JAKARTA - Pada hari Rabu, 19 Februari 2025, hawa panas ketidakpuasan membara di Desa Cimohong, Kecamatan Bulakamba, Brebes, Jawa Tengah, ketika sejumlah petani berbondong-bondong menggelar aksi demonstrasi di depan pabrik garmen PT Daehan Global Brebes. Mereka menuntut kompensasi akibat dampak pencemaran limbah yang diduga berasal dari pabrik tersebut, sehingga menyebabkan kerugian besar pada lahan pertanian mereka.
Aksi ini mencuat setelah para petani mengklaim bahwa sejak pabrik mulai beroperasi, sawah mereka menjadi tidak dapat lagi ditanami. Dengan tuntutan kompensasi sebesar Rp 30 juta per bahu (setara dengan 7.000 meter persegi) per tahun selama tujuh tahun, petani berharap dapat mengganti kerugian yang seharusnya bisa diperoleh dari panen.
Latar Belakang Permasalahan
Luas lahan yang terdampak mencapai 4,9 hektar atau 49.000 meter persegi. Tokoh masyarakat setempat, H. Hasim, menjelaskan bahwa dampak pencemaran tersebut telah mengakibatkan penurunan produktivitas sawah secara drastis. Ia menjelaskan, "Modal petani untuk menanam padi itu mencapai Rp 7 juta per bahu. Dalam kondisi normal, saat panen mereka dapat memanen hingga 6 ton padi dan hasil penjualannya bisa mencapai Rp 40 juta lebih. Namun kini, hasil tersebut seolah sirna akibat limbah."
Hasim menambahkan bahwa meskipun para petani membuka peluang untuk melakukan negosiasi dengan pihak pabrik, mereka menginginkan nilai kompensasi yang wajar. Sebaliknya, tawaran yang diberikan oleh pihak pabrik dianggap terlalu rendah dan tidak sesuai dengan kerugian yang dialami.
Respon Pihak Pabrik dan Konflik yang Muncul
Nanang, perwakilan dari PT Daehan Global Brebes, menegaskan bahwa pihaknya telah menawarkan beberapa solusi dan mengadakan mediasi dengan para petani. Pada diskusi tersebut, tuntutan kompensasi sempat turun dari Rp 30 juta menjadi Rp 23 juta per bahu per tahun. Namun pihak pabrik meminta adanya dasar yang jelas sebelum memutuskan besaran ganti rugi.
Pihak petani menilai tawaran kompensasi dari pabrik yang sebesar Rp 5 juta per bahu selama lima tahun sebagai penawaran yang tidak masuk akal. "Atas dasar apa mereka mau ganti rugi Rp5 juta per bahu selama lima tahun. Ini penawaran yang tidak masuk akal," tegas Hasim. Sikap pabrik yang dianggap tidak responsif ini semakin memantik ketegangan antara kedua belah pihak.
Upaya Menuju Solusi
Demi mendapatkan kebenaran dan keadilan, para petani berencana untuk melakukan uji laboratorium secara independen guna memastikan kandungan limbah di sawah mereka. Mereka mengungkapkan kekhawatiran bahwa hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah (DLHPS) Kabupaten Brebes mungkin tidak netral dan cenderung memihak pihak pabrik.
"Kami mau melaksanakan itu (uji lab independen). Kalau PT Daehan punya itikad baik, seharusnya ini bisa diselesaikan," lanjut Hasim. Para petani berharap langkah ini dapat membuka mata pihak terkait dan mendorong pengambilan langkah kompensasi yang adil.
Reaksi Pemerintah dan Dukungan Masyarakat
Masalah pencemaran limbah ini telah menarik perhatian pemangku kepentingan dan pemerintah setempat. Dengan adanya rencana uji lab independen, diharapkan pemerintah dapat turut serta mengawasi dan menciptakan forum diskusi yang transparan antara petani dan pabrik.
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk lembaga non-pemerintah, diperlukan untuk membantu mendorong penyelesaian konflik ini. Intervensi dari pemerintah dan kebijakan yang jelas akan menjadi jalan keluar terbaik guna mencapai kesepakatan yang adil bagi kedua belah pihak.
Kejadian di Desa Cimohong ini bukan hanya persoalan lokal tetapi menyuarakan isu lebih luas tentang tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan dampak operasi mereka terhadap masyarakat sekitar. Konflik ini menggambarkan pentingnya penegakan peraturan lingkungan yang ketat dan perlunya komunikasi yang efektif antara warga dan industri.
Demi tercapainya kedamaian dan kedaulatan ekonomi lokal, penting bagi semua pihak untuk tidak hanya mencari penyelesaian jangka pendek tetapi juga memastikan keberlanjutan lingkungan untuk masa depan. Sebagai langkah awal, semua pihak harus duduk bersama, mendengarkan, dan berkomitmen untuk menemui jalan tengah demi kebaikan bersama.