Dokter Ingatkan Bahaya Susu Berperisa bagi Gigi Anak

Selasa, 01 Juli 2025 | 10:33:30 WIB
Dokter Ingatkan Bahaya Susu Berperisa bagi Gigi Anak

JAKARTA - Kebiasaan memberikan susu berperisa kepada anak kerap dianggap solusi praktis untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian mereka. Rasa yang lezat dan kemasan yang menarik membuat susu berperisa menjadi favorit banyak keluarga. Namun, di balik kemudahan tersebut, diam-diam terdapat risiko serius yang mengancam kesehatan gigi anak.

Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Bingah Fitri Melati, mengungkapkan bahwa kandungan gula dalam susu berperisa ternyata sangat tinggi. “Gula dalam susu kemasan bisa menyumbang 30-50 persen dari rekomendasi asupan gula harian anak, yaitu sekitar 25 gram menurut Kementerian Kesehatan,” ungkap Bingah.

Menurutnya, jika orang tua tidak menyadari hal ini, anak bisa mengonsumsi gula secara berlebihan hanya dari satu botol susu berperisa. Asupan gula berlebih inilah yang kemudian meningkatkan risiko kerusakan gigi pada anak, terutama jika dikonsumsi secara rutin.

Selain kadar gula, Bingah juga menekankan pentingnya memperhatikan waktu anak mengonsumsi susu. Kebiasaan minum susu sebelum tidur tanpa dibarengi menyikat gigi menjadi salah satu penyebab utama rusaknya gigi anak. Pasalnya, sisa gula dari susu yang menempel di permukaan gigi akan bertahan selama anak tidur.

"Apalagi jika anak minum susu menggunakan dot. Ini membuat susu lebih lama menempel pada gigi depan bagian atas. Untuk anak di atas usia 1 tahun, sebaiknya minum susu menggunakan gelas atau sedotan," terangnya.

Ia menambahkan, penggunaan dot memang praktis, tetapi berisiko besar pada kesehatan gigi. Gula yang bertahan lama di rongga mulut akan difermentasi oleh bakteri, menghasilkan asam yang mengikis lapisan email gigi. Lama-kelamaan, gigi anak akan berlubang, bahkan bisa menyebabkan rasa sakit yang mengganggu makan dan tumbuh kembang mereka.

Menurut Bingah, orang tua perlu mengubah kebiasaan dengan membiasakan anak untuk menyikat gigi atau setidaknya berkumur setelah minum susu, khususnya sebelum tidur. "Dengan begitu, sisa gula tidak akan menempel terlalu lama dan risiko gigi berlubang dapat dikurangi," jelas dokter spesialis kedokteran gigi anak lulusan Unair ini.

Selain itu, ia menyarankan orang tua agar lebih selektif memilih produk susu untuk anak. Sebisa mungkin, pilih produk yang memiliki kadar gula rendah atau tanpa tambahan gula. Bingah menegaskan, susu tetap bermanfaat untuk mendukung tumbuh kembang anak jika dikonsumsi dengan cara yang benar. “Dengan langkah pencegahan yang tepat, manfaat susu tetap bisa diperoleh tanpa mengorbankan kesehatan gigi anak,” tegasnya.

Fenomena meningkatnya kasus kerusakan gigi pada anak akibat konsumsi susu berperisa sejalan dengan data Kementerian Kesehatan, yang menyebutkan bahwa angka kejadian karies gigi pada anak Indonesia masih sangat tinggi. Banyak kasus ditemukan pada anak-anak berusia di bawah 6 tahun, terutama pada gigi depan, yang kerap disebut sebagai "baby bottle tooth decay" atau kerusakan gigi akibat penggunaan dot.

Karies gigi pada anak tidak hanya berdampak pada estetika, tetapi juga kesehatan secara menyeluruh. Gigi yang berlubang dapat menyebabkan rasa sakit, infeksi, sulit makan, gangguan bicara, hingga berpengaruh pada kepercayaan diri anak. Karena itu, kesadaran orang tua dalam mengatur pola konsumsi susu sangat penting.

Selain menjaga kebersihan gigi anak setelah minum susu, orang tua juga disarankan untuk rutin membawa anak ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali. Pemeriksaan rutin ini bermanfaat untuk mendeteksi dini adanya karies atau masalah gigi lainnya, sehingga dapat segera ditangani sebelum menjadi parah.

Bingah juga mengingatkan bahwa meskipun susu merupakan sumber nutrisi penting, namun konsumsi gula tambahan yang tinggi dalam susu berperisa harus menjadi perhatian serius. Anak-anak yang terbiasa mengonsumsi makanan atau minuman manis juga cenderung mengalami kebiasaan pola makan kurang sehat hingga dewasa, yang pada akhirnya berkontribusi pada risiko penyakit lain seperti obesitas dan diabetes.

Menurut Bingah, para orang tua sebaiknya mulai membiasakan anak dengan rasa susu yang natural atau susu tanpa rasa. Jika anak menolak karena terbiasa dengan rasa manis, orang tua dapat mengurangi intensitas pemberian susu berperisa secara bertahap, sambil mengedukasi anak mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi.

Kunci utama, tambah Bingah, adalah mendampingi anak dengan contoh kebiasaan baik. Orang tua harus konsisten menyikat gigi bersama anak, memilih makanan rendah gula, serta tidak memberikan dot dengan susu manis saat anak akan tidur. Dengan begitu, kesehatan gigi anak bisa terjaga, dan manfaat susu tetap maksimal.

Melalui langkah-langkah sederhana ini, orang tua dapat membantu meminimalkan risiko kesehatan yang mengintai di balik susu berperisa. Anak-anak tetap dapat menikmati manfaat susu untuk pertumbuhan mereka, tanpa harus menghadapi masalah gigi yang merugikan di kemudian hari.

Terkini