Bank Indonesia

Rupiah Melemah, Bank Indonesia Catat Penurunan Nilai Tukar terhadap Dolar AS dan Imbal Hasil Surat Berharga Negara

Rupiah Melemah, Bank Indonesia Catat Penurunan Nilai Tukar terhadap Dolar AS dan Imbal Hasil Surat Berharga Negara
Rupiah Melemah, Bank Indonesia Catat Penurunan Nilai Tukar terhadap Dolar AS dan Imbal Hasil Surat Berharga Negara

JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali mengalami pelemahan pada akhir Maret 2025. Bank Indonesia (BI) mencatatkan rupiah pada posisi Rp 16.575 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu, 26 Maret 2025. Namun, pada pembukaan perdagangan Kamis, 27 Maret 2025, rupiah kembali mengalami penurunan, bergerak menuju level Rp 16.590 per dolar AS. Pelemahan ini mencerminkan dinamika pasar global dan faktor internal yang turut mempengaruhi pergerakan mata uang domestik.

Kondisi ini terjadi di tengah penguatan dolar AS yang tercatat menguat signifikan. Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa meskipun terjadi penurunan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia, sejumlah faktor global turut berperan dalam perubahan nilai tukar rupiah. Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan pada Sabtu, 29 Maret 2025, Ramdan mengatakan, “Pada 26 Maret 2025, yield SBN tenor 10 tahun Indonesia tercatat menurun sedikit, dari 7,13 persen menjadi 7,09 persen pada 27 Maret 2025. Namun, indeks dolar AS (DXY) justru menguat ke level 104,55 dan yield US Treasury Note 10 tahun naik menjadi 4,352 persen.”

Imbal Hasil Surat Berharga Negara Tertekan, Pengaruh Dolar AS dan US Treasury

Pelemahan rupiah seiring dengan penguatan dolar AS dipengaruhi oleh beberapa faktor makroekonomi global, khususnya pergerakan yield US Treasury. Seperti yang disampaikan oleh Ramdan Denny Prakoso, meskipun yield SBN Indonesia mengalami sedikit penurunan, hal ini tak cukup untuk menahan laju penguatan dolar AS yang dipengaruhi oleh berbagai kebijakan moneter di Amerika Serikat.

"Penguatan dolar AS dipengaruhi oleh kebijakan The Federal Reserve yang masih agresif dalam menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi domestik. Hal ini membuat daya tarik terhadap aset dalam dolar semakin kuat, terutama di pasar global," ujar Ramdan. Penguatan dolar AS juga berpengaruh pada pasar global lainnya, termasuk Indonesia, karena dapat mempengaruhi arus modal asing yang masuk dan keluar.

Perkembangan Aliran Modal Asing: Investor Cenderung Beralih ke Saham

Meskipun rupiah mengalami pelemahan, Bank Indonesia juga melaporkan perkembangan aliran modal asing yang mencatatkan sejumlah transaksi positif pada pekan keempat Maret 2025. Berdasarkan data transaksi yang tercatat pada periode 24 hingga 26 Maret 2025, investor non-residen tercatat melakukan pembelian neto sebesar Rp1,93 triliun. Salah satu catatan positif dalam laporan ini adalah pembelian terbesar yang terjadi di pasar saham, yang mencapai Rp2,63 triliun.

Namun, meskipun ada arus positif di pasar saham, investor asing justru mencatatkan transaksi jual neto di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Dalam hal ini, investor asing mencatatkan jual neto sebesar Rp0,51 triliun di pasar SBN dan Rp0,19 triliun di pasar SRBI. Hal ini menunjukkan adanya penurunan minat investor asing terhadap instrumen investasi dalam bentuk SBN dan SRBI.

Secara keseluruhan, Bank Indonesia melaporkan bahwa sejak awal tahun hingga 26 Maret 2025, investor asing telah mencatatkan jual neto sebesar Rp32,02 triliun di pasar saham. Di sisi lain, tercatat ada pembelian neto yang cukup besar di pasar SBN dan SRBI, masing-masing sebesar Rp16,08 triliun dan Rp10,98 triliun.

Premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia Alami Kenaikan

Selain pergerakan rupiah dan aliran modal asing, perkembangan pasar keuangan Indonesia juga tercermin dalam pergerakan premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia. CDS Indonesia untuk tenor 5 tahun tercatat mengalami kenaikan pada 26 Maret 2025. Premi CDS Indonesia tercatat sebesar 90,84 basis poin (bps), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pada 21 Maret 2025 yang sebesar 90,41 bps.

Kenaikan premi CDS ini dapat menjadi indikator bahwa pasar global masih memberikan perhatian besar terhadap kondisi ekonomi Indonesia, meskipun negara ini memiliki sejumlah faktor fundamental yang cukup stabil. Naiknya premi CDS biasanya terkait dengan peningkatan risiko terhadap obligasi negara, yang bisa mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap ketidakpastian ekonomi.

Penyebab dan Dampak Pelemahan Rupiah

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS ini disebabkan oleh sejumlah faktor baik eksternal maupun internal. Salah satu penyebab utamanya adalah faktor global, khususnya kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve). Peningkatan suku bunga yang agresif oleh The Fed berpotensi meningkatkan penguatan dolar AS, yang berimbas pada depresiasi mata uang negara berkembang termasuk Indonesia.

Selain itu, ketidakpastian ekonomi global juga turut mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Kenaikan harga energi dan ketegangan geopolitik juga menjadi faktor yang mempengaruhi aliran modal asing dan kondisi pasar valuta asing.

Di sisi domestik, meskipun Bank Indonesia telah melakukan berbagai langkah kebijakan untuk menjaga stabilitas rupiah, seperti intervensi pasar dan pengaturan likuiditas, namun ketidakpastian global yang tinggi membuat upaya tersebut belum cukup menahan pelemahan rupiah. Meskipun demikian, BI tetap optimis bahwa dalam jangka panjang, kebijakan ekonomi makro Indonesia akan mendukung kestabilan nilai tukar rupiah.

Prospek Rupiah ke Depan

Menanggapi kondisi tersebut, Bank Indonesia menyatakan bahwa mereka akan terus memantau perkembangan pasar dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI juga mengingatkan pentingnya pengelolaan ekonomi yang prudent agar Indonesia dapat menghadapi gejolak pasar global dengan lebih baik.

Ramdan Denny Prakoso juga menekankan bahwa meskipun ada tekanan terhadap nilai tukar rupiah, Indonesia tetap memiliki faktor fundamental yang cukup kuat, termasuk pertumbuhan ekonomi yang solid dan cadangan devisa yang cukup besar.

"Dalam jangka panjang, Indonesia memiliki fondasi ekonomi yang kuat, yang diharapkan dapat menopang stabilitas rupiah dan memitigasi dampak negatif dari faktor eksternal," tutup Ramdan.

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi pada Maret 2025 ini mencerminkan dinamika ekonomi global yang memengaruhi pasar valuta asing. Meskipun ada arus modal asing yang masuk di pasar saham, ketegangan global dan kebijakan moneter The Fed turut memperburuk keadaan. Namun, dengan kebijakan yang tepat dan pemantauan ketat dari Bank Indonesia, diharapkan stabilitas ekonomi Indonesia tetap terjaga.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index