kuliner lebaran

Transaksi Kuliner di Gunungkidul Lebaran 2025 Turun Dibandingkan Tahun Lalu

Transaksi Kuliner di Gunungkidul Lebaran 2025 Turun Dibandingkan Tahun Lalu
Transaksi Kuliner di Gunungkidul Lebaran 2025 Turun Dibandingkan Tahun Lalu

JAKARTA — Aktivitas jual beli kuliner di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, mengalami penurunan signifikan selama libur Lebaran 2025. Penurunan ini berbeda dengan lonjakan yang terjadi pada libur Lebaran tahun 2024, yang tercatat jauh lebih ramai. Salah satu pengelola usaha kuliner di Gunungkidul, Sutinah, yang mengelola warung Sego Abang Pari Gogo di Kalurahan Semanu, mengungkapkan bahwa meski ada peningkatan pembeli, namun jumlahnya masih jauh di bawah tahun sebelumnya.

Peningkatan Transaksi Kuliner Lebaran 2025 Hanya 20%

“Memang ada peningkatan pembeli sego abang dan sayur lombok ijo, tapi tidak seramai tahun lalu,” ujar Sutinah saat ditemui di warungnya pada Minggu, 6 April 2025. Menurut Sutinah, pada Lebaran 2025, peningkatan transaksi hanya mencapai 20 persen dibandingkan hari biasa. “Tahun lalu, kenaikan penjualan mencapai 40 persen,” tambahnya.

Menurut Sutinah, penurunan transaksi kuliner pada Lebaran tahun ini sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang sedang menurun. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat turut menurun, yang akhirnya berpengaruh pada usaha kuliner di wilayah tersebut. “Omset kami tidak setinggi tahun lalu, karena daya beli yang turun,” katanya.

Selain itu, Sutinah juga menyebutkan bahwa stok makanan khas nasi merah (sego abang) yang biasanya banyak diminati oleh pembeli juga tidak sebaik tahun lalu. “Lebaran tahun ini, rata-rata kami habis sekitar 20 kilogram nasi merah, sementara tahun lalu lebih banyak karena lebih ramai,” tuturnya.

Stok Kuliner Lainnya Tersedia, Penjualan Naik pada H+2 dan H+3 Lebaran

Di sisi lain, di pusat oleh-oleh Yu Tum, yang dikelola oleh Slamet Riyadi, persiapan untuk Lebaran 2025 dilakukan dengan menyiapkan stok kuliner khas Gunungkidul seperti Gatot dan Tiwul masing-masing sebanyak lima kuintal. Selain itu, tersedia juga makanan tradisional lainnya seperti belalang goreng dan gethuk goreng. "Stok kami masih cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan hingga saat ini," kata Slamet Riyadi.

Meskipun penurunan penjualan lebih jelas pada hari-hari pertama setelah Lebaran, Slamet mencatatkan peningkatan penjualan yang signifikan pada H+2 dan H+3 Lebaran. “Pada H+2 dan H+3 Lebaran, penjualan meningkat hingga 70 persen dibandingkan hari biasa. Meski begitu, setelah itu penjualan mulai menurun dan hanya meningkat sekitar 40 persen,” ujar Slamet.

Daya Beli dan Kondisi Ekonomi Pengaruhi Penurunan Transaksi Kuliner

Slamet menambahkan bahwa meski penjualan kuliner mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu, omset yang dihasilkan masih cukup baik, dan stok kuliner yang disiapkan cukup mencukupi untuk memenuhi permintaan konsumen. "Kami bersyukur omset masih bagus dan stok dagangan masih mencukupi untuk melayani pembeli," jelasnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan pembelian kuliner saat libur Lebaran, namun banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk penurunan daya beli akibat kondisi ekonomi yang tidak menentu. Para pelaku usaha kuliner di Gunungkidul berharap situasi ini segera membaik agar mereka dapat kembali menikmati lonjakan pembeli yang signifikan seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

Dengan adanya penurunan transaksi ini, para pengusaha kuliner di Gunungkidul menyadari bahwa mereka harus menyesuaikan strategi pemasaran dan produksi mereka agar dapat bertahan dalam situasi yang serba tidak pasti.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index