Pertambangan

Pertambangan Ramah Lingkungan Jadi Keniscayaan: Mitigasi Dampak dan Rehabilitasi Lahan Kini Jadi Standar Industri

Pertambangan Ramah Lingkungan Jadi Keniscayaan: Mitigasi Dampak dan Rehabilitasi Lahan Kini Jadi Standar Industri
Pertambangan Ramah Lingkungan Jadi Keniscayaan: Mitigasi Dampak dan Rehabilitasi Lahan Kini Jadi Standar Industri

JAKARTA  — Di tengah kekhawatiran publik terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri ekstraktif, kini semakin banyak bukti bahwa konsep pertambangan ramah lingkungan bukan sekadar wacana utopis. Dengan teknologi dan tata kelola yang tepat, industri tambang Indonesia mulai bertransformasi untuk menjawab tantangan keberlanjutan.

Upaya pengurangan dampak lingkungan dari pertambangan kini semakin menjadi perhatian utama. Proses reklamasi lahan bekas tambang, pelapisan tanah yang memungkinkan pepohonan kembali tumbuh subur, serta penerapan prinsip green mining menjadi indikator perubahan signifikan dalam sektor yang selama ini kerap dipandang destruktif.

“Pertambangan ramah lingkungan bukan sekadar angan-angan, melainkan sudah menjadi kebutuhan sekaligus tuntutan zaman,” tegas Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin. Ia menambahkan bahwa dengan penerapan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat menjadi contoh global dalam menyeimbangkan eksploitasi sumber daya alam dengan pelestarian lingkungan.

Kontribusi Ekonomi Tetap Signifikan

Meski menghadapi tekanan dari berbagai pihak soal dampak lingkungan, sektor pertambangan tetap memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal pertama tahun 2024, pertambangan tercatat sebagai salah satu dari lima sektor dengan kontribusi tertinggi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), bersanding dengan industri pengolahan, perdagangan, pertanian, dan konstruksi.

Kontribusi ini bukan hanya dalam bentuk nilai tambah, melainkan juga menciptakan efek pengganda ekonomi di tingkat lokal dan nasional. Hal ini terlihat dari meningkatnya investasi di sektor tambang dan pengolahan mineral.

“Industri pertambangan telah menjadi motor penggerak ekonomi di banyak daerah, terutama di kawasan Indonesia bagian timur. Peningkatan investasi memicu pembangunan infrastruktur dan penyerapan tenaga kerja,” ujar Ekonom Energi dan Sumber Daya Alam dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi.

Penerimaan Negara Melebihi Target

Dukungan fiskal dari sektor ini juga terbilang besar. Kementerian ESDM mencatat bahwa penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara (minerba) pada 2024 mencapai Rp 269,6 triliun, melampaui target sebesar Rp 234,2 triliun atau mencapai 115 persen dari target.

Angka ini menegaskan betapa pentingnya sektor tambang sebagai tulang punggung pendanaan pembangunan nasional. Namun, penerimaan ini tidak lantas membenarkan kegiatan tambang yang merusak. Pemerintah menekankan bahwa keberlanjutan tetap menjadi prasyarat utama.

“PNBP ini harus dikembalikan dalam bentuk perlindungan lingkungan, penguatan kapasitas daerah, serta pembangunan infrastruktur pascatambang,” ungkap Ridwan.

Transformasi Menuju Green Mining

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah perusahaan tambang besar di Indonesia mulai menerapkan standar internasional untuk praktik pertambangan berkelanjutan. Salah satunya adalah kewajiban melakukan reklamasi dan pascatambang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Reklamasi lahan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan transformasi ini. Setelah aktivitas penambangan selesai, perusahaan diwajibkan untuk mengembalikan fungsi lahan, termasuk membentuk kembali kontur tanah, menutup lubang bekas tambang, dan menanami vegetasi.

Salah satu contoh sukses adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA), yang telah mereklamasi ratusan hektare lahan tambang batubara menjadi kawasan hijau produktif, bahkan membangun kawasan ekowisata di sekitar area tambang.

“Upaya reklamasi tidak hanya untuk memenuhi kewajiban, tetapi menjadi bagian dari filosofi perusahaan dalam menjalankan pertambangan yang bertanggung jawab,” kata Corporate Secretary PTBA, Apollonius Andwie.

Teknologi dan Inovasi Jadi Kunci

Penerapan teknologi ramah lingkungan juga menjadi bagian dari transformasi ini. Mulai dari penggunaan teknologi zero discharge untuk pengolahan limbah tambang, hingga pemanfaatan sistem pemantauan lingkungan berbasis sensor dan satelit, semakin banyak inovasi yang diterapkan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem sekitar.

Tidak hanya itu, digitalisasi dalam proses pertambangan juga membantu perusahaan untuk meningkatkan efisiensi sekaligus mengurangi emisi karbon. Beberapa perusahaan tambang bahkan mulai memanfaatkan energi terbarukan untuk kegiatan operasional mereka.

“Teknologi akan menjadi enabler utama dalam mewujudkan tambang hijau. Kita mendorong perusahaan untuk terus berinovasi demi mencapai target emisi nol bersih,” ujar Dirjen Ridwan.

Tantangan Masih Ada, Tapi Bisa Diatasi

Meski tren positif mulai terlihat, berbagai tantangan masih harus dihadapi, mulai dari ketidakpatuhan sebagian perusahaan terhadap kewajiban lingkungan, lemahnya pengawasan di daerah, hingga resistensi masyarakat akibat trauma lingkungan di masa lalu.

Namun, pemerintah menegaskan komitmennya untuk memperkuat regulasi, meningkatkan transparansi, serta memperluas partisipasi publik dalam pengawasan pertambangan.

“Kami sedang mempercepat integrasi sistem informasi tambang yang memungkinkan publik memantau aktivitas pertambangan di seluruh wilayah secara real-time,” ujar Ridwan.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, akademisi, LSM, dan pelaku usaha juga semakin diperkuat untuk menjadikan pertambangan Indonesia tidak hanya produktif, tapi juga berkelanjutan.

Masa Depan Tambang Indonesia Harus Hijau

Transformasi menuju pertambangan ramah lingkungan bukan sekadar tuntutan moral, tetapi juga strategi bertahan di tengah krisis iklim dan tekanan global. Dengan kontribusi besar terhadap ekonomi nasional, sudah sepatutnya sektor tambang menjadi pionir dalam praktik bisnis berkelanjutan.

“Ini bukan hanya tentang hari ini, tapi tentang warisan kita untuk generasi mendatang,” ujar Prof. Ir. Bambang Susantono, ahli tata kelola sumber daya alam. “Dengan visi yang jelas dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia bisa menjadi pemimpin global dalam pertambangan hijau.”

Dengan keberlanjutan sebagai arah utama, pertambangan ramah lingkungan di Indonesia bukan lagi sekadar cita-cita—ia telah menjadi keniscayaan. Pemerintah, industri, dan masyarakat kini dihadapkan pada satu pilihan: bergerak bersama untuk menjadikan sumber daya alam sebagai berkah, bukan beba

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index