JAKARTA - Pergerakan harga minyak dunia sepanjang pekan terakhir menunjukkan dinamika yang cukup tajam. Sentimen geopolitik terkait ancaman sanksi Amerika Serikat terhadap Rusia serta isu permintaan bahan bakar di Negeri Paman Sam menjadi faktor utama yang menggerakkan harga minyak. Meskipun sempat tertekan, harga akhirnya ditutup dengan penguatan moderat pada akhir pekan di level US$ 68,26 per barel untuk minyak mentah Brent.
Fluktuasi yang terjadi mencerminkan rapuhnya keseimbangan pasar global, di mana pasokan dan permintaan dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tidak selalu dapat diprediksi. Situasi di Rusia dan Ukraina menjadi perhatian besar karena berpotensi mengganggu suplai energi, sementara di sisi lain permintaan minyak mentah Amerika Serikat cenderung melandai setelah musim liburan musim panas berakhir.
Awal Pekan, Harga Minyak Menguat
Pada perdagangan Senin, 25 Agustus 2025, harga minyak mengalami kenaikan. Para pelaku pasar mengkhawatirkan kemungkinan terganggunya pasokan dari Rusia menyusul potensi sanksi dari Presiden AS Donald Trump. Ketidakpastian semakin bertambah setelah Ukraina melancarkan serangan ke infrastruktur energi Rusia.
Dalam sesi perdagangan tersebut, minyak mentah Brent berjangka naik 29 sen atau 0,4% menjadi US$ 68,02 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) berjangka menguat 36 sen atau 0,6% ke posisi US$ 64,02 per barel.
Kenaikan ini menjadi awal positif, meskipun pasar masih diliputi ketidakpastian mengenai perkembangan konflik dan kebijakan sanksi yang mungkin diterapkan.
Tekanan Turun pada Selasa
Momentum positif tidak bertahan lama. Selasa, 26 Agustus 2025, harga minyak terkoreksi lebih dari 1%. Para investor mengambil langkah hati-hati setelah sebelumnya harga melonjak mendekati level tertinggi dalam beberapa pekan terakhir.
Harga Brent turun US$ 1,08 atau 1,57% menjadi US$ 67,72 per barel, setelah sempat menyentuh level tertinggi sejak awal Agustus. Sementara itu, WTI melemah US$ 1,13 atau 1,74%, sehingga ditutup di US$ 63,67 per barel.
Meski turun, faktor geopolitik tetap membayangi pasar. Perang di Ukraina serta potensi gangguan pasokan dari Rusia masih dianggap sebagai risiko utama dalam beberapa waktu ke depan.
Rabu, Pelemahan Berlanjut
Tekanan jual semakin kuat pada Rabu, 27 Agustus 2025, ketika harga minyak kembali tergelincir sekitar 2%. Investor mencermati kombinasi berbagai isu, mulai dari tarif perdagangan AS hingga dinamika konflik di Ukraina.
Harga Brent merosot US$ 1,58 atau 2,3%, berakhir di level US$ 67,22 per barel. Sedangkan WTI turun US$ 1,55 atau 2,4%, ditutup pada US$ 63,25 per barel.
Penurunan tersebut menghapus sebagian besar keuntungan yang terjadi pada awal pekan. Pasar minyak global menunjukkan volatilitas yang tinggi karena tidak hanya dipengaruhi oleh sisi pasokan, tetapi juga oleh kekhawatiran terhadap pertumbuhan permintaan energi.
Kamis, Sentimen Campuran
Pada perdagangan Kamis, 28 Agustus 2025, harga minyak bergerak relatif stabil setelah mengalami tekanan pada hari sebelumnya. Meski ada ekspektasi penurunan permintaan bahan bakar di AS, pasar juga merespons positif tanda-tanda perbaikan di sisi pasokan.
Harga Brent berakhir naik 28 sen atau 0,4% menjadi US$ 67,77 per barel, sedangkan WTI menguat 21 sen atau 0,3% ke level US$ 63,94 per barel.
Kondisi ini mencerminkan tarik-menarik antara kekhawatiran penurunan konsumsi di AS pasca musim liburan dengan optimisme pasar yang masih mewaspadai potensi terganggunya suplai Rusia.
Akhir Pekan Ditutup Positif
Pasar minyak menutup pekan dengan sentimen yang lebih optimistis. Jumat, 29 Agustus 2025, harga kembali naik, meskipun masih dihantui ketidakpastian seputar pasokan global dan proyeksi permintaan yang melandai.
Harga Brent naik 57 sen atau 0,8%, ditutup di US$ 68,26 per barel. Sementara itu, WTI menguat 42 sen atau 0,7%, ke posisi US$ 64,18 per barel. Secara mingguan, Brent tercatat naik 0,6% dan WTI meningkat 1%.
Pencapaian ini menunjukkan bahwa meski volatilitas cukup tinggi, pasar minyak masih mampu bertahan dengan penguatan terbatas.
Faktor Penentu Harga
Dua faktor utama yang mempengaruhi harga minyak pekan ini adalah potensi sanksi AS terhadap Rusia dan penurunan permintaan bahan bakar di AS. Sanksi berpotensi memangkas pasokan global, sementara penurunan konsumsi di AS menekan harga dari sisi permintaan.
Musim liburan musim panas biasanya menjadi puncak konsumsi bahan bakar di Amerika, sehingga berakhirnya periode ini menimbulkan ekspektasi penurunan permintaan. Hal tersebut terbukti memengaruhi psikologis pasar sepanjang pekan.
Prospek Pasar Minyak
Meski harga ditutup positif, ketidakpastian global masih akan membayangi pasar minyak dunia. Sentimen geopolitik terkait Rusia dan Ukraina, kebijakan energi negara-negara besar, serta kondisi permintaan di Amerika dan Asia akan menjadi penentu utama arah harga pada pekan berikutnya.
Keseimbangan antara pasokan dan permintaan tetap menjadi kunci. Jika pasokan terganggu akibat sanksi atau konflik, harga berpotensi melambung. Sebaliknya, bila permintaan melemah lebih tajam dari perkiraan, tekanan turun kemungkinan akan kembali mendominasi.
Fluktuasi harga minyak sepanjang pekan lalu menegaskan betapa rentannya pasar energi terhadap gejolak geopolitik dan dinamika ekonomi global. Dari awal pekan yang positif hingga pelemahan pertengahan minggu, harga akhirnya mampu kembali menguat pada akhir pekan.
Dengan ditutupnya perdagangan di level US$ 68,26 per barel untuk Brent dan US$ 64,18 per barel untuk WTI, pasar minyak menandai keseimbangan sementara di tengah ketidakpastian yang masih tinggi.