JAKARTA - Dalam era digital yang kian mengglobal, penggunaan gadget menjadi hal yang tidak terelakkan. Meski demikian, bagi orang tua, terobosan teknologi ini sering kali menjadi dilema tersendiri, khususnya ketika berhadapan dengan balita mereka. Iming-iming kepraktisan saat memberikan gadget pada anak-anak sering kali mengaburkan konsekuensi yang mungkin timbul, salah satunya adalah risiko keterlambatan berbicara atau yang dikenal sebagai speech delay.
Gadget dan Risiko Speech Delay
Bagi banyak orang tua, memberikan gadget kepada anak bisa menjadi solusi instan untuk mengatasi kerewelan. Namun, pakar kesehatan anak menegaskan bahwa langkah ini bisa berdampak negatif bagi perkembangan anak, terutama mereka yang berusia di bawah dua tahun. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2024, sekitar 5-8 persen anak prasekolah mengalami keterlambatan berbicara.
Psikolog Raras Indah Fitriana dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prambanan, Jawa Tengah, menekankan agar orang tua menghindari memberikan gadget pada anak usia 0-2 tahun. "Karena di usia 0-2 tahun, kemampuan berpikir anak baru bisa terasah dari koordinasi sensorik motoriknya," jelas Raras. Pada periode tersebut, anak berproses mengenal dunia melalui interaksi langsung dengan lingkungannya, baik secara visual, auditori, maupun sentuhan.
Perkembangan Bahasa pada Balita
Dalam fase emas perkembangan anak 0-2 tahun, pengenalan bahasa anak berada dalam kondisi yang sangat aktif. "Jika anak lebih banyak mengenal dunia melalui gadget seperti televisi, smartphone, tablet, atau media elektronik lainnya, maka otak anak tidak terasah untuk mempelajari bahasa baru atau membangun jalur komunikasi," ungkap Raras. Gadget mengarahkan komunikasi menjadi satu arah, menghalangi anak dari interaksi dua arah yang diperlukan untuk mempelajari bahasa secara efektif.
Studi Pendukung: Screen Time dan Keterlambatan Perkembangan
Sebuah studi dalam Journal of American Medical Association Pediatrics Edition, sebagaimana dilansir dari Health University of Utah, mendukung pandangan tersebut. Studi ini menemukan adanya korelasi signifikan antara screen time pada anak usia 1 tahun dengan keterlambatan perkembangan komunikasi dan pemecahan masalah saat anak mencapai usia 2 hingga 4 tahun. Semakin banyak waktu yang dihabiskan anak di depan layar, semakin besar potensi keterlambatan perkembangannya, terutama dalam keterampilan motorik halus serta keterampilan personal dan sosial.
Rekomendasi Batas Screen Time
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan American Academy of Pediatrics menyarankan batasan screen time satu jam per hari bagi anak-anak berusia 2 hingga 5 tahun. Namun untuk anak di bawah usia 18 bulan, idealnya tidak ada screen time sama sekali. Meski sulit diterapkan, orang tua diharapkan mencoba membatasi paparan gadget pada anak-anak mereka.
Pentingnya Aktivitas Fisik dan Interaksi Langsung
Selain mengurangi waktu menatap layar, orang tua diharapkan mendorong anak-anak untuk terlibat dalam aktivitas fisik dan sosial yang lebih banyak. "Saya tahu ini mencerminkan apa yang sering saya lihat di klinik. Saya akan berbicara dengan orang tua tentang keterlambatan perkembangan ketika saya melakukan pemutaran film, dan jika anak mulai merengek, orang tua akan mengeluarkan ponselnya dan memutar video," ujar seorang peneliti tentang fenomena ini.
Seperti halnya spons yang menyerap, anak balita belajar melalui interaksi, keterampilan berbahasa, dan permainan aktif seperti menyusun mainan atau mewarnai. Jika mereka disodori layar, kesempatan untuk mengembangkan keterampilan ini akan hilang.
Kesadaran Orang Tua
Pada akhirnya, peran orang tua sangat menentukan dalam pencegahan speech delay. Orang tua diimbau untuk lebih hadir dan memberikan pengalaman nyata kepada anak-anak dalam rangka merangsang perkembangan bahasa mereka. "Intinya adalah orang tua perlu memperhatikan hal ini ketika mereka mencari cara untuk berinteraksi dengan anak-anak mereka. Mereka perlu hadir bersama anak-anaknya dan memberi mereka pengalaman, bukan sekedar layar,” tegas narasumber dari studi tersebut.
Melalui kesadaran dan tindakan preventif, orang tua bisa memastikan bahwa teknologi tidak mengambil alih komunikasi dan interaksi vital yang dibutuhkan oleh anak-anak mereka untuk berkembang.