JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi yang semakin pesat, khususnya kecerdasan buatan (AI), telah mengubah banyak sektor, termasuk dunia pendidikan. Dengan rencana pemerintah untuk memasukkan pelajaran Artificial Intelligence (AI) ke dalam kurikulum sekolah mulai tahun ajaran 2025–2026, muncul pertanyaan penting: apakah Indonesia siap untuk menghadapi tantangan ini?
Pernyataan pemerintah ini, yang mengusung gagasan untuk memperkenalkan AI di level pendidikan dasar hingga menengah, telah menjadi perbincangan hangat di kalangan pendidik, orang tua, dan masyarakat umum. Dalam era digital yang semakin maju ini, pembelajaran teknologi memang menjadi kebutuhan dasar, namun, banyak yang bertanya-tanya apakah Indonesia benar-benar siap untuk memasukkan pelajaran AI ke dalam kurikulum nasional.
Menatap Masa Depan: Pengenalan AI pada Anak-anak Sekolah Dasar
Bayangkan jika anak-anak SD belajar bahasa pemrograman Python atau membuat chatbot sederhana. Pasti terdengar sangat futuristik, bahkan mungkin mengundang kekaguman. Namun, para ahli pendidikan menyarankan agar kita tidak terburu-buru dalam menerapkan kurikulum AI di sekolah-sekolah dasar. Prof. Suyanto, seorang pakar teknologi pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta, menyampaikan pandangannya mengenai langkah ini dalam seminar nasional pendidikan digital yang diadakan pada tahun lalu.
“AI bukan sekadar pelajaran baru yang bisa langsung diterapkan begitu saja. Ini adalah topik yang membutuhkan kesiapan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, serta pemahaman mendalam tentang etika teknologi,” ujar Prof. Suyanto.
Mengingat cepatnya perubahan teknologi, banyak orang tua dan guru yang merasa khawatir dengan kecepatan implementasi tersebut. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah anak-anak di daerah terpencil dan dengan keterbatasan akses internet akan mendapatkan kesempatan yang sama untuk mempelajari teknologi canggih seperti AI. Pertanyaan ini semakin relevan mengingat ketimpangan infrastruktur yang masih sangat terasa di banyak wilayah Indonesia.
Tantangan Infrastruktur: Listrik dan Internet Masih Menjadi Kendala
Menurut data terbaru dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) 2024, masih ada 8.522 sekolah di Indonesia yang belum teraliri listrik. Ini belum termasuk masalah akses internet dan perangkat teknologi yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar berbasis digital. Jika sekolah-sekolah ini saja belum bisa mengakses listrik, bagaimana mungkin mereka dapat mengajarkan konsep-konsep canggih seperti machine learning atau data science kepada murid-murid mereka?
Lebih lanjut, riset yang dilakukan oleh INOVASI dan World Bank (2023) mengungkapkan bahwa lebih dari 60% guru di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) belum menerima pelatihan dasar dalam teknologi digital, apalagi dalam teknologi canggih seperti AI. Hal ini menjadi hambatan besar dalam mewujudkan program AI yang inklusif dan merata di seluruh Indonesia.
Belajar dari Pengalaman Negara Lain
Beberapa negara seperti Korea Selatan, Singapura, dan Tiongkok telah lebih dulu mengintegrasikan AI dalam pendidikan dasar mereka. Namun, mereka melakukannya dengan pendekatan yang lebih bertahap dan berbasis pada pengalaman. Di Singapura, misalnya, pendidikan AI dimulai dengan pengenalan konsep dasar logika berpikir dan algoritma, bukan langsung ke coding atau pengembangan aplikasi canggih.
Dr. Widi Nugroho, seorang konsultan pendidikan dan teknologi, menjelaskan, “Negara-negara tersebut mempersiapkan ekosistemnya dengan matang, mulai dari pelatihan guru, penyediaan infrastruktur yang memadai, hingga kolaborasi dengan industri teknologi. Ini adalah contoh yang baik bagaimana sebuah negara mempersiapkan diri secara menyeluruh sebelum memasukkan AI dalam kurikulumnya.”
