BBM

Harga BBM di Apau Kayan Tembus Rp 60 Ribu per Liter, Pertamina: Itu Ulah Pengecer

Harga BBM di Apau Kayan Tembus Rp 60 Ribu per Liter, Pertamina: Itu Ulah Pengecer
Harga BBM di Apau Kayan Tembus Rp 60 Ribu per Liter, Pertamina: Itu Ulah Pengecer

JAKARTA — Warga di kawasan terpencil Apau Kayan, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, mengeluhkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sangat tinggi, bahkan mencapai Rp 60 ribu per liter. Kondisi ini memantik perhatian publik dan menjadi sorotan setelah Ketua DPRD Kalimantan Utara, H. Achmad Djufrie, melakukan kunjungan kerja ke wilayah tersebut baru-baru ini.

Fakta mahalnya harga BBM tersebut langsung dikonfirmasi oleh pihak PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, melalui Sales Branch Manager Kaltimut V Fuel Terminal Tarakan, Ferdy Kurniawan. Dalam penjelasannya, Ferdy memastikan bahwa harga resmi BBM dari Pertamina tetap mengikuti ketentuan pemerintah, yakni Rp 10.000 per liter untuk Pertalite dan Rp 6.800 per liter untuk Solar subsidi.

Distribusi Tak Resmi Jadi Biang Masalah

Menurut Ferdy, lonjakan harga yang terjadi di Apau Kayan bukan berasal dari SPBU resmi atau lembaga penyalur yang menjadi mitra Pertamina. Ia menduga kuat bahwa masyarakat membeli BBM dari tangan pengecer yang mengambil keuntungan besar karena keterbatasan akses dan tingginya biaya distribusi di daerah pedalaman.

"Kalau untuk harga jual BBM, kita mengikuti ketentuan. Pertalite Rp 10 ribu, Solar Rp 6.800. Ketika di lapangan ditemukan harga di luar itu, besar kemungkinan itu bukan berasal dari SPBU resmi. Bisa jadi itu dari pengecer," ujar Ferdy saat dikonfirmasi pada Sabtu, 19 April 2025.

Ferdy menambahkan bahwa Pertamina tidak memiliki kewenangan untuk mengatur ataupun menindak pengecer karena mereka berada di luar rantai distribusi resmi BBM. "Pertamina hanya sebatas berkontrak dengan SPBU. Jadi hak dan kewajiban kami hanya sampai di lingkup SPBU, di luar itu sudah menjadi ranah pihak lain," tegasnya.

Kewenangan Penertiban Ada pada Pemerintah Daerah

Terkait fenomena menjamurnya pengecer di daerah terpencil seperti Apau Kayan, Ferdy menegaskan bahwa penindakan bukan wewenang Pertamina. "Yang berhak menertibkan pengecer adalah pemerintah daerah bersama aparat keamanan setempat," jelasnya.

Ia menekankan bahwa peran pemerintah daerah sangat krusial dalam mengawasi dan menertibkan jalur distribusi BBM di wilayah yang belum terjangkau oleh lembaga penyalur resmi. Hal ini untuk mencegah praktik penjualan BBM di luar harga yang ditetapkan, yang akhirnya memberatkan masyarakat.

Program BBM Satu Harga Belum Berjalan di Apau Kayan

Salah satu solusi untuk mengatasi mahalnya harga BBM di wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) seperti Apau Kayan adalah dengan penerapan Program BBM Satu Harga. Program ini telah digalakkan pemerintah bekerja sama dengan Pertamina sejak beberapa tahun terakhir untuk memastikan harga BBM merata hingga pelosok negeri.

Namun sayangnya, menurut Ferdy, program tersebut belum dapat diimplementasikan di Apau Kayan karena belum adanya lembaga penyalur resmi yang beroperasi di wilayah tersebut.

"Untuk bisa mendapatkan BBM sesuai harga pemerintah, memang sudah disiapkan program BBM Satu Harga. Tapi saat ini masih dalam proses karena pengusaha yang akan menjadi lembaga penyalur sedang melengkapi persyaratan administrasi dan teknis," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pihak Pertamina siap menyalurkan BBM ke Apau Kayan begitu lembaga penyalur resmi dinyatakan lengkap dan memenuhi seluruh ketentuan. "Kalau semua syarat sudah dipenuhi, kami dari Pertamina akan segera distribusikan BBM ke lembaga penyalur tersebut," ucap Ferdy.

Tantangan Distribusi di Wilayah Terpencil

Apau Kayan merupakan wilayah pedalaman Kalimantan Utara yang akses transportasinya sangat terbatas. Untuk mencapai wilayah ini, perjalanan hanya bisa ditempuh menggunakan pesawat perintis atau melalui jalur sungai dan darat yang cukup ekstrem dan memakan waktu berhari-hari. Kondisi geografis inilah yang membuat distribusi barang, termasuk BBM, menjadi sangat mahal dan rumit.

Warga setempat kerap kali hanya bergantung pada pasokan BBM dari pengecer yang mendatangkan barang dengan biaya tinggi. Alhasil, harga BBM bisa melonjak jauh dari harga resmi.

Ketua DPRD Kalimantan Utara, H. Achmad Djufrie, saat mengunjungi Apau Kayan, menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut. Ia meminta semua pihak terkait untuk segera mencari solusi konkret demi membantu masyarakat setempat.

"Kami melihat langsung kondisi di Apau Kayan. Harga BBM di sana bisa mencapai Rp 60 ribu per liter. Ini jelas sangat memberatkan masyarakat. Kami berharap pemerintah pusat, Pemprov, dan Pertamina bisa segera mencari jalan keluar, termasuk mempercepat realisasi program BBM Satu Harga di wilayah ini," kata Achmad Djufrie.

Harapan Masyarakat dan Tindak Lanjut

Masyarakat Apau Kayan sangat berharap adanya kehadiran lembaga penyalur resmi dan infrastruktur distribusi BBM yang layak agar tidak terus menerus menjadi korban harga tinggi dari rantai distribusi informal. Program BBM Satu Harga dinilai sebagai harapan besar untuk meringankan beban biaya hidup mereka yang selama ini sangat tinggi.

Ferdy Kurniawan menegaskan kembali komitmen Pertamina untuk terus mendukung pemerataan distribusi energi di seluruh Indonesia. "Kami siap mendukung pemerintah dalam menjangkau daerah-daerah yang selama ini kesulitan mendapatkan BBM dengan harga terjangkau," tutupnya.

Sementara itu, pemerintah daerah dan aparat keamanan diharapkan lebih aktif dalam menindak pengecer ilegal serta mendorong percepatan hadirnya lembaga penyalur resmi di wilayah-wilayah terpencil seperti Apau Kayan.

Mahalnya harga BBM di Apau Kayan membuka kembali diskursus pentingnya pemerataan infrastruktur energi di Indonesia. Dengan kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN seperti Pertamina, harapannya seluruh warga negara dapat menikmati akses energi yang adil dan terjangkau, tanpa harus dibebani harga selangit karena kondisi geografis semata.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index