Batu Bara

Batu Bara Naik Lagi, Bagaimana Prediksi Pekan Ini?

Batu Bara Naik Lagi, Bagaimana Prediksi Pekan Ini?
Batu Bara Naik Lagi, Bagaimana Prediksi Pekan Ini?

JAKARTA - Pergerakan harga batu bara kembali menarik perhatian pasar komoditas global. Mengakhiri pekan lalu, harga komoditas energi ini ditutup menguat. Tren tersebut menimbulkan pertanyaan besar mengenai potensi arah harga pada pekan ini, terutama setelah pasar energi Eropa mengalami lonjakan harga gas.

Pada perdagangan Jumat, 22 Agustus 2025, harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan mendatang ditutup pada level US$ 111,3 per ton, naik 0,63% dibandingkan dengan hari sebelumnya. Jika ditarik sepanjang pekan, harga batu bara tercatat menguat 0,41% secara point-to-point. Angka ini menunjukkan adanya dorongan yang cukup kuat meski tidak terlalu signifikan, menandakan pasar masih merespons dinamika energi global.

Kenaikan Harga Gas Jadi Faktor Penentu

Salah satu pendorong utama kenaikan harga batu bara adalah melonjaknya harga gas di kawasan Eropa. Pada pekan lalu, harga gas TTF Belanda meningkat tajam hingga 7,81%, sementara harga gas di Inggris melesat 9,16%. Kenaikan ini secara otomatis memperkuat posisi batu bara sebagai alternatif sumber energi yang relatif lebih terjangkau, terutama ketika ketidakpastian pasokan gas masih menghantui.

Fenomena ini bukan hal baru. Pasar energi global kerap menunjukkan keterkaitan antara harga gas dan batu bara. Ketika harga gas meroket, banyak konsumen industri maupun penyedia listrik beralih ke batu bara untuk menekan biaya. Pergeseran permintaan tersebut membuat harga batu bara ikut terangkat.

Latar Belakang Geopolitik Masih Jadi Sorotan

Selain faktor fundamental, dinamika geopolitik turut berkontribusi pada pergerakan harga energi. Harapan akan tercapainya perdamaian antara Rusia dan Ukraina sempat memberikan sentimen positif beberapa waktu lalu. Namun, pekan lalu optimisme itu kembali meredup setelah upaya Amerika Serikat (AS) dalam mendorong kedua negara untuk mengakhiri konflik ternyata masih menemui jalan terjal.

Perang yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun itu hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian yang konkret. Ketidakpastian tersebut menimbulkan kekhawatiran terkait pasokan energi global, khususnya gas dari Rusia yang selama ini menjadi salah satu pemasok utama Eropa. Dampaknya, harga gas di benua biru melonjak tajam, lalu menjalar ke harga batu bara sebagai komoditas substitusi.

Dampak ke Pasar Energi Global

Kenaikan harga batu bara dan gas Eropa ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap faktor geopolitik dan pasokan energi. Negara-negara dengan ketergantungan tinggi terhadap impor energi harus menyiapkan strategi untuk mengantisipasi lonjakan biaya. Di sisi lain, produsen batu bara seperti Indonesia bisa memperoleh keuntungan dari tren penguatan harga ini, meskipun juga tetap perlu waspada terhadap fluktuasi tajam yang sewaktu-waktu bisa terjadi.

Meski kenaikan harga pekan lalu relatif kecil, tren tersebut memberi sinyal bahwa sentimen positif masih ada di pasar batu bara. Lonjakan harga gas Eropa memberi ruang bagi harga batu bara untuk tetap bertahan atau bahkan berlanjut menguat dalam waktu dekat.

Prediksi Pekan Ini

Untuk pekan berjalan, pelaku pasar akan memantau beberapa faktor yang dapat memengaruhi arah harga batu bara. Pertama, perkembangan negosiasi antara Rusia dan Ukraina masih menjadi variabel penting. Setiap kabar mengenai potensi perdamaian bisa langsung menekan harga energi, baik gas maupun batu bara. Sebaliknya, jika konflik kembali memanas, harga berpotensi melonjak.

Kedua, tren harga gas di Eropa akan tetap menjadi acuan. Dengan kenaikan hampir dua digit pada pekan lalu, investor akan melihat apakah tren tersebut berlanjut atau justru terkoreksi. Jika harga gas kembali menanjak, peluang batu bara untuk melanjutkan penguatan akan semakin besar.

Ketiga, permintaan energi dari negara-negara Asia, khususnya Tiongkok dan India, juga akan berpengaruh. Kedua negara tersebut merupakan konsumen batu bara terbesar dunia. Setiap peningkatan kebutuhan energi, misalnya karena pertumbuhan industri atau kebutuhan listrik musim panas, bisa mendorong harga naik lebih tinggi.

Peluang dan Risiko

Dari sisi peluang, produsen batu bara tentu akan diuntungkan dengan harga yang lebih tinggi. Bagi Indonesia sebagai salah satu eksportir batu bara utama dunia, kondisi ini bisa mendatangkan tambahan devisa. Namun, ada risiko yang tetap perlu dicermati.

Lonjakan harga energi, termasuk batu bara, berpotensi menekan biaya produksi industri yang masih mengandalkan bahan bakar fosil. Negara-negara importir pun bisa mengalami tekanan inflasi. Oleh karena itu, meski harga yang naik memberikan keuntungan bagi produsen, dari sisi konsumen justru bisa menjadi beban tambahan.

Selain itu, isu transisi energi global juga tidak bisa diabaikan. Banyak negara mulai berupaya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, termasuk batu bara, dengan beralih ke energi terbarukan. Jika tren ini semakin kuat, harga batu bara dalam jangka menengah-panjang bisa menghadapi tantangan besar, terlepas dari lonjakan harga jangka pendek akibat faktor geopolitik maupun fundamental.

Menguatnya harga batu bara pada pekan lalu, yang ditutup di US$ 111,3 per ton dengan kenaikan 0,41% secara mingguan, menjadi refleksi eratnya keterkaitan antara harga gas dan batu bara di pasar global. Lesatan harga gas Eropa akibat ketidakpastian geopolitik kembali menegaskan bahwa sektor energi masih sangat dipengaruhi faktor eksternal di luar sisi teknis perdagangan.

Untuk pekan ini, arah harga batu bara masih akan bergantung pada dinamika gas Eropa, perkembangan konflik Rusia-Ukraina, serta permintaan dari Asia. Investor dan pelaku industri energi perlu terus mencermati kondisi tersebut agar dapat mengambil langkah yang tepat di tengah volatilitas pasar yang masih tinggi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index