ENERGI

Trump Sebut Gaza “Properti Tepi Laut” yang Diberikan Israel ke Palestina, Abaikan Sejarah Pendudukan dan Penderitaan Warga

Trump Sebut Gaza “Properti Tepi Laut” yang Diberikan Israel ke Palestina, Abaikan Sejarah Pendudukan dan Penderitaan Warga
Trump Sebut Gaza “Properti Tepi Laut” yang Diberikan Israel ke Palestina, Abaikan Sejarah Pendudukan dan Penderitaan Warga

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali memicu kontroversi dengan pernyataannya mengenai Jalur Gaza. Dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025), Trump menggambarkan Gaza sebagai "properti tepi laut" yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Ia menyatakan bahwa Amerika Serikat berencana mengambil alih wilayah tersebut dan mengubahnya menjadi destinasi wisata kelas dunia.?

"Kita akan mengambil alih Gaza dan menjadikannya seperti 'Riviera di Timur Tengah'," ujar Trump dalam konferensi pers tersebut. Ia menambahkan bahwa wilayah itu memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan menjadi area wisata yang menarik bagi wisatawan internasional.

Namun, rencana tersebut melibatkan pemindahan sekitar dua juta warga Palestina yang saat ini tinggal di Gaza. Trump mengusulkan agar mereka direlokasi ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania. "Kita akan membangun komunitas yang indah dan aman bagi mereka di luar Gaza," katanya. Namun, usulan ini mendapat penolakan keras dari Mesir dan Yordania, serta kecaman dari komunitas internasional yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk pembersihan etnis. ?

Menanggapi pernyataan Trump, Netanyahu menyatakan bahwa rencana tersebut memberikan kebebasan bagi warga Palestina untuk menentukan masa depan mereka. "Ini memberikan pilihan bagi mereka untuk meninggalkan Gaza dan memulai hidup baru di tempat lain," ujar Netanyahu. ?

Sejarah mencatat bahwa pada tahun 2005, Israel secara sepihak menarik diri dari Gaza dan membongkar 21 permukiman di wilayah tersebut. Langkah ini diambil di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Ariel Sharon sebagai bagian dari rencana "disengagement" yang bertujuan untuk mengurangi konflik dengan Palestina. Namun, sejak saat itu, Gaza tetap menjadi wilayah yang diperebutkan dan sering kali menjadi pusat konflik antara Israel dan kelompok Hamas.

Pernyataan Trump yang menyebut Gaza sebagai "properti tepi laut" mengingatkan pada komentar menantunya, Jared Kushner, yang pada Maret 2024 menyatakan bahwa properti di tepi pantai Gaza memiliki nilai yang sangat tinggi jika dikembangkan dengan baik. Kushner juga mengusulkan pemindahan warga Palestina ke Mesir atau Gurun Negev sebagai solusi atas konflik yang berkepanjangan. ?

Rencana Trump ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Banyak yang menilai bahwa pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia. Selain itu, usulan untuk mengubah Gaza menjadi destinasi wisata dianggap mengabaikan realitas politik dan sosial yang kompleks di wilayah tersebut. ?

Sementara itu, situasi di Gaza tetap tegang dengan serangan militer Israel yang terus berlanjut. Sejak berakhirnya gencatan senjata pada 18 Maret 2025, dilaporkan hampir 1.500 warga Palestina tewas akibat serangan tersebut. Komunitas internasional terus menyerukan penghentian kekerasan dan mencari solusi damai bagi konflik yang telah berlangsung lama ini.

Dengan berbagai tantangan dan kompleksitas yang ada, rencana Trump untuk mengambil alih Gaza dan mengubahnya menjadi destinasi wisata tampaknya sulit untuk direalisasikan. Banyak pihak yang meragukan feasibility dan etika dari usulan tersebut, mengingat sejarah panjang konflik dan penderitaan yang dialami oleh warga Palestina di Gaza.?

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index