JAKARTA - Di tengah tantangan cuaca dan serangan hama, para petani cabai di Desa Sawang, Kecamatan Tapin Selatan, Kalimantan Selatan (Kalsel), justru meraup keuntungan besar berkat melonjaknya harga cabai yang kini menyentuh angka Rp70 ribu per kilogram. Kondisi ini menjadi angin segar bagi pelaku usaha pertanian yang selama ini kerap terjepit fluktuasi harga dan kendala produksi.
Salah satu petani setempat, Supriadi, mengaku bersyukur atas kenaikan harga cabai yang berlangsung secara bertahap dalam beberapa waktu terakhir. Dirinya yang tergabung dalam kelompok tani di wilayah tersebut saat ini mengelola lahan seluas tiga hektare dan menanam sekitar 2.000 pohon cabai jenis kaliber secara bertahap.
“Awalnya harga cuma Rp25 ribu, sekarang naik terus hingga hampir Rp70 ribu per kg, Alhamdulillah,” ungkap Supriadi saat ditemui di Rantau, Kabupaten Tapin.
Menurut dia, sekali panen dapat menghasilkan sekitar 35 kilogram cabai, yang berarti penghasilan sekali panen bisa mencapai sekitar Rp2,4 juta. Dengan sistem tanam bertahap yang diterapkannya, ia bisa mengatur waktu panen agar lebih berkelanjutan dan tidak berbenturan satu sama lain. “Biar waktunya tidak mepet, saya menanam secara bertahap. Ini sudah masuk tahap keempat,” jelasnya.
Cabai Kaliber Jadi Primadona Pasar
Cabai kaliber, jenis cabai yang dikenal lebih pedas dan beraroma khas, kini tengah naik daun di kalangan petani dan pasar. Permintaan pasar terhadap varietas ini meningkat drastis seiring kebutuhan rumah tangga, pedagang, hingga industri makanan olahan. Hal ini pula yang menjadi alasan kuat bagi Supriadi untuk tetap menanam cabai kaliber meski dihadapkan pada ancaman hama dan penyakit tanaman seperti bercak daun.
“Meski ada gangguan hama, saya tetap pilih tanam kaliber. Permintaannya tinggi, dan harga juga bersaing,” ujarnya.
Dari sisi produksi, cabai kaliber dinilai lebih adaptif terhadap kondisi lahan lokal serta memiliki hasil panen yang stabil. Dengan perawatan yang baik dan pengendalian hama terkontrol, hasil yang diperoleh pun bisa optimal, seperti yang dirasakan oleh kelompok tani di Desa Sawang.
Potensi Ekonomi Desa Kian Terangkat
Kepala Desa Sawang, Hairullah, menilai fenomena meningkatnya harga cabai memberi dampak positif terhadap ekonomi warga. Banyak petani lokal yang kembali semangat menggarap lahan pertanian mereka karena melihat potensi keuntungan yang nyata.
Menurut Hairullah, keberhasilan yang diraih para petani tidak lepas dari kerja keras dan kekompakan kelompok tani. Namun, ia berharap dukungan pemerintah juga dapat hadir secara maksimal untuk memperkuat potensi yang telah terbukti ini.
“Kalau ada bantuan bibit, pupuk, atau pelatihan dari dinas pertanian, tentu akan sangat membantu,” ujar Hairullah.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa sektor pertanian, khususnya hortikultura seperti cabai, bisa menjadi tulang punggung perekonomian desa jika dikelola dengan baik dan mendapat intervensi tepat dari pemerintah. Ia mengimbau agar peluang ini dimanfaatkan untuk membangun ekosistem pertanian yang lebih mapan di masa mendatang.
Tantangan Produksi Masih Ada
Meski keuntungan dari kenaikan harga sangat menggiurkan, bukan berarti petani terbebas dari tantangan. Supriadi dan rekan-rekannya masih bergulat dengan berbagai kendala, seperti ketidakpastian cuaca dan hama tanaman yang dapat mengganggu produktivitas. Namun, hal tersebut tak menyurutkan semangat para petani untuk terus bertanam.
Mereka juga saling berbagi pengetahuan antaranggota kelompok tani, mulai dari teknik pengendalian penyakit hingga pemilihan waktu tanam yang tepat. Langkah ini terbukti efektif dalam menjaga hasil panen tetap maksimal, meski kondisi tidak selalu ideal.
Harapan untuk Dukungan Berkelanjutan
Keberhasilan para petani cabai di Sawang di tengah fluktuasi pasar dan iklim memberi pelajaran penting bagi pembangunan sektor pertanian nasional. Bahwa dengan pendekatan bertahap, efisiensi lahan, serta pemilihan varietas unggul, petani dapat memaksimalkan hasil tanpa harus bergantung penuh pada musim.
Namun, untuk menjadikan pertanian sebagai sumber penghidupan yang benar-benar berkelanjutan, dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak. Pemerintah daerah, dinas terkait, serta pihak swasta diharapkan dapat hadir memberikan pendampingan, akses permodalan, hingga distribusi hasil tani yang adil dan menguntungkan bagi petani.
Di sisi lain, penguatan pasar lokal melalui stabilisasi harga dan perlindungan konsumen juga tak kalah penting. Harga tinggi bagi petani harus tetap bisa dikompensasi dengan keterjangkauan bagi masyarakat sebagai pembeli.
Harga cabai yang melonjak hingga Rp70 ribu per kilogram memang memberi keuntungan besar bagi petani di Tapin, khususnya di Desa Sawang. Namun, keberhasilan ini tidak terjadi begitu saja. Butuh kerja keras, adaptasi cerdas terhadap kondisi cuaca dan pasar, serta dukungan lintas sektor agar pertanian cabai ini dapat terus berkontribusi pada ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
Momen seperti ini bisa menjadi landasan kuat bagi pemerintah untuk meninjau ulang strategi pengembangan pertanian lokal. Jika dikelola dengan konsisten dan dibarengi dukungan kebijakan ya