JAKARTA - Pemerintah Indonesia resmi menunjuk konsorsium asal Tiongkok, Huayou, untuk melanjutkan megaproyek pembangunan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia, menggantikan posisi sebelumnya yang ditempati oleh LG Energy Solution. Keputusan strategis ini disampaikan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Republik Indonesia.
“Alhamdulillah sudah diputuskan oleh Bapak Presiden. Sekarang sudah dilakukan konsorsium Huayou dan ini tidak ada masalah lagi. Groundbreaking sudah siap dilakukan,” ujar Bahlil kepada awak media di Jakarta, Kamis (22/5), usai mengikuti rapat terbatas di Istana Kepresidenan.
Langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk mempercepat hilirisasi industri nikel dan mendukung ekosistem kendaraan listrik (EV) yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Nilai investasi yang dikucurkan untuk proyek ini mencapai 9,8 miliar dolar AS, setara dengan lebih dari Rp165 triliun, menjadikannya salah satu proyek strategis terbesar di sektor energi dan industri hijau di Tanah Air.
Struktur Kepemilikan Berbasis Nasional
Dalam proyek ini, pemerintah memastikan peran strategis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pengendali utama di sektor hulu. Bahlil menyebut bahwa BUMN akan memegang saham mayoritas sebesar 51 persen di sektor hulu sebagai bentuk penguasaan sumber daya nasional.
Sedangkan untuk sektor hilir dan tahap joint venture (JV) selanjutnya, BUMN saat ini memiliki porsi 30 persen. Namun pemerintah sedang mengupayakan peningkatan kepemilikan nasional, salah satunya melalui partisipasi Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
“Kita upayakan untuk ada kenaikan. Arahan Bapak Presiden adalah agar kepemilikan bisa mencapai di atas 40 hingga 50 persen. Tapi semua itu masih dalam proses negosiasi,” kata Bahlil menegaskan.
Target Produksi Baterai Hingga 30 GWh
Proyek ini menargetkan pembangunan fasilitas industri baterai kendaraan listrik dengan kapasitas produksi hingga 30 gigawatt hour (GWh). Dari total kapasitas tersebut, LG sebelumnya telah merealisasikan kapasitas awal sebesar 10 GWh.
Sisa 20 GWh akan menjadi tanggung jawab Huayou sebagai mitra baru pemerintah dalam proyek ini. Hingga kini, investasi yang telah terealisasi sebesar 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp20,2 triliun. Sementara sisanya, yakni sekitar 8,6 miliar dolar AS atau Rp145,2 triliun, akan dilanjutkan melalui partisipasi Huayou.
Keberhasilan proyek ini akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat produksi baterai EV terbesar di Asia Tenggara, bahkan dunia, mengingat potensi nikel dan bahan baku lainnya yang melimpah di tanah air.
Huayou Dianggap Lebih Siap Secara Teknologi
Menurut Bahlil, penggantian mitra dari LG ke Huayou dilakukan berdasarkan pertimbangan teknis dan kesiapan investasi. Ia menyebut, negosiasi dengan pihak LG berjalan terlalu lama dan stagnan, sedangkan Huayou dinilai lebih siap baik dari sisi teknologi maupun komitmen investasi.
“Kita butuh mitra yang bisa bekerja cepat, punya teknologi, dan punya kesiapan pendanaan. Huayou menunjukkan itu semua. Tidak hanya siap, mereka juga sudah memulai tahap teknis lapangan,” jelasnya.
Keputusan ini menandai arah baru bagi kebijakan investasi di sektor energi baru dan terbarukan di Indonesia. Pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh proses investasi berjalan efektif, efisien, dan memberikan nilai tambah maksimal bagi negara.
Dorong Pengurangan Impor dan Transisi Energi
Proyek industri baterai EV ini juga merupakan langkah penting dalam mendukung transisi energi nasional dan pengurangan ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil. Dengan pengembangan industri baterai skala besar, Indonesia tidak hanya akan menjadi produsen kendaraan listrik dan komponennya, tetapi juga menghemat devisa dan memperkuat ketahanan energi nasional.
“Industri baterai adalah masa depan. Ini bukan hanya tentang investasi, tapi juga tentang transformasi ekonomi nasional menuju energi bersih dan berkelanjutan,” ujar Bahlil.
Pemerintah menargetkan agar proyek ini tidak hanya berdampak di sektor industri besar, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menumbuhkan industri penunjang seperti manufaktur, logistik, hingga UMKM lokal yang berperan dalam rantai pasok.
Komitmen Jangka Panjang dan Transfer Teknologi
Dalam perjanjian kerja sama, pemerintah memastikan adanya kewajiban transfer teknologi dan pelatihan tenaga kerja lokal sebagai bagian dari komitmen jangka panjang. Selain penguatan kapasitas industri nasional, hal ini juga diharapkan meningkatkan kualitas SDM Indonesia di bidang teknologi tinggi.
Ke depan, pengembangan teknologi penyimpanan energi berbasis baterai juga akan menjadi bagian dari roadmap besar Indonesia menuju net zero emission (NZE) tahun 2060.
Pemerintah berharap proyek ini akan mendorong ekosistem industri berbasis green energy semakin berkembang, serta mendorong lebih banyak investor global untuk bermitra dengan Indonesia dalam proyek-proyek berkelanjutan.
Peluang Besar Indonesia Jadi Pemain Global
Masuknya Huayou dalam proyek baterai kendaraan listrik menjadi babak baru dalam pengembangan industri energi masa depan Indonesia. Dengan dukungan penuh dari Presiden dan kerja sama erat dengan BUMN serta investor global, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pemain utama dalam industri baterai dan kendaraan listrik dunia.
Dengan potensi sumber daya alam yang besar, kesiapan infrastruktur, dan dorongan kebijakan yang progresif, proyek ini menjadi simbol bahwa transformasi energi Indonesia bukan lagi mimpi, melainkan kenyataan yang segera diwujudkan.