di dalam negeri.
Sementara itu, pemerintah tetap membuka ruang insentif fiskal di bidang kepabeanan bagi sektor-sektor prioritas yang mendukung penguatan ekonomi nasional, seperti industri padat karya, kendaraan listrik, dan proyek strategis nasional lainnya.
Kontribusi Strategis Bagi APBN dan Pembangunan
Secara historis, penerimaan dari bea dan cukai telah menjadi salah satu pilar penting dalam struktur APBN. Pada 2024, sektor ini menyumbang lebih dari 13% total penerimaan negara. Dengan target yang naik di 2025, pemerintah berharap kontribusi sektor kepabeanan dan cukai tidak hanya mendongkrak penerimaan, tetapi juga mendukung pengendalian konsumsi barang tertentu yang berdampak negatif pada kesehatan masyarakat, seperti rokok dan minuman beralkohol.
Selain itu, penerimaan ini juga akan digunakan untuk mendanai program-program strategis nasional, mulai dari pembangunan infrastruktur, kesehatan, hingga pendidikan.
Pesan Sri Mulyani untuk Jajaran Bea Cukai
Sri Mulyani mengingatkan seluruh pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk tetap mengedepankan profesionalisme dan integritas dalam menjalankan tugas. Menurutnya, penerimaan negara yang optimal hanya bisa dicapai dengan kerja keras, sinergi, dan pelayanan yang semakin baik kepada para pelaku usaha.
“Kita tidak hanya bertanggung jawab pada penerimaan, tetapi juga menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik. Setiap petugas bea cukai harus bekerja dengan semangat melayani, bukan sekadar menagih,” pungkasnya.
Tantangan Global dan Prospek Ekonomi
Meskipun optimis, pemerintah tetap mewaspadai ketidakpastian ekonomi global yang bisa berdampak pada aktivitas perdagangan internasional. Gejolak harga komoditas, fluktuasi nilai tukar, serta potensi perlambatan ekonomi mitra dagang utama menjadi risiko yang harus diantisipasi.
Namun, berbagai indikator domestik seperti stabilitas inflasi, konsumsi rumah tangga yang terjaga, dan investasi yang menunjukkan tren positif menjadi penopang prospek ekonomi nasional 2025.
Dengan sinergi kebijakan fiskal yang kuat, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,4%–5,8% pada 2025, yang diyakini akan memperkuat basis penerimaan bea dan cukai.