Wisata

Gili Balu Disiapkan Jadi Kawasan Wisata Khusus Berbasis Konservasi untuk Lindungi Ekosistem Laut yang Rapuh

Gili Balu Disiapkan Jadi Kawasan Wisata Khusus Berbasis Konservasi untuk Lindungi Ekosistem Laut yang Rapuh
Gili Balu Disiapkan Jadi Kawasan Wisata Khusus Berbasis Konservasi untuk Lindungi Ekosistem Laut yang Rapuh

JAKARTA – Kawasan Gili Balu, gugusan pulau eksotis di Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Nusa Tenggara Barat (NTB), akan segera ditetapkan sebagai kawasan wisata minat khusus. Langkah ini diambil guna menjaga kelestarian ekosistem laut yang dinilai sangat rentan terhadap aktivitas manusia yang tidak terkontrol.

Pengembangan kawasan ini sebagai destinasi wisata berbasis konservasi menjadi salah satu upaya strategis untuk menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Kawasan ini dikenal memiliki potensi kekayaan alam luar biasa, mulai dari terumbu karang, padang lamun, hingga hutan mangrove yang menjadi habitat berbagai biota laut. Namun, jika tidak dikelola dengan bijak, potensi ini bisa berubah menjadi kerentanan ekologis.

“Gili Balu menyimpan kekayaan hayati yang sangat berharga. Namun, tekanan dari aktivitas manusia bisa merusak ekosistem laut yang unik dan rapuh ini. Oleh karena itu, pendekatan wisata minat khusus menjadi pilihan ideal agar tetap bisa dimanfaatkan tanpa merusaknya,” ungkap Andy Affandy, perwakilan dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University.

Kolaborasi Strategis untuk Konservasi dan Edukasi Lingkungan

Pengelolaan kawasan ini dilakukan melalui kerja sama antara berbagai pihak. PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), perusahaan tambang yang beroperasi di NTB, menjadi inisiator utama bersama Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Poto Tano dan PKSPL IPB University, dengan meluncurkan program kolaboratif bertajuk TransformaSea.

Program TransformaSea hadir sebagai pendekatan inovatif untuk pelestarian pesisir dan laut yang mengedepankan kolaborasi multi pihak. Melalui program ini, masyarakat lokal, pemerintah daerah, akademisi, dan pihak swasta duduk bersama untuk mengelola kawasan wisata secara berkelanjutan.

“Kami percaya bahwa perlindungan habitat laut tidak akan berhasil jika tidak melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal dan pendekatan ilmiah yang kuat,” ujar Andy Affandy, menegaskan pentingnya sinergi antar pemangku kepentingan.

Pokdarwis Poto Tano Jadi Garda Terdepan

Peran masyarakat lokal menjadi ujung tombak pelaksanaan program ini. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Poto Tano, sebagai mitra utama di lapangan, telah membuktikan keseriusannya dalam mendukung konservasi. Salah satu pencapaian penting adalah keberhasilan Pokdarwis dalam membibitkan lebih dari 3.000 bibit mangrove yang akan ditanam secara bertahap di wilayah pesisir Gili Balu.

Bibit mangrove tersebut akan berfungsi sebagai pelindung alami dari abrasi, tempat hidup biota laut, serta penyerap karbon yang efektif. Rehabilitasi mangrove ini menjadi salah satu strategi utama untuk memperkuat ekosistem pesisir sekaligus meningkatkan kualitas daya tarik wisata yang ramah lingkungan.

“Bimbingan dari AMMAN dan PKSPL IPB sangat luar biasa. Kami banyak belajar tentang bagaimana membangun pariwisata yang tidak hanya menarik, tapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan,” ungkap Rudini, Ketua Pokdarwis Poto Tano.

Restorasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Selain penanaman mangrove, program TransformaSea juga fokus pada restorasi terumbu karang dan padang lamun yang rusak akibat aktivitas tak terkontrol. Dengan menggunakan pendekatan ilmiah dan teknologi ramah lingkungan, kawasan-kawasan yang sebelumnya mengalami degradasi akan dipulihkan untuk mendukung keanekaragaman hayati laut.

Kegiatan restorasi ini diharapkan tidak hanya berdampak positif pada kualitas lingkungan, tetapi juga membuka peluang baru bagi wisata edukatif dan wisata bahari kelas dunia. Wisatawan bisa menikmati keindahan alam sambil belajar tentang konservasi dan pentingnya menjaga laut.

Menjaga Kualitas Wisata, Bukan Mengejar Kuantitas

Salah satu prinsip utama yang ditekankan dalam pengembangan Gili Balu sebagai kawasan wisata minat khusus adalah menjaga kualitas wisatawan yang datang. Artinya, kawasan ini tidak akan dibuka untuk pariwisata massal, melainkan lebih difokuskan pada wisata edukatif, ekowisata, dan riset ilmiah.

“Penting bagi kami untuk memastikan bahwa wisata di Gili Balu berjalan dengan prinsip keberlanjutan. Kami tidak ingin mengejar jumlah kunjungan yang tinggi, tetapi mengedepankan kesadaran lingkungan dari wisatawan,” tegas Andy Affandy.

Model ini juga memberikan ruang bagi masyarakat lokal untuk berperan aktif dalam mengelola dan mengawasi kawasan, sehingga memberikan dampak ekonomi langsung tanpa merusak sumber daya alam yang menjadi tumpuan hidup mereka.

Komitmen AMMAN dalam Jangka Panjang

Meskipun kerja sama formal antara AMMAN dan mitra program akan segera berakhir tahun ini, perusahaan tambang tersebut menyatakan komitmennya untuk tetap memantau, mengevaluasi, dan mendukung perkembangan Gili Balu sebagai destinasi wisata unggulan.

“Meski kerja sama kami secara resmi akan berakhir, kami yakin warisan pengetahuan dan sistem yang telah dibangun bersama akan terus berkembang. Pokdarwis Poto Tano sudah sangat siap dan memiliki kapasitas untuk mengelola kawasan ini dengan baik,” ujar Andy Affandy.

Hal senada juga disampaikan oleh Aji Suryanto, Senior Manager Social Impact AMMAN. Ia menegaskan bahwa Gili Balu memiliki potensi besar untuk terus tumbuh sebagai wisata minat khusus berbasis pelestarian.

“Kami akan terus melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap perkembangan wisata Gili Balu. Pengelolaan yang baik akan menjadikannya sebagai destinasi unggulan di masa depan,” ungkapnya.

Harapan Jadi Contoh Nasional

Keberhasilan pengembangan Gili Balu sebagai kawasan wisata berbasis konservasi diharapkan dapat menjadi model bagi daerah lain di Indonesia. Kolaborasi antara perusahaan, akademisi, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal menjadi fondasi utama dalam menciptakan keseimbangan antara pelestarian alam dan pembangunan ekonomi.

“Kami sangat yakin, dengan ilmu yang kami miliki, kami bisa memajukan wisata minat khusus di Gili Balu. Apa yang kami pelajari sangat berharga dan membuka wawasan kami terhadap dunia pariwisata yang berkelanjutan,” tutup Rudini, penuh optimisme.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index