JAKARTA – Perdebatan mengenai mana yang lebih sehat antara minyak dan mentega kerap mencuat di tengah masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya pola makan seimbang. Dalam dunia kuliner, keduanya menjadi bahan utama dalam proses memasak, tetapi bagaimana dampaknya terhadap kesehatan tubuh?
Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat IPB University, Prof. Muhammad Rizal Martua Damanik, angkat suara untuk memberikan pencerahan. Menurutnya, perbedaan komposisi antara minyak dan mentega menjadi kunci dalam menentukan dampaknya terhadap kesehatan.
“Mentega, terutama yang berasal dari lemak hewani, mengandung lemak jenuh yang tinggi. Jika dikonsumsi berlebihan, bisa meningkatkan kolesterol dan risiko penyakit jantung,” jelas Prof Rizal dalam keterangan resminya.
Sebaliknya, minyak nabati seperti minyak zaitun, alpukat, dan kanola dinilai lebih bersahabat bagi tubuh karena mengandung lemak tak jenuh. Lemak ini diketahui mendukung berbagai fungsi tubuh seperti metabolisme, kesehatan jantung, dan fungsi otak yang optimal.
“Minyak nabati lebih kaya akan lemak tak jenuh yang mendukung fungsi jantung, metabolisme, serta kesehatan otak. Namun tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang wajar,” lanjutnya.
Waspadai Lemak Trans dan Omega-6 Berlebih
Walau minyak nabati memiliki sejumlah keunggulan, tidak semua jenis minyak dapat dianggap sepenuhnya sehat. Prof Rizal mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap minyak yang mengandung lemak trans atau kadar omega-6 yang terlalu tinggi. Kedua jenis lemak tersebut bisa memicu peradangan dalam tubuh dan berkontribusi terhadap penyakit kronis seperti diabetes dan gangguan jantung.
“Konsumsi minyak yang tinggi lemak trans atau omega-6 secara berlebihan dapat memicu peradangan dan meningkatkan risiko penyakit kronis. Ini yang harus menjadi perhatian utama dalam memilih minyak,” ujarnya.
Minyak Kelapa Masih Aman Jika Tak Berlebihan
Menanggapi perdebatan seputar minyak kelapa yang kerap disebut-sebut tidak sehat, Prof Rizal memberikan klarifikasi. Ia menyatakan bahwa minyak kelapa tetap bisa memberikan manfaat tertentu, khususnya dalam mendukung metabolisme tubuh, asalkan dikonsumsi dalam batas yang wajar.
“Minyak kelapa bisa bermanfaat bagi metabolisme tubuh, asal dikonsumsi dalam jumlah wajar, yakni satu hingga dua sendok makan per hari,” imbuhnya.
Namun demikian, proses pemanasan yang terlalu tinggi juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Minyak yang dipanaskan dalam suhu tinggi bisa mengalami kerusakan struktur lemaknya dan menurunkan kualitas gizi dari makanan.
“Proses pemanasan minyak dalam suhu tinggi sebaiknya dihindari karena bisa merusak kualitas lemak dan menyebabkan pembentukan senyawa berbahaya,” tegas Prof Rizal.
Pilihan Minyak Sehat dan Tips Mengurangi Konsumsi Lemak
Sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat, Prof Rizal juga membagikan informasi mengenai beberapa jenis minyak yang dapat digunakan secara bijak dalam masakan sehari-hari:
Minyak zaitun: Mendukung kesehatan jantung dan kaya antioksidan
Minyak kanola: Membantu menurunkan kolesterol jahat dan mengandung omega-3
Minyak kelapa: Memicu pembakaran lemak jika digunakan dengan bijak
Minyak wijen: Baik untuk menjaga kesehatan tulang
Di samping itu, ia menganjurkan masyarakat untuk tidak hanya bergantung pada minyak dan mentega dalam memasak. Beberapa alternatif sehat bisa digunakan untuk mengurangi konsumsi lemak, terutama dalam proses memanggang makanan.
“Sebagai alternatif, applesauce atau puree pisang bisa digunakan dalam memanggang untuk mengurangi konsumsi minyak dan mentega tanpa mengorbankan cita rasa makanan,” sarannya.
Tips Cermat Menggunakan Produk Lemak dalam Memasak
Penting bagi masyarakat untuk membaca label pangan dengan cermat, agar bisa menggunakan produk sesuai dengan fungsinya—apakah untuk menggoreng, menumis, memanggang, atau sekadar sebagai dressing. Setiap jenis minyak memiliki titik asap dan manfaat yang berbeda.
“Pilihlah minyak yang lebih sehat dan konsumsi dalam jumlah moderat untuk menjaga keseimbangan gizi dan kesehatan jangka panjang,” pungkas Prof Rizal.
Dengan begitu, masyarakat diharapkan bisa lebih bijak dan teredukasi dalam memilih bahan masakan, guna menciptakan pola makan sehat yang berdampak positif terhadap tubuh dalam jangka panjang.