JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Indonesia hingga kini belum pernah melakukan impor Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair. Kebijakan ini menunjukkan upaya pemerintah dalam mengutamakan pemanfaatan sumber daya energi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional sebelum memenuhi permintaan pasar internasional.
Bahlil menyampaikan hal tersebut usai konferensi pers capaian kinerja semester I tahun 2025 Kementerian ESDM di Jakarta. “Sampai dengan hari ini, belum pernah kita impor gas (LNG). Kami masih mampu mengelola antara komitmen Indonesia dengan luar negeri dan konsumsi dalam negeri,” ungkapnya.
Langkah menahan ekspor LNG adalah bagian dari arahan Presiden Prabowo Subianto agar sumber daya alam ini dimanfaatkan secara maksimal di dalam negeri. Hal ini menjadi prioritas dalam strategi pengelolaan energi nasional untuk memastikan keberlanjutan pasokan energi bagi berbagai sektor industri dan masyarakat.
“Kami harus menghargai kontrak KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama), kontrak-kontrak yang sudah dilakukan sebelum proses produksi berjalan. Ini kami harus hargai,” tegas Bahlil, mengingatkan pentingnya menjaga kepercayaan dan komitmen dalam kontrak internasional agar Indonesia tetap dipandang sebagai mitra dagang yang dapat diandalkan.
Bahlil juga menegaskan, bila tidak dihormatinya komitmen tersebut, akan menimbulkan konsekuensi negatif bagi reputasi Indonesia di pasar global. “Sampai saat ini, kita masih gas-rem. Kami gas-rem (ekspor LNG),” katanya, menegaskan bahwa pemerintah masih membatasi ekspor LNG demi kepentingan domestik.
Data capaian hingga semester pertama 2025 menunjukkan bahwa dari total produksi gas bumi sebesar 5.598 BBTUD (miliar unit termal Inggris per hari), ekspor LNG mencapai 1.721 BBTUD atau sekitar 31 persen. Sedangkan 69 persen sisanya, yakni 3.877 BBTUD, dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri.
Kebutuhan domestik tersebut meliputi hilirisasi yang menyerap 2.110 BBTUD gas bumi (38 persen), dan kebutuhan domestik lain sebesar 1.767 BBTUD (31 persen). Kategori kebutuhan domestik lain mencakup bahan bakar gas (BBG), jaringan gas (jargas), peningkatan produksi minyak dan gas (migas), ketenagalistrikan, LNG, serta LPG.
Sebagai respons terhadap peningkatan permintaan LNG domestik, Satuan Kerja Khusus Pelaku Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) telah mengambil langkah strategis dengan mengatur ulang jadwal ekspor LNG. Hal ini dilakukan agar pasokan LNG dalam negeri tetap terpenuhi tanpa mengganggu komitmen kontraktual.
“Kami dengan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) dan para pembeli mencoba mendiskusikan kembali jadwal-jadwal pengiriman (LNG),” ungkap Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi.
Penjadwalan ulang ekspor LNG ini sudah berlangsung sejak 2024, sebagai respons atas kenaikan kebutuhan pasar domestik yang terus meningkat. Langkah ini diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara memenuhi permintaan energi dalam negeri dan komitmen ekspor.
Melalui pengelolaan yang terencana dan pengaturan ketat atas ekspor LNG, pemerintah memastikan bahwa pemanfaatan sumber energi ini tidak hanya mendukung pembangunan nasional, tetapi juga menjaga reputasi Indonesia di pasar internasional sebagai eksportir yang dapat diandalkan dan bertanggung jawab.