Gas

Optimalkan Cadangan dan Infrastruktur, PGN Hadapi Tantangan Gas Bumi dengan Solusi Jangka Panjang

Optimalkan Cadangan dan Infrastruktur, PGN Hadapi Tantangan Gas Bumi dengan Solusi Jangka Panjang
Optimalkan Cadangan dan Infrastruktur, PGN Hadapi Tantangan Gas Bumi dengan Solusi Jangka Panjang

JAKARTA — Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga ketahanan energi nasional, terutama di sektor gas bumi. Menurunnya produksi dari lapangan gas eksisting dan minimnya cadangan baru membuat PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengantisipasi potensi defisit pasokan gas bumi nasional mulai tahun 2025 hingga 2035. Untuk itu, PGN telah menyiapkan sejumlah langkah strategis, termasuk optimalisasi cadangan yang ada dan pengembangan infrastruktur baru.

Direktur Utama PGN, Arief Setiawan Handoko, mengungkapkan bahwa profil pasokan gas bumi nasional dalam 10 tahun ke depan menunjukkan tren penurunan signifikan. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, ia menyampaikan kekhawatirannya akan potensi defisit yang bisa mencapai 513 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) pada tahun 2035 jika tidak ditangani dengan serius.

“Profil gas balance PGN periode 2025 sampai 2035 mengalami tren penurunan. Sejak 2025 kita sudah mengalami kekurangan, dan shortage-nya semakin membesar hingga minus 513 MMSCFD pada 2035,” ujar Arief di Jakarta.

Wilayah Terdampak: Sumatera Utara dan Jawa Barat Jadi Prioritas

Dari proyeksi PGN, dua wilayah yang paling terdampak dalam skenario defisit ini adalah Sumatera Utara dan Jawa Barat. Di Sumatera Utara, potensi kekurangan pasokan gas diperkirakan mulai terjadi pada tahun 2028, dengan defisit mencapai 96 MMSCFD. Sementara di Jawa Barat, kondisi serupa diprediksi lebih cepat terjadi, yakni sejak tahun 2025.

Wilayah-wilayah ini menjadi titik krusial karena berperan penting dalam perekonomian nasional, termasuk sektor industri yang sangat tergantung pada gas bumi sebagai sumber energi utama.

Penyebab Utama Defisit: Produksi Menurun, Cadangan Baru Terbatas

Ada beberapa faktor yang memicu penurunan pasokan gas bumi nasional. Pertama, banyak lapangan gas yang telah lama berproduksi kini mengalami deplesi alami, sehingga produksi menurun drastis. Kedua, penemuan cadangan baru yang dapat segera dikomersialisasikan masih sangat terbatas.

Ketiga, investasi dalam sektor hulu migas belum sepenuhnya optimal. Proses eksplorasi dan pengembangan lapangan gas baru membutuhkan waktu lama serta dana yang tidak sedikit. Keempat, infrastruktur gas — seperti jaringan pipa transmisi dan distribusi — belum memadai untuk mengalirkan gas dari sumber-sumber baru ke wilayah-wilayah defisit.

Dampak terhadap Industri, Listrik, dan Ekonomi Nasional

Kekurangan pasokan gas bumi berpotensi menimbulkan efek domino terhadap berbagai sektor penting. Industri manufaktur, petrokimia, hingga pembangkit listrik berbasis gas akan terdampak secara langsung.

Jika pasokan gas tidak stabil, biaya produksi dapat melonjak dan berimbas pada daya saing produk nasional. Di sisi lain, pembangkit listrik yang tidak memperoleh suplai gas sesuai kebutuhan bisa memicu gangguan distribusi listrik ke masyarakat. Secara makro, kondisi ini dapat meningkatkan tekanan inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

PGN Fokus pada Solusi Jangka Panjang

Meski tantangan tersebut besar, PGN bersama pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menjaga pasokan energi nasional tetap stabil. Salah satu strategi utama adalah pengembangan infrastruktur transmisi gas.

PGN saat ini tengah membangun pipa gas Dumai–Sei Mangke untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas dari wilayah Sumatera. Selain itu, PGN juga akan mengaktifkan kembali Pipa Transmisi Cirebon–Semarang (Cisem) agar gas dari wilayah timur Indonesia seperti Jawa Timur dapat dialirkan ke Jawa bagian barat yang defisit.

“Dengan pemanfaatan pipa Cisem dan pembangunan pipa baru, kami harap distribusi gas bisa lebih merata dan efisien,” ujar Arief Setiawan.

Selain infrastruktur, strategi diversifikasi sumber energi juga menjadi bagian penting dari upaya pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada gas bumi. Pengembangan energi baru dan terbarukan, seperti bioenergi, hidrogen, dan energi surya, terus didorong untuk mengisi celah energi primer nasional.

Dorong Investasi Hulu dan Sinergi Pemangku Kepentingan

PGN juga aktif mendorong peningkatan investasi di sektor hulu migas. Salah satunya melalui kerja sama dengan SKK Migas dan Kementerian ESDM untuk mempermudah perizinan dan memberikan insentif bagi pengembangan blok-blok migas baru. Blok-blok potensial di kawasan frontier dan deepwater akan ditawarkan kepada investor domestik dan asing.

“Perlu sinergi antarpihak untuk menyelesaikan persoalan ini. Pemerintah, BUMN, swasta, dan regulator harus duduk bersama menciptakan kebijakan yang mendukung keberlanjutan energi nasional,” tambah Arief.

PGN menekankan pentingnya roadmap jangka panjang yang memuat rencana pemanfaatan cadangan, pembangunan infrastruktur, hingga upaya transisi energi. Strategi ini tidak hanya ditujukan untuk menjaga pasokan, tetapi juga meningkatkan efisiensi, mengurangi emisi, dan mempercepat transformasi menuju energi yang berkelanjutan.

Momentum Reformasi Energi Nasional

Potensi defisit gas bumi hingga 2035 memang menjadi peringatan serius bagi Indonesia. Namun, dengan strategi yang terintegrasi — mulai dari penguatan infrastruktur, eksplorasi cadangan baru, diversifikasi energi, hingga kolaborasi lintas sektor — tantangan ini dapat diubah menjadi momentum reformasi energi nasional.

PGN, sebagai subholding gas bumi nasional, terus berkomitmen menjadi garda terdepan dalam menjaga ketahanan energi. Ke depan, keberhasilan mengelola krisis pasokan gas bumi tidak hanya menentukan stabilitas energi, tetapi juga menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index