Listrik

PLN ULP Kobisonta Putus Listrik Warga, Denda Rp1,5 Juta Jadi Pemicu Kontroversi

PLN ULP Kobisonta Putus Listrik Warga, Denda Rp1,5 Juta Jadi Pemicu Kontroversi
PLN ULP Kobisonta Putus Listrik Warga, Denda Rp1,5 Juta Jadi Pemicu Kontroversi

JAKARTA  - Puluhan rumah di Desa Namto, Kecamatan Seram Utara Timur Seti, Kabupaten Maluku Tengah, merasakan dinginnya malam tanpa penerangan listrik setelah PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Kobisonta memutus aliran listrik mereka. Langkah ini dilakukan oleh PLN sebagai respons terhadap denda sebesar Rp1,5 juta yang belum dibayar oleh warga. Denda tersebut dikenakan karena perbedaan nama yang tertera pada meteran listrik dengan nama pelanggan seharusnya.

Sejumlah warga, termasuk Wanto, menyampaikan keberatan mereka terkait keputusan tersebut. Wanto memaparkan bahwa ketidakcocokan nama di meteran listrik bukanlah kesalahan mereka, melainkan disengaja oleh pihak PLN saat pemasangan awal. "Awal pemasangan meteran listrik oleh petugas PLN pada tahun 2013, saya heran kok bisa beda nama di meteran. Tapi pihak PLN bilang tidak masalah kalau beda nama," kata Wanto. Ia menambahkan bahwa nama yang tertera di meteran adalah nama orang lain, yaitu Slamet, warga Desa Waitila.

Kerancuan ini telah menyebabkan warga merasa dirugikan, terutama karena mereka telah membayar biaya pemasangan listrik secara resmi dan tidak menikmati layanan secara gratis. Wanto menegaskan, "Ini bukan kesalahan pelanggan. Kami tidak mencuri aliran listrik atau mengubah meteran sembarangan tanpa sepengetahuan PLN."

Warga setempat harus hidup dalam kegelapan sejak tanggal 11 Februari akibat pemutusan listrik tersebut. Hingga saat ini, Wanto dan beberapa warga lainnya belum dapat melunasi denda yang dijatuhkan, yang membuat mereka belum bisa menikmati layanan listrik yang menjadi kebutuhan dasar sehari-hari.

Persoalan ini tidak hanya menimpa warga di Desa Namto tetapi juga merebak ke desa-desa lain seperti Kobisonta A1, Wailoping, dan Waimusih. Denda senilai Rp1,5 juta dikenakan secara merata oleh PLN ULP Kobisonta untuk kesalahan serupa, yakni ketidaksesuaian nama pada meteran listrik dengan data pelanggan sebenarnya.

Meskipun beberapa warga telah membayar denda tersebut dan kembali diberi akses listrik, banyak yang belum mampu melakukannya. "Ada yang sudah bayar denda Rp1,5 juta. Kalau saya belum lunasi, makanya lampu saya masih padam," ungkap Wanto.

Di tengah perdebatan ini, warga yang telah melunasi denda harus melalui proses administrasi tambahan berupa pengisian formulir untuk registrasi perubahan nama agar data di meteran sesuai dengan data pelanggan.

PLN hingga kini masih bungkam, belum ada keterangan resmi terkait permasalahan ini. Keluhan dan protes warga seolah bertepuk sebelah tangan. "Kami hanya berharap PLN mau mendengar dan menyelesaikan masalah ini dengan cara yang lebih bijaksana," kata seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya.

Belum adanya tanggapan resmi dari pihak PLN menjadi sorotan negatif di tengah masyarakat yang berharap ada itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini. Banyak pihak berharap PLN dapat memberikan solusi yang lebih adil agar kebutuhan listrik warga dapat kembali normal.

Di saat yang bersamaan, beberapa pengamat menyarankan perlunya pengaturan ulang dan audit data pelanggan untuk memastikan semua informasi sesuai dan menghindari peristiwa serupa di masa depan. Kerja sama antara PLN dan penilai independen dianggap perlu untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan meningkatkan transparansi.

Dengan semakin banyaknya kasus serupa yang mencuat ke permukaan, pertanyaan mengenai transparansi dan akurasi data pelanggan oleh PLN ULP Kobisonta menjadi semakin mendesak. Masyarakat berharap adanya komunikasi yang lebih baik dan penyelesaian masalah tanpa harus memberikan beban lebih kepada mereka yang sudah merasa dirugikan.

Kejadian ini menyisakan pelajaran penting bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan pelayanan publik, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Keterbukaan informasi, kejujuran, dan respons cepat terhadap keluhan pelanggan menjadi kunci utama dalam menjaga kepercayaan publik.

Sementara waktu terus berjalan, warga tetap menunggu kepastian dan berharap adanya bantuan agar mereka dapat kembali menikmati aliran listrik yang sangat mereka butuhkan. Apalagi, listrik tidak hanya untuk penerangan, tetapi juga menjadi komponen penting dalam aktivitas sehari-hari, termasuk pendidikan dan ekonomi rumah tangga.

Untuk ke depannya, diharapkan setiap kebijakan yang diambil oleh penyedia layanan publik dilandasi dengan pertimbangan matang dan didukung oleh data akurat, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan lagi. Tantangan ini menjadi perhatian serius, dan semua pihak berharap akan ada titik terang yang adil bagi PLN dan masyarakat yang terdampak.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index