Kementrian ESDM

Pendataan Sumur Minyak Rakyat oleh Kementrian ESDM Aceh

Pendataan Sumur Minyak Rakyat oleh Kementrian ESDM Aceh
Pendataan Sumur Minyak Rakyat oleh Kementrian ESDM Aceh

JAKARTA - Upaya penataan dan legalisasi terhadap sumur-sumur minyak rakyat di Aceh kini mulai menunjukkan arah yang lebih terstruktur. Pemerintah Aceh melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan langkah konkret dengan memprioritaskan pendataan sumur minyak rakyat yang tersebar di empat kabupaten: Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Utara, dan Bireuen.

Langkah ini bukan hanya sebatas formalitas administratif, tetapi merupakan strategi awal menuju pengelolaan migas rakyat yang lebih tertib, berkelanjutan, dan berdampak langsung terhadap pendapatan masyarakat serta daerah.

Kepala Dinas ESDM Aceh, Taufik, menyatakan bahwa proses pendataan dilakukan sebagai respons terhadap surat dari Gubernur Aceh yang telah dikirimkan kepada para bupati di wilayah-wilayah tersebut. Ia mengonfirmasi bahwa beberapa kabupaten sudah mulai menyampaikan data awal, meski masih dalam proses pelengkapan.

“Untuk pendataan sumur-sumur masyarakat dan yang berada di kawasan KKS (Kontrak Kerja Sama), kita sudah menyurati para bupati. Beberapa sudah mulai menyampaikan data penataannya, meski masih menunggu kelengkapan. Dalam beberapa hari ini, kami akan membuat surat untuk disampaikan ke kementerian guna proses penataan,” ujar Taufik.

Ia menegaskan bahwa data yang terkumpul akan dijadikan dasar Pemerintah Aceh untuk mengajukan legalisasi kepada kementerian terkait. Langkah ini penting agar aktivitas pengeboran yang selama ini dilakukan masyarakat secara mandiri bisa mendapatkan legitimasi hukum dan menjadi bagian resmi dari tata kelola energi nasional.

“Insya Allah dalam beberapa hari ke depan, data dari empat kabupaten akan lengkap. Selanjutnya akan kita serahkan ke kementerian. Ini menjadi pijakan awal agar masyarakat dapat mengelola sumur secara legal,” ujarnya.

Taufik juga menambahkan bahwa selain memberikan perlindungan hukum, legalisasi ini diharapkan mampu mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), seiring dengan masuknya aktivitas produksi rakyat ke dalam jalur legal yang termonitor dan terstandarisasi.

Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Bidang Migas ESDM Aceh, Dian Budi Dharma, menekankan bahwa pendataan sumur minyak masyarakat merupakan bagian dari tindak lanjut atas diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025. Regulasi tersebut mengatur tata cara legalisasi pengeboran sumur minyak rakyat yang telah lama beroperasi di luar sistem formal.

“Sumur minyak masyarakat yang selama ini sudah berjalan akan didata, dibina, dan dilakukan perbaikan secara bertahap,” ungkap Dian.

Menurut Dian, selain menyusun basis data, proses ini juga akan menjadi landasan untuk pemetaan kebijakan ke depan. Pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh aktivitas pengeboran dan produksi berjalan sesuai dengan prinsip kelestarian lingkungan serta menyumbang pada pencatatan produksi minyak nasional secara resmi.

Ia menjelaskan bahwa masyarakat yang selama ini mengelola sumur secara individu akan diarahkan untuk membentuk badan usaha legal, seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau koperasi. Lewat skema tersebut, kolaborasi dengan kontraktor yang memiliki izin resmi bisa dilakukan secara langsung, tanpa mengabaikan potensi lokal yang sudah ada.

Lebih lanjut, Dian menyebutkan bahwa proses legalisasi dan pembinaan ini ditargetkan dapat diselesaikan dalam jangka waktu empat tahun sejak Peraturan Menteri diberlakukan. Target ini mempertimbangkan kompleksitas di lapangan, termasuk koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, hingga aparat penegak hukum.

“Peraturan menteri juga membentuk tim gabungan yang akan bekerja di lapangan. Tim ini terdiri dari unsur Kementerian ESDM, aparat penegak hukum, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serta Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA),” jelasnya.

Dalam implementasinya, Pemerintah Aceh juga mengusung pendekatan yang berbasis kekhususan daerah. Aceh, sebagai daerah dengan status otonomi khusus, memiliki kewenangan lebih dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk sektor migas.

Hal ini tercermin dari upaya Pemerintah Aceh yang saat ini tengah menyusun Rancangan Qanun Migas Aceh. Rancangan peraturan daerah itu menjadi salah satu dari 12 qanun prioritas dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2025, dan sedang dalam proses pembahasan antara eksekutif dan legislatif.

Qanun Migas tersebut nantinya akan mengatur peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi secara lebih rinci dan kontekstual sesuai dengan karakteristik wilayah dan masyarakat Aceh.

Melalui keterlibatan aktif lintas sektor dan dukungan regulasi yang tepat, Aceh menargetkan bahwa praktik pengeboran sumur rakyat bisa menjadi bagian sah dalam sistem energi nasional, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai lokal, kearifan masyarakat, serta prinsip keberlanjutan.

Dengan langkah awal berupa pendataan ini, Pemerintah Aceh berharap masa depan pengelolaan energi daerah tidak hanya memberikan kesejahteraan bagi rakyat, tetapi juga mendorong peningkatan PAD secara signifikan dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index