JAKARTA - Pemerintah Kabupaten Buleleng mengingatkan masyarakat akan bahaya serius dari praktik pinjaman online ilegal (pinjol) dan judi online (judol) yang semakin marak terjadi, terutama di kalangan generasi muda. Imbauan ini disampaikan menyusul tragedi yang mengguncang masyarakat, yakni meninggalnya seorang pemudi yang diduga terjerat utang pinjol.
Korban, Ni Kadek MS (21), warga Desa Tamblang, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, ditemukan meninggal dunia di Jembatan Tukad Bangkung, Desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, pada Kamis malam (3/4). Dari hasil pemeriksaan, ditemukan empat pesan tagihan pinjol di ponsel korban, dengan jumlah utang sekitar Rp 1 juta. Dugaan kuat, tekanan akibat tagihan tersebut menjadi pemicu aksi nekat korban.
Peringatan Keras dari Pemerintah Daerah
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistik (Kominfosanti) Kabupaten Buleleng, Ketut Suwarmawan, menegaskan bahwa fenomena pinjaman dan judi online merupakan ancaman nyata yang harus segera ditangani dengan pendekatan edukatif dan preventif.
“Fenomena judi online menjadi ancaman nyata di masyarakat. Banyak yang tergiur keuntungan instan, tetapi pada akhirnya mengalami kerugian besar,” tegas Suwarmawan.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergoda dengan tawaran keuangan yang tampaknya menggiurkan di dunia maya. Di tengah kemajuan digital yang serba cepat, masyarakat diminta menyeimbangkan akses kebebasan informasi dengan kesadaran etika dan norma yang berlaku.
“Di era digital saat ini, kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan kesadaran akan etika dan norma. Harus juga waspada terhadap tawaran-tawaran yang tampak menggiurkan di dunia maya,” lanjutnya.
Pinjol dan Judol Menyasar Generasi Muda
Perkembangan teknologi informasi yang pesat, meski membawa berbagai kemudahan, ternyata juga menimbulkan tantangan besar. Praktik pinjol dan judol kini menyasar generasi muda, dengan modus iming-iming keuntungan instan yang sering kali berujung pada kerugian besar, baik secara finansial maupun psikologis.
“Akses yang mudah melalui ponsel dan perangkat pintar membuat masyarakat, terutama anak muda, rentan terjerumus dalam aktivitas ilegal seperti pinjol dan judol,” jelas Suwarmawan.
Ia juga menyebutkan bahwa dampak dari praktik ini tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga memicu gangguan psikologis seperti stres, kecemasan, hingga depresi. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini berpotensi mengarah pada tindakan ekstrem yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Perlu Literasi Keuangan dan Pengawasan Ketat
Pemerintah daerah mendorong peningkatan literasi keuangan sebagai langkah awal pencegahan. Suwarmawan menegaskan bahwa pengelolaan keuangan yang bijak menjadi kunci untuk menjauhkan masyarakat dari jerat pinjol.
“Literasi keuangan masyarakat harus terus ditingkatkan, agar masyarakat dapat mengambil keputusan finansial secara cerdas dan menjaga stabilitas ekonomi keluarga,” katanya.
Langkah edukasi ini juga akan melibatkan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, sekolah, tokoh masyarakat, dan aparat penegak hukum. Upaya pencegahan harus dilakukan sejak dini, terutama dengan menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa yang menjadi kelompok paling rentan.
Dukungan Psikososial dan Pelaporan Cepat
Selain edukasi, pemerintah juga mengimbau agar masyarakat yang merasa terjerat pinjol atau terdampak praktik judol untuk tidak segan mencari bantuan, baik secara hukum maupun psikologis. Layanan konseling, pelaporan ke kepolisian, dan jalur pengaduan pinjol ilegal harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Masyarakat juga diminta untuk segera melaporkan jika menemukan aplikasi atau praktik pinjol yang tidak memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemerintah daerah akan bekerja sama dengan aparat untuk menindak tegas pelaku yang menyalahgunakan platform digital untuk menjerat korban.