Pendekatan bertahap ini memungkinkan para pendidik dan murid untuk memahami dasar-dasar teknologi secara bertahap, bukan hanya terfokus pada pembelajaran teknis yang kompleks sejak dini. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi yang begitu cepat.
AI dalam Pendidikan: Bukan Sekadar Tren, Tapi Kebutuhan
Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa ide menghadirkan AI dalam pendidikan adalah langkah yang sangat penting di era digital ini. Teknologi semakin menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, dan kemampuan untuk memahami serta menggunakan teknologi menjadi salah satu keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh generasi muda. Oleh karena itu, pengenalan AI di sekolah-sekolah Indonesia bisa menjadi investasi jangka panjang untuk mempersiapkan anak-anak menghadapi tantangan di masa depan.
Namun, ada perbedaan besar antara sekadar "melek digital" dan benar-benar memahami serta menguasai konsep-konsep dasar yang ada di balik teknologi tersebut. Yohan Saputra, pendiri komunitas EduTech Indonesia, menyampaikan bahwa proses belajar teknologi, khususnya AI, memerlukan waktu, latihan, dan pemahaman yang mendalam. “AI bukan ilmu sulap yang bisa dikuasai dalam waktu singkat. Butuh waktu dan pengajaran yang terstruktur dengan baik. Jika kita terburu-buru, hasilnya bisa jadi sekadar keterampilan dangkal yang tidak bertahan lama,” katanya.
Solusi untuk Implementasi yang Lebih Efektif
Agar pengenalan AI dalam kurikulum pendidikan Indonesia berjalan lancar, ada beberapa langkah yang perlu diambil. Pertama, pendidikan AI di tingkat dasar harus dimulai dengan pengenalan konsep dasar logika dan etika digital, bukan langsung ke pemrograman yang kompleks. Hal ini akan memberikan dasar yang kuat bagi siswa untuk memahami lebih jauh tentang teknologi di masa depan.
Kedua, pelatihan intensif untuk guru menjadi keharusan sebelum pelajaran AI diterapkan. Tanpa guru yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, program ini akan sulit untuk berjalan dengan efektif. Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu bekerja sama dengan para ahli teknologi untuk memberikan pelatihan yang memadai bagi para pendidik di seluruh Indonesia.
Ketiga, pemetaan infrastruktur sekolah secara nasional harus diprioritaskan. Program AI tidak akan efektif jika akses terhadap listrik, internet, dan perangkat teknologi yang memadai belum tersedia di sebagian besar wilayah Indonesia. Oleh karena itu, perbaikan infrastruktur menjadi langkah penting yang harus diambil sebelum memulai implementasi kurikulum berbasis AI.
Terakhir, pemerintah dapat menggandeng startup dan industri teknologi untuk membangun ekosistem belajar yang lebih relevan dan sesuai dengan konteks Indonesia. Kolaborasi ini bisa mencakup penyediaan perangkat, pelatihan guru, serta pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
Menyongsong Masa Depan dengan Bijak
Teknologi, khususnya AI, memang tidak bisa dihindari dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Namun, dalam dunia pendidikan, cepat bukan berarti tepat. AI bisa menjadi lompatan besar bagi Indonesia jika dijalankan dengan visi jangka panjang, dengan mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, pelatihan guru, dan pemahaman yang mendalam mengenai etika teknologi.
Pada akhirnya, tujuan utama pendidikan bukan hanya untuk mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga untuk menghasilkan generasi yang berpikir kritis, beretika, dan siap menghadapi tantangan masa depan—dengan atau tanpa AI. Seperti yang disampaikan Prof. Suyanto, “AI harus diterapkan dengan bijak, bukan hanya sebagai tren. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menyiapkan generasi yang siap untuk dunia yang semakin kompleks.”