JAKARTA - Pada Rabu, 7 Mei 2025, pasar saham Asia menunjukkan penguatan yang signifikan, didorong oleh optimisme investor terhadap potensi perbaikan hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta langkah stimulus ekonomi dari pemerintah Tiongkok.
Penguatan Bursa Asia
Indeks saham di berbagai negara Asia mengalami kenaikan. Di Filipina, indeks saham naik sebesar 1,2%, sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia menguat 1%. Di Korea Selatan, indeks saham meningkat 0,3%. Penguatan ini mencerminkan sentimen positif investor terhadap kemungkinan meredanya ketegangan dagang antara AS dan China.
Harapan Perbaikan Hubungan Dagang AS-China
Optimisme pasar didorong oleh pernyataan Presiden AS, Donald Trump, yang menyatakan bahwa China ingin menegosiasikan kesepakatan dagang untuk mengakhiri tarif balasan. Trump menambahkan bahwa pertemuan antara pemimpin kedua negara akan terjadi "pada waktu yang tepat".
Sementara itu, Kementerian Perdagangan China menyatakan bahwa AS telah berulang kali menunjukkan kesediaannya untuk bernegosiasi terkait tarif. Beijing juga menegaskan bahwa pintu dialog tetap terbuka. Pernyataan ini memberikan angin segar bagi pasar yang sebelumnya tertekan akibat ketegangan perang dagang.
Langkah Stimulus Ekonomi Tiongkok
Bank Sentral China (People's Bank of China/PBOC) mengumumkan penurunan rasio giro wajib minimum (GWM) perbankan sebesar 50 basis poin. Langkah ini diperkirakan akan menyuntikkan likuiditas sekitar 1 triliun yuan ke sistem keuangan. Selain itu, PBOC juga menurunkan suku bunga reverse repo tenor tujuh hari sebesar 10 basis poin.
Langkah-langkah ini bertujuan untuk memperkuat penyesuaian kebijakan moneter guna menciptakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan ekonomi China yang stabil.
Pergerakan Mata Uang Regional
Mata uang regional bergerak stabil setelah tekanan penguatan dolar AS dalam beberapa hari terakhir. Won Korea Selatan menguat hingga 1,6% menjadi 1.379 per dolar AS, level terkuat sejak 29 November, seiring kembalinya pelaku pasar setelah libur panjang.
Sebelumnya, pasar mata uang Asia mengalami fluktuasi tajam, termasuk lonjakan dolar Taiwan sebesar 6% terhadap dolar AS dalam dua hari perdagangan terakhir—kenaikan dua hari terbesar dalam sejarah. Analis mengaitkan lonjakan ini dengan spekulasi seputar komitmen apresiasi mata uang dalam skenario negosiasi dagang AS, meski hal ini telah dibantah oleh bank sentral dan Presiden Taiwan.
Indeks dolar AS melanjutkan pelemahannya untuk hari keempat berturut-turut, diperdagangkan datar di level 99,54.
Pandangan Analis
Moh Siong Sim, ahli strategi mata uang di Bank of Singapore, menyatakan bahwa tren pelemahan dolar akhirnya mulai berdampak ke Asia. "Investor kini mulai mengelola eksposur dolar mereka yang overweight dan mencari aset lain," ujarnya.
Sim menambahkan bahwa prospek pasar Asia akan sangat bergantung pada perkembangan dari China. "Masih sulit melihat potensi apresiasi besar dari yuan selama tarif masih tinggi," jelasnya.
Perkembangan di India dan Inggris
Sementara itu, India dan Inggris resmi menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas. Perdana Menteri Narendra Modi menyebut bahwa kesepakatan ini mencakup juga perjanjian jaminan sosial, yang diyakini akan meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Namun, nilai tukar rupee India diperkirakan melemah pada pembukaan hari ini setelah aksi militer India terhadap Pakistan memicu peningkatan ketegangan lintas batas.
Kebijakan Moneter Global
Dari sisi kebijakan moneter, The Fed memulai rapat kebijakan dua hari. Ketua Jerome Powell diperkirakan mempertahankan suku bunga, sembari menunggu data tambahan sebelum mengambil langkah selanjutnya.
Sementara itu, bank sentral Malaysia diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan dalam rapat yang dijadwalkan pada Kamis, 8 Mei 2025.
Penguatan bursa Asia pada 7 Mei 2025 mencerminkan optimisme investor terhadap potensi perbaikan hubungan dagang antara AS dan China, serta langkah stimulus ekonomi dari pemerintah Tiongkok. Namun, pasar tetap mencermati perkembangan negosiasi dagang dan kebijakan moneter global yang dapat mempengaruhi sentimen investor ke depan.