Pinjol

Silaturahmi Lebaran Dibayangi Cicilan: Fenomena Pinjol dan Paylater di Bandarlampung

Silaturahmi Lebaran Dibayangi Cicilan: Fenomena Pinjol dan Paylater di Bandarlampung

JAKARTA - Suasana Lebaran tahun ini di Kota Bandarlampung tampak tak biasa. Di tengah riuhnya perayaan Idulfitri 1446 Hijriah, sebagian masyarakat justru menjalani hari kemenangan dengan bayang-bayang cicilan dari pinjaman online (pinjol) dan layanan paylater. Salah satunya adalah Hendra (34), seorang pengemudi ojek daring yang tetap harus bekerja di hari raya demi memenuhi kewajibannya membayar cicilan.

Pagi itu, mentari belum sepenuhnya terbit, namun Hendra sudah memeriksa ponselnya. "Ada notifikasi masuk, penumpang sudah pesan. Mau tidak mau saya jalan, walaupun ini Lebaran," kata Hendra saat ditemui di salah satu pangkalan ojek daring di kawasan Kemiling, Bandarlampung.

Hendra mengaku, jelang Lebaran, ia terpaksa menggunakan fasilitas paylater untuk membeli kebutuhan hari raya, mulai dari pakaian baru untuk anak-anaknya hingga persiapan hidangan Lebaran. "Penghasilan pas-pasan, tapi tuntutan kebutuhan banyak. Apalagi anak-anak ingin baju baru. Saya akhirnya pakai paylater," ungkapnya.

Fenomena penggunaan pinjol dan paylater ini tidak hanya dialami Hendra. Berdasarkan pantauan di berbagai kawasan Bandarlampung, banyak warga yang memanfaatkan layanan keuangan digital tersebut untuk menutupi kebutuhan Lebaran. Mulai dari belanja kebutuhan pokok, membeli hampers untuk kerabat, hingga biaya mudik, semuanya dibantu oleh skema pembayaran yang menawarkan kemudahan namun menyimpan risiko finansial.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lampung, Dedi Haryanto, menjelaskan bahwa tingginya konsumsi masyarakat saat momen Lebaran memang kerap mendorong mereka mencari jalan pintas dalam memenuhi kebutuhan finansial. "Ada euforia Lebaran yang memicu belanja berlebihan. Dengan kemudahan pinjol dan paylater, masyarakat merasa mudah mendapatkan dana instan, tanpa menyadari beban cicilan yang menanti," ujarnya.

Menurut Dedi, situasi ini diperparah dengan masifnya promosi layanan pinjaman digital menjelang hari raya. "Mereka memanfaatkan momen ini untuk menawarkan diskon, cashback, bahkan bunga ringan, sehingga sangat menarik bagi konsumen yang sedang membutuhkan," tambahnya.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada kuartal pertama 2025, pertumbuhan pinjaman fintech mencapai 18,7% secara tahunan (year on year), dengan peningkatan signifikan menjelang Ramadan hingga Idulfitri. Sementara itu, layanan paylater tumbuh lebih dari 20%, sebagian besar didorong oleh transaksi e-commerce dan pembelian kebutuhan musiman seperti Lebaran.

"Kami melihat adanya lonjakan penggunaan layanan paylater saat Ramadan dan Lebaran. Ini fenomena tahunan, tapi tahun ini lebih tinggi dari sebelumnya," ungkap Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan OJK Lampung, Tri Wahyuni.

Namun, Tri juga mengingatkan masyarakat untuk bijak menggunakan layanan tersebut. "Pinjol dan paylater memang bisa membantu cash flow jangka pendek, tetapi harus diiringi dengan perencanaan matang agar tidak menimbulkan kesulitan finansial di kemudian hari," tegasnya.

Kondisi ini juga diamini oleh pengamat ekonomi Universitas Lampung, Dr. Heru Santoso. Menurutnya, budaya konsumtif saat Lebaran memang sulit dihindari. "Sebagian masyarakat kita masih memandang Lebaran sebagai momen prestise, sehingga dorongan untuk tampil lebih baik di hadapan keluarga besar sangat tinggi," kata Dr. Heru.

Ia menambahkan, kemudahan akses pembiayaan digital harusnya dibarengi dengan literasi keuangan yang memadai. "Jika tidak, maka kita akan melihat semakin banyak kasus gagal bayar pasca-Lebaran. Efek jangka panjangnya bisa sangat merugikan, bukan hanya bagi individu, tapi juga stabilitas sektor keuangan mikro," jelasnya.

Di sisi lain, layanan pinjol dan paylater mengklaim bahwa mereka telah berupaya memberikan edukasi kepada konsumen. Public Relations Manager salah satu platform paylater besar di Indonesia, Dina Maulida, mengatakan bahwa pihaknya selalu menyertakan panduan penggunaan yang bijak bagi pengguna baru. "Kami rutin mengadakan webinar literasi keuangan, terutama menjelang momen-momen besar seperti Lebaran," katanya.

Meski demikian, tantangan terbesar tetap pada perilaku konsumtif masyarakat. Hendra, seperti banyak warga lainnya, mengakui bahwa dirinya akan menghadapi masa-masa berat setelah Lebaran. "Setelah ini saya harus kerja lebih keras lagi buat bayar cicilan. Tapi setidaknya anak-anak senang Lebaran kemarin," ujarnya, dengan nada pasrah.

Pemerintah daerah pun tak tinggal diam. Melalui Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Lampung, berbagai upaya dilakukan untuk mendorong masyarakat lebih bijak dalam mengelola keuangan, termasuk menyediakan akses pembiayaan yang lebih ramah melalui koperasi dan lembaga pembiayaan resmi.

"Kami terus mendorong literasi keuangan agar masyarakat tidak terjebak dalam jeratan pinjaman online ilegal atau penggunaan paylater yang tidak terkontrol," ujar Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Lampung, Rudi Hartono.

Dengan realitas yang ada, momentum Lebaran 2025 di Bandarlampung menjadi refleksi bahwa di balik kemeriahan dan silaturahmi, tersembunyi beban cicilan yang harus ditanggung sebagian masyarakat. Kesadaran akan pengelolaan keuangan yang bijak menjadi kunci agar momen kebahagiaan tidak berubah menjadi jeratan utang jangka panjang.

Lebaran sejatinya adalah waktu untuk berbagi kebahagiaan dan mempererat tali silaturahmi. Namun, seperti kata Hendra, "Semoga ke depan saya bisa lebih siap, jadi tidak harus bergantung sama paylater lagi. Saya ingin Lebaran tanpa cicilan."

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